78 Persen Spesies Burung Tak Dapat Berkembang Biak di Lingkungan yang Didominasi Manusia
Spesies burung dengan tren populasi menurun memiliki toleransi lebih rendah terhadap lingkungan yang didominasi manusia.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aktivitas manusia turut memengaruhi kehidupan makhluk hidup lainnya, termasuk burung. Berdasarkan penelitian terbaru, sekitar 78 persen spesies burung di dunia tidak dapat berkembang biak di lingkungan yang banyak dimodifikasi dan didominasi oleh manusia.
Laporan hasil penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Global Ecology and Biogeography pada Februari 2024. Riset tersebut melibatkan sejumlah peneliti dari University of Helsinki di Finlandia, Aarhus University (Denmark), University of St Andrews (Skotlandia), dan The Institute for Mediterranean Studies (Spanyol).
”Spesies yang terancam punah dan spesies dengan populasi yang menurun kurang toleran terhadap perkembangbiakan di habitat yang didominasi manusia. Misalnya fern wren (burung pakis), spesies yang hanya terdapat di hutan tropis di timur laut Australia, terancam punah, populasinya menurun, dan toleransi yang sangat rendah terhadap tekanan manusia,” ujar pemimpin studi itu, Emma-Liina Marjakangas, dilansir dari Sciencedaily.com, Minggu (7/4/2024).
Saat ini sekitar 14 persen dari 11.000 spesies burung di dunia terancam punah. Studi baru ini menganalisis populasi spesies burung di berbagai spektrum lanskap, mulai dari habitat asli hingga lingkungan yang didominasi manusia.
Para peneliti mengukur tingkat toleransi terhadap perkembangbiakan 6.000 spesies burung di lingkungan yang didominasi manusia. Data tentang burung tersebut diperoleh dari observasi sains pada proyek eBird (basis data daring observasi burung) tahun 2013-2021.
Peneliti memodelkan kemunculan spesies burung berdasarkan indeks jejak manusia (HFI) yang merangkum tekanan gabungan dari lingkungan yang dibangun, kepadatan populasi manusia, lampu malam hari, aktivitas pertanian, dan jalan raya. Dengan pemodelan tersebut, mereka memperkirakan seberapa besar kemungkinan setiap spesies muncul pada tingkat tekanan manusia yang berbeda-beda.
Indeks toleransi manusia setiap spesies sangat bervariasi, di mana spesies dengan tren populasi menurun memiliki toleransi lebih rendah dibandingkan dengan spesies dengan tren populasi meningkat atau stabil.
Akan tetapi, tidak semua spesies sensitif untuk hidup berdampingan dengan manusia. ”Beberapa spesies bahkan dapat menoleransi tekanan manusia yang paling intens di semua benua. Common swifts (burung kapinis/apus-apus) adalah contoh spesies yang dapat ditemukan berkembang biak di daerah perkotaan di seluruh dunia,” ujar Marjakangas.
Penelitian ini menemukan 22 persen spesies burung bisa menoleransi lingkungan yang paling banyak dimodifikasi dan didominasi manusia. Indeks toleransi manusia setiap spesies sangat bervariasi, di mana spesies dengan tren populasi menurun memiliki toleransi lebih rendah dibandingkan dengan spesies dengan tren populasi meningkat atau stabil.
Sesuai dengan Kerangka Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal yang telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, terdapat berbagai tujuan melindungi 30 persen lahan bumi untuk konservasi. Namun, tidak banyak dari persentase tersebut merupakan habitat asli.
Penulis lain penelitian itu sekaligus kurator Museum Sejarah Alam Finlandia di University of Helsinki, Aleksi Lehikoinen, mengatakan, studi tersebut memungkinkan para peneliti mengidentifikasi spesies yang sangat sensitif terhadap aktivitas manusia dan membutuhkan lebih banyak habitat yang dilindungi untuk berkembang. Spesies-spesies itu di antaranya great snipe (berkik besar) di Eropa, nkulengu rail di Afrika, dan hume’s lark di Asia.
”Tindakan konservasi untuk melindungi atau memulihkan habitat dapat ditargetkan pada spesies dan lokasi yang paling membutuhkan,” katanya.