Kegemaran Membaca Masih Minim Ditumbuhkan di Keluarga
Budaya literasi bangsa masih jadi pekerjaan rumah yang besar. Membaca sejak dini di dalam keluarga perlu ditumbuhkan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS— Menumbuhkan kegemaran membaca sejak dini masih menjadi tantangan bagi banyak keluarga di Indonesia. Selain masih banyak yang belum mampu menyediakan buku bacaan anak, kebiasaan membacakan buku untuk anak juga belum optimal dalam mendukung tumbuhnya budaya literasi sejak dini di rumah.
Dari paper penelitian berjudul ”Optimizing Child Development Through the First Three Years: The Important of Responsive Parenting and Early Learning Stimulation” yang diadakan Tanoto Foundation dan School of Parenting di Jakarta, Pandeglang, dan Kupang, terpantau hanya sebanyak 25,5 persen anak yang memiliki setidaknya tiga buku cerita di rumah, sedangkan 51,2 persen anak-anak tidak memiliki buku cerita di rumah. Bahkan, sebanyak 56,6 persen orangtua tidak pernah membacakan buku cerita kepada anak.
Oleh karena itu, penyediaan buku bacaan bermutu untuk anak-anak dan edukasi orangtua akan pentingnya menumbuhkan kegemaran membaca sejak dini di rumah menjadi fokus dalam pengembangan budaya literasi bangsa. Sebab, tingkat literasi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
”Saat ini, teknologi terus berkembang pesat dan gawai menjadi pilihan utama dalam mendapatkan sumber informasi. Ini merupakan tantangan bagaimana pemerintah hadir untuk meningkatkan budaya literasi sejak dini dan mengajak para orangtua sadar akan pentingnya literasi,” kata Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek Hafidz Muksin yang dihubungi dari Jakarta, Jumat (5/4/2024).
Salah satu upaya untuk menyediakan akses bacaan bermutu pada anak-anak dilakukan Badan Bahasa dengan dukungan berbagai pihak lewat program Mudik Asyik Baca Buku pada 2-4 April, sekaligus mengambil momen peringatan Hari Buku Anak Sedunia yang jatuh setiap tanggal 2 April. Lebih dari 15.000 buku bacaan dibagikan secara gratis bagi anak-anak yang mudik lewat Stasiun Gambir, Stasiun Pasar Senen, Terminal Kalideres, Terminal Kampung Rambutan, dan Terminal Pulo Gebang di Jakarta.
”Kami berharap ribuan buku bacaan yang dibagikan dapat menjadi sumber bacaan, sumber informasi, sumber inovasi, serta menjadi pendamping orangtua dan anak dalam mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Selain itu, semoga ke depan fasilitas publik seperti terminal, stasiun, dan bandara dapat memiliki ruang baca untuk membantu menumbuhkan budaya literasi bagi masyarakat Indonesia,” kata Hafidz.
Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Imam Budi Utomo, mengatakan, Badan Bahasa berkomitmen dalam menguatkan program literasi nasional mengingat saat ini literasi bangsa Indonesia dapat dikatakan sangat rendah.
”Dari sekian puluh negara, Indonesia menempati urutan kelima atau keenam dari bawah. Hal tersebut menunjukkan literasi bangsa Indonesia dalam kondisi yang sangat kritis,” kata Imam.
Penyediaan buku bacaan anak terus menjadi fokus, salah satunya lewat program bahasa penulisan buku bacaan literasi tahun 2024 yang fokus pada jenjang pembaca awal (5-10 tahun) dan pembaca madya (13-15 tahun) guna menyediakan bacaan literasi yang bermutu serta dapat dijangkau ketersediaannya oleh masyarakat.
Kini, Badan Bahasa bermitra dengan Global Digital Library. Global Digital Library adalah perpustakaan digital internasional yang bertujuan mengembangkan, mengadakan, dan mendistribusikan buku-buku agar anak-anak di seluruh dunia dapat memiliki buku dan materi pembelajaran. Saat ini, buku cerita anak berbahasa Indonesia telah diterjemahkan ke 27 bahasa daerah di Indonesia.
Sarana berinteraksi
Pelaksana Tugas Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Endang Aminudin Azis mengatakan, tersedianya buku bacaan untuk anak dapat dimanfaatkan orangtua untuk berinteraksi dan mengisi waktu, termasuk selama perjalanan mudik. Dari hasil survei yang dilakukan oleh Perpusnas, buku yang paling diminati adalah buku yang bisa memberikan interaksi antara anak-anak dan orangtua.
Meski saat ini sudah tersedia fasilitas bahan bacaan digital, ujar Aminudin, buku masih tetap menjadi primadona. ”Oleh karena itu, kehadiran buku fisik, bisa dibuka, bisa ditatap dalam waktu lama, kemudian memprediksi berapa halaman yang masih tersisa, memberikan manfaat yang lebih besar membaca,” katanya.
Aminudin menambahkan, Perpusnas tahun 2024 mendorong gerakan 10.000 perpustakaan di desa. Hal ini dilakukan bukan dengan mendirikan bangunan perpustakaan secara fisik, tetapi menciptakan ruang-ruang di desa sehingga masyarakat, khususnya anak-anak, bisa melakukan kegiatan yang memanfaatkan buku.
”Pengadaan buku yang sesuai dengan minat baca anak-anak juga jadi prioritas sehingga ke depan bisa meningkatkan budaya baca dan literasi di masyarakat,” kata Aminudin
Membacakan buku
Dari penelitian Tanoto Foundation dan School of Parenting, terlihat orangtua dengan pendidikan lebih tinggi (SMA ke atas) cenderung memiliki kesadaran untuk membacakan buku dan memberi fasilitas buku cerita kepada anak-anak mereka. Hasil studi menunjukkan 21,4 persen orangtua membacakan buku cerita kepada anak mereka setidaknya tiga kali seminggu.
Secara umum, penelitian ini menunjukkan kesadaran literasi masih dianggap tanggung jawab sekolah saja, terutama di daerah perdesaan. Padahal, kemampuan literasi anak bisa diajarkan sejak usia dini oleh orangtua di rumah.
Berdasarkan Rapor Pendidikan Indonesia Tahun 2023, baru 61,53 persen murid SD memiliki kompetensi minimum literasi. Hal ini salah satunya karena masih banyak orangtua yang tidak menyediakan buku cerita bagi anak usia dini yang berdampak penting untuk menumbuhkan kecintaan anak terhadap membaca buku.
Sejumlah tips dapat diterapkan orangtua di rumah untuk menumbuhkan kecintaan membaca pada anak sejak dini. Orangtua dapat menciptakan sudut baca dengan buku pilihannya, sekaligus jadi tempat membaca, mendongeng, dan bercerita dengan orangtua.
Orangtua juga dapat melakukan tanya jawab isi buku secara menyenangkan. Pertanyaannya bisa tentang jumlah karakter dalam cerita untuk mengasah daya ingat serta belajar menghitung, juga pertanyaan lain yang menggali pemahaman anak tentang buku bacaan.
Tidak kalah penting, orangtua bisa membuat jadwal membaca bersama secara rutin selama 5-10 menit serta dengan memberikan contoh kebiasaan membaca di rumah agar ditiru anak.