Pemanfaatan Abu Terbang untuk Budidaya Bawang Merah
Abu terbang sebagai sisa pembakaran batubara dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas tanah.
Bawang merah merupakan komoditas di Indonesia yang produksinya naik beberapa tahun terakhir karena permintaan tidak surut.
Kementerian Pertanian mencatat, produksi bawang merah Indonesia tahun 2021 mencapai 2 juta ton. Angka ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 1,81 juta ton.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada September 2021 menunjukkan, rata-rata konsumsi bawang merah tiap orang Indonesia selama satu bulan dapat mencapai 2,49 kilogram.
Tingginya konsumsi tersebut berkaitan dengan budaya kuliner masyarakat Indonesia yang menggunakan bawang merah sebagai bumbu dasar atau penyedap rasa makanan.
Sentra produksi bawang merah di Indonesia umumnya berada di lahan kering dataran tinggi yang didominasi jenis tanah andisol. Pada tanah andisol, unsur fosfat sebagian besar terikat oleh mineral liat non kristalin alofan, imogolit, dan ferihibrid.
Agar bawang merah dapat berproduksi maksimal pada tanah andisol dibutuhkan pupuk organik yang sangat tinggi, berkisar 20-70 ton per hektar.
Asam organik tersebut dapat melepaskan fosfor yang terikat oleh alumunium, besi, dan kalsium. Ketersediaan unsur fosfor inilah yang baik sekaligus berperan pada pertumbuhan benih tanaman.
Peneliti Pusat Riset Hortikultura Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ismon Lenin mengemukakan, fosfor terfiksasi juga dapat dilepaskan melalui reaksi pertukaran dengan ion silikat. Salah satu sumber silika yang potensial di Indonesia ialah abu terbang (fly ash).
Fly ash dan bottom ash (FABA) merupakan material sisa dari proses pembakaran batubara. Partikel yang halus dan tertangkap di cerobong disebut abu terbang (fly ash), sedangkan partikel yang tertinggal di bawah dan lebih kasar disebut abu dasar (bottom ash).
FABA sangat penting untuk dikelola lebih lanjut mengingat 49 persen pembangkit listrik di Indonesia masih menggunakan batubara.
Merujuk pada data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi FABA mencapai 10 persen dari konsumsi batubara atau sekitar 9,7 juta ton. Sementara produksi FABA tahun 2023 mencapai 11,3 juta ton.
”Selama ini FABA termasuk limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021, FABA dikeluarkan dari limbah B3 sehingga berpeluang kita manfaatkan untuk pertanian dan bidang lain,” ujar Ismon dalam webinar mengenai teknologi budidaya bawang merah, Kamis (28/3/2024).
Baca juga: Aturan Pengelolaan Abu Batubara Perlu Segera Dibuat
Ismon menjelaskan, karakteristik fly ash secara kimia hampir sama dengan tanah. Jadi, unsur-unsur kimia yang ada di tanah juga dimiliki fly ash, tetapi dengan kadar kandungan berbeda. Adapun nilai derajat keasaman (pH) fly ash ialah 8-12 dan kandungan silika (SiO2) yang baik untuk tanaman 60,68 persen.
Kandungan silika, baik lahan sawah maupun lahan kering di Indonesia, selama ini sudah sangat berkurang. Hal ini disebabkan proses desilikasi, pengangkutan jerami dan hasil panen ke luar lahan, hingga tidak ada penambahan hara ke lahan.
”Penggunaan fly ash di Indonesia masih sedikit. Di luar negeri, seperti China, India, dan Jepang, dipakai sebagai amelioran, bahkan diproduksi sebagai zeolit. Umumnya fly ash dicampur atau diformulasi dengan bahan organik agar mampu memperbaiki mutu tanah dan meningkatkan produksi tanaman,” ucap Ismon.
Hasil penelitian
Pusat Riset Hortikultura BRIN telah dua kali meneliti fly ash sebagai bahan amelioran pada budidaya bawang di dataran tinggi.
Penelitian pertama skala laboratorium dan rumah kaca tahun 2019 berfokus pada pengaruh pemberian fly ash terhadap perubahan sifat kimia tanah, serapan hara dan logam berat, serta hasil bawang merah.
Hasil riset pertama ini menunjukkan pemberian fly ash bisa meningkatkan pH tanah karena mengandung kapur. Kemudian pemberian fly ash meningkatkan karbon organik tanah dengan nilai tertinggi pada takaran 2 ton per hektar.
Pemberian fly ash mampu menyubstitusi atau mengurangi penggunaan pupuk kandang untuk bawang merah dari hasil penelitian skala rumah kaca.
Selain itu, pemberian fly ash bisa meningkatkan kandungan fosfor total (P-total) dan fosfor tersedia (P-tersedia) di tanah. Peningkatan kandungan fosfor tanah dengan nilai tertinggi pada takaran 3 ton per hektar. Sementara nilai tertinggi fosfor tersedia didapat pada takaran 2,83 ton per hektar.
Menurut Ismon, dari hasil riset ini, pemberian fly ash tak menyebabkan peningkatan kadar logam berat dalam tanah. Keberadaan logam berat secara alamiah terdapat dalam tanah dan kadarnya di bawah batas ambang toleransi. Kandungan logam berat kemungkinan dari sisa pemberian pupuk sebelumnya.
”Dalam penelitian ini, kami mencoba menghubungkan antara logam berat dalam tanah dengan logam berat diserap tanaman. Hasilnya, tak ada korelasi antara kadar logam berat dan serapannya oleh tanah. Kadang penyerapan logam berat sesuai fisiologi tanaman hanya terbatas pada kulit akar,” ungkapnya.
Penelitian ini juga membandingkan pemberian fly ash dengan pupuk kandang terhadap bawang merah. Pemberian pupuk kandang memberikan hasil lebih tinggi. Namun, pemberian fly ash dengan takaran 4 ton per hektar hasilnya tidak berbeda dengan pemberian 10 ton pupuk kandang yang ditambah 2 ton fly ash.
”Artinya, pemberian fly ash mampu menyubstitusi atau mengurangi penggunaan pupuk kandang untuk bawang merah dari hasil penelitian skala rumah kaca,” kata Ismon.
Skala lapangan
Selain pada skala lab dan rumah, Pusat Riset Hortikultura BRIN juga telah melakukan penelitian kedua pada 2023 yang mencakup skala lapangan di Solok, Sumatera Barat. Riset ini berfokus pada optimalisasi pemanfaatan fly ash sebagai bahan amelioran untuk sistem budidaya berkelanjutan bawang merah di dataran tinggi dan lahan gambut.
Dalam penelitian skala lapangan ini, peneliti juga membandingkan pengaruh pemberian pupuk kandang dan fly ash terhadap hasil bawang merah. Hasilnya, pemberian fly ash pada takaran 5 ton per hektar dapat meningkatkan produksi bawang merah secara konsisten.
Peneliti juga mencoba menganalisis berapa fosfor tersedia yang tertinggal di dalam tanah akibat pemberian fly ash. Ternyata, pemberian fly ash dapat meningkatkan fosfor tersedia tersebut.
”Pemberian pupuk kandang juga dapat meningkatkan fosfor tersedia dan fosfor total, tetapi peningkatannya tidak sebesar fly ash. Artinya, dua bahan amelioran ini memiliki peran yang sama dalam rangka meningkatkan kualitas tanah,” ucap Ismon.
Baca juga: Meningkatkan Mutu dengan Biji Botani Bawang Merah
Kepala Pusat Riset Hortikultura BRIN Dwinita Wikan Utami menekankan, bawang merah merupakan salah satu prioritas komoditas hortikultura karena memiliki daya adaptasi lebih luas di ekosistem dataran rendah maupun tinggi. Namun, sampai kini masih ada kesenjangan dari aspek produktivitas dan potensi hasil.
”Bawang merah merupakan salah satu penyumbang inflasi nasional amat tinggi. Oleh karena itu, pasokan produksi harus dijaga. Pusat Riset Hortikultura memiliki tugas pokok dan fungsi untuk mengurangi kesenjangan hasil dan menerapkan teknologi guna meningkatkan produktivitas bawang merah,” tuturnya.