Perguruan Tinggi Katolik Gunakan Aset Kampus untuk Kepentingan Bersama
Kongres APTIK menjadi momen untuk maju dan bersinergi bersama menyumbangkan karya terbaik bagi bangsa dan negara.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Perguruan tinggi Katolik yang tergabung dalam Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik memperkuat kolaborasi, salah satunya dengan penggunaan aset-aset unggulan kampus untuk kepentingan bersama. Ini adalah upaya bersama untuk beradaptasi dan menjawab tantangan disrupsi.
Dalam Kongres Ke-41 Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) yang digelar di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 21-23 Maret 2024, Ketua APTIK BS Kusbiantoro mengatakan, kongres membahas fenomena era disrupsi terbaru hingga sejumlah persoalan seperti kolaborasi intensif penggunaan aset-aset unggulan kampus untuk kepentingan bersama. Selain itu, kongres yang dihadiri 23 perguruan tinggi Katolik ini juga membahas penyelenggaraan program dual degree dengan perguruan tinggi ternama luar negeri.
Kusbiantoro juga menyampaikan agar APTIK dapat merespons paradigma baru, BANI (Brittle, Anxiety, Non-Linear, dan Illusion of Predictability), yang menggeser konsep lama, VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity), sebagai era disrupsi terbaru. Di sinilah perlunya menyiapkan secara serius kurikulum pengajaran yang dapat mengantisipasi merebaknya fenomena kerapuhan mental di kampus.
Lebih lanjut, Kusbiantoro menyebutkan, dunia kini menghadapi kompleksitas dan ketidakpastian yang semakin meluas. Konsep Brittle dari BANI memunculkan pandangan bahwa lembaga yang dianggap kuat ternyata rapuh. Anxiety muncul karena apa yang diharapkan sangat berbeda dengan kenyataan yang dihadapi.
Adapun Non-Linear memunculkan pandemi Covid-19, ChatGPT, dan disrupsi teknologi lainnya, sementara Illusion of Predictability menghasilkan limpahan data dan informasi yang ternyata justru ikut menghasilkan limpahan hoaks yang luar biasa.
”APTIK merasa perlu mengantisipasinya melalui segala bentuk adaptasi yang diperlukan guna mencegah terjadinya kerapuhan mental yang kini kian meluas di lingkungan kampus-kampus di dalam dan di luar negeri. Kecemasan, depresi, dan bunuh diri yang terjadi itu merupakan bagian dari illusion of control,” tutur Kusbiantoro.
Oleh karena itulah, perguruan tinggi APTIK diajak untuk peduli pada masalah kesehatan mental, terutama di kalangan mahasiswa. Sebab, masalah kecemasan, depresi, dan bunuh diri di kalangan remaja di era digital cukup meningkat.
Untuk itu, APTIK merasa perlu menaruh kepedulian pada masalah ini dan bekerja sama agar mahasiswa tidak merasa terisolasi, dengan mengoptimalkan lembaga konseling secara tepat guna mengenali gejala yang ada dan secara tepat bisa mengatasinya.
Kepedulian
Sementara itu, Ketua Yayasan Atma Jaya Linus M Setiadi mengatakan, peran dan fungsi pendidikan tinggi saat ini menghadapi gugatan yang cukup serius. Untuk itu, kolaborasi dalam skala yang lebih luas, baik dari kalangan internal APTIK, pemerintah, maupun dunia industri, harus dikuatkan.
”Selain membahas adaptasi kurikulum terhadap paradigma disrupsi yang terbarukan ini, kolaborasi dan pengembangan kepedulian sebagai identitas Katolik untuk bisa menjadi jawaban terhadap persoalan-persoalan di tengah masyarakat sudah saatnya dilakukan secara simultan bersama dan terfokus,” kata Linus.
Kongres APTIK yang juga bertepatan dengan HUT Ke-40 APTIK diharapkan menjadi momen APTIK untuk maju dan bersinergi bersama menyumbangkan karya terbaik bagi bangsa dan negara. APTIK hendaknya mendorong anggotanya tumbuh bersama serta menghasilkan lulusan yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga profesional dan peduli atau memiliki intellectual humility.
Rektor Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Yuda Turana mendukung kolaborasi dan sinergi yang dilakukan APTIK. Sebab, perguruan tinggi menghadapi berbagai tantangan ke depan dalam upaya meningkatkan SDM unggul dan berdaya saing.
”Untuk itu, perlu suatu kolaborasi dan sinergisme berbagai keunggulan keilmuan lintas perguruan tinggi. Kami sebagai bagian dari APTIK, saat ini mendapat kehormatan sebagai tuan rumah 40 tahun APTIK, merupakan bagian dari misi from Semanggi to the nation,” ujar Yuda.
Yuda mengatakan, kolaborasi APTIK dilakukan lewat bidang tridharma dengan kesamaan misi dan visi diharapkan tidak hanya menghasilkan berbagai inovasi revolusioner, tetapi juga generasi muda yang berkarakter tangguh. Sebaran tenaga ahli berkualitas internasional dengan latar belakang keilmuan berbeda dan jaringan internasional yang luas di lingkungan APTIK tentunya akan meningkatkan daya saing APTIK ke jenjang internasional.
APTIK awalnya didirikan empat perguruan tinggi Katolik (Unika Atma Jaya, Jakarta; Unika Parahyangan, Bandung; Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta; dan Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya). Kini, APTIK telah berkembang menjadi 22 perguruan tinggi Katolik yang tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur.