Mengenal Anemia Aplastik, Kondisi Langka Ketika Tubuh Tak Mampu Memproduksi Sel Darah
Anemia aplastik yang sempat diderita komika Babe Cabita sebelum dikabarkan meninggal merupakan kondisi langka.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
Berita duka datang dari dunia komedi Indonesia. Babe Cabita, komika dan juga aktor yang memiliki nama asli Priva P Pratama meninggal dunia setelah dirawat karena mengalami anemia aplastik.
Penyakit anemia aplastik merupakan kondisi langka. Dalam buku Hematologi Klinik Ringkas yang diterbitkan Penerbit Buku Kedokteran pada 2003 disebutkan, insiden kasus ini sekitar 2-6 kasus per 1 juta penduduk di negara-negara Eropa dan sekitar 6-11 kasus per 1 juta penduduk di negara Asia.
Kondisi anemia aplastik berbeda dengan anemia pada umumnya. Anemia aplastik merupakan suatu kondisi ketika tubuh, khususnya sumsum tulang, tidak mampu atau berhenti memproduksi sel darah baru dalam jumlah yang cukup. Kondisi tersebut baik kemampuan dalam memproduksi sel darah merah, leukosit, dan trombosit.
Anemia aplastik merupakan suatu kondisi ketika tubuh, khususnya sumsum tulang, tidak mampu atau berhenti memproduksi sel darah baru dalam jumlah yang cukup.
Akibatnya, jumlah sel darah tersebut terus menurun sehingga menyebabkan kondisi pansitopenia. Berbeda dengan anemia biasa, seseorang yang mengalami anemia hanya mengalami penurunan pada produksi sel darah merah (Hb).
Ketua Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia (Perhompedin) Jaya Ronald Alexander Hukom dihubungi di Jakarta, Rabu (11/4/2024), mengatakan, ada berbagai penyebab seseorang mengalami pansitopenia. Penyebab tersebut, antara lain, kanker, dampak radiasi dan pengobatan kemoterapi, bahan kimia tertentu, infeksi berbagai virus, dan proses autoimun.
”Anemia aplastik berkembang sebagai akibat dari kerusakan sumsum tulang. Semua orang bisa berisiko mengalaminya,” katanya.
Meski begitu, sejumlah data menunjukkan, kasus anemia aplastik paling banyak ditemukan pada rentan usia 15-25 tahun dan kelompok usia di atas 60 tahun. Sementara itu, tidak ada perbedaan signifikan antara penderita laki-laki dan perempuan. Rasio anemia aplastik pada laki-laki dan perempuan adalah 1:1. Namun, perjalanan penyakit tersebut serta manifestasi klinis yang dilaporkan lebih berat ditemukan pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
Ronald menuturkan, gejala dari anemia aplastik bervariasi. Sejumlah kasus ditemukan dengan perjalanan penyakit yang perlahan, tetapi ada pula yang ditemukan sudah dalam kondisi yang buruk. Umumnya, gejala yang muncul, seperti mudah lelah, penyakit infeksi yang lama sembuh, detak jantung cepat, dan pendarahan.
Sekalipun penyakit ini langka, masyarakat tetap perlu waspada dan menyadarinya. Sebab, penyakit ini berpotensi mengancam nyawa. Pemahaman tersebut juga penting bagi pasien dan keluarga agar perawatan bisa dilakukan secara optimal.
Ronald mengungkapkan, tidak ada cara pencegahan yang pasti pada sebagian besar kasus anemia aplastik. Akan tetapi, ”menghindari paparan insektisida, herbisida, pelarut organik, penghilang cat, dan bahan kimia beracun lainnya bisa menurunkan risiko terkena penyakit ini,” tuturnya.
Tata laksana
Terkait tata laksana anemia aplastik, Ronald mengatakan, diagnosis yang tepat sangat penting untuk memastikan perawatan dan intervensi bisa diberikan dengan optimal. Dalam mendiagnosis, berbagai pemeriksaan perlu dilakukan, termasuk pemeriksaan sumsum tulang serta menyingkirkan kemungkinan penyakit lain dengan kondisi pansitopenia, seperti kanker darah dan autoimun.
Jika sudah dipastikan, pengobatan anemia aplastik pun bisa dilakukan. Itu mencakup pemberian beberapa jenis obat, antiinfeksi, transfusi darah, dan transplantasi sel induk.
”Dengan penanganan yang baik, sebagian besar penderita dapat bertahan hidup cukup lama dan bisa sembuh,” ucap Ronald.
Dalam artikel yang terbit di laman Johns Hopkins Medicine disebutkan, perawatan pada pasien anemia aplastik bergantung pada penyebab yang mendasari serta kondisi dari pasien. Pengobatan dini dapat diberikan untuk mengatasi jumlah sel darah yang rendah.
Itu bisa diberikan, mulai dari transfusi darah, terapi antibiotik preventif, pencegahan infeksi, pemberian obat untuk merangsang produksi sel pada sumsum tulang, hingga terapi hormon. Dalam beberapa kasus, transplantasi sumsum tulang dapat menyembuhkan pasien anemia aplastik.
Pasien anemia aplastik lebih berisiko terkena infeksi sehingga upaya pencegahan dan perlindungan diri menjadi sangat penting. Sangat disarankan agar pasien anemia aplastik untuk menghindari orang yang sedang sakit, menghindari kerumunan, sering mencuci tangan, menghindari makanan yang tidak dimasak sempurna, serta mendapatkan vaksinasi flu.