Pascaputusan MK, Aktivis Desak Tambang di Pulau Kecil Segera Dihentikan
Putusan MK menjadi dasar untuk menghentikan kegiatan pertambangan di seluruh pulau-pulau kecil.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi menolak permohonan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Pemerintah agar segera menghentikan izin usaha pertambangan sekaligus melindungi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.
Sidang putusan gugatan uji materi UU Wilayah Pesisir diselenggarakan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (21/3/2024) di Gedung MK, Jakarta. Permohonan uji materi tersebut diajukan PT Gema Kreasi Perdana (GKP) yang memiliki izin usaha pertambahan (IUP) di Pulau Wawonii karena menganggap ada ketidakkonsistenan dalam Pasal 23 dan 35 UU tersebut.
Pasal 23 menyebutkan bahwa pertambangan bukan kegiatan yang diprioritaskan di pulau-pulau kecil. Sebaliknya, Pasal 35 menyatakan terdapat celah atau ruang untuk melakukan kegiatan pertambangan dengan catatan pertimbangan teknis, sosial, dan ekologis.
Menanggapai hal ini, Tim Advokasi Penyelamatan Pulau-pulau Kecil (Tapak) menilai, putusan MK tersebut harus dijadikan dasar pemerintah untuk menghentikan kegiatan pertambangan di seluruh pulau-pulau kecil di Indonesia. Saat ini tercatat ada 218 IUP dengan luas konsesi lebih dari 274.000 hektar di 34 pulau-pulau kecil di Indonesia.
Kuasa hukum dari Tapak, Fikerman Saragih, menyampaikan, putusan MK ini menunjukkan semangat perjuangan lingkungan khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil agar kelestarian ekologisnya tetap terjaga. Putusan ini pun sejalan dengan semangat MK yang tercatat dalam Putusan MK Nomor 3 Tahun 2010.
Suasana sidang pembacaan putusan oleh hakim Konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (21/3/2024).
Dalam tersebut, MK memberikan empat hak konstitusional kepada masyarakat pesisir dan pulau kecil. Beberapa di antaranya hak mendapatkan perairan bersih dan sehat, hak untuk mengelola wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan hak untuk mendapatkan manfaat dari pengelolaan tersebut.
”Kita harus tetap mengawal implementasi dari keputusan MK hari ini sehingga wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bisa bebas dari tambang mineral yang ada di Indonesia,” ujar Fikerman dalam keterangan yang diterima pada Jumat (22/3/2024).
Pulau-pulau kecil bukan untuk kegiatan tambang.
Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Muhammad Jamil mengatakan, putusan Majelis Hakim MK dalam perkara uji materi ini mendasarkan pada nilai-nilai dan semangat perlindungan serta penyelamatan seluruh kehidupan di wilayah pesisir dan pulau kecil. Hal ini menunjukkan, pulau-pulau kecil bukan untuk kegiatan tambang.
Putusan MK ini juga dipandang sebagai kemenangan rakyat secara umum, khususnya rakyat pesisir dan pulau kecil ini. Oleh karena itu, putusan ini harus menjadi momentum untuk mengevaluasi seluruh kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil.
PT GKP mengajukan gugatan uji materi dan meminta kata ”apabila” dalam pasal 23 dan 35 UU Wilayah Pesisir agar ditafsirkan tidak bertentangan dengan pertambangan di pulau kecil. Namun, UU tersebut, sebagaimana telah diganti menjadi UU No 1 Tahun 2014, telah menegaskan larangan aktivitas pertambangan di pulau yang dikategorikan sebagai pulau kecil, yaitu pulau yang memiliki luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 kilometer persegi.
Tim Tapak menilai, permohonan gugatan ini dengan menggunakan Pasal 28D dan 28I UUD 1945 sebagai batu uji justru tidak memiliki relevansi serta tidak berlandaskan hukum. Jika gugatan ini dikabulkan MK, baik bencana ekologis maupun konflik sosial pun akan semakin masif dan mengancam seluruh ekosistem wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil.
Pertimbangan MK
Dalam pertimbangannya, MK mengutip tujuan dibentuknya UU Wilayah Pesisir, yaitu untuk melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologinya secara berkelanjutan. UU tersebut juga dimaksudkan untuk menciptakan keharmonisan dan sinergi pemerintah dengan pemda dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau kecil.
MK menegaskan, ada banyak hal yang wajib diperhatikan dan dipenuhi saat pemerintah mengeluarkan izin pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil. Hal itu, misalnya, izin lokasi wajib mempertimbangkan kelestarian ekosistem perairan pesisir, masyarakat, nelayan tradisional, kepentingan nasional, dan hal lintas damai bagi kapal asing.
Selain itu, MK juga menyatakan tentang pentingnya memperhatikan UU Penataan Ruang dalam pemberian izin pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan, pembiaran terhadap penerbitan izin yang tidak sejalan dengan penataan ruang dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil justru akan menyebabkan tidak terlindunginya hak-hak masyarakat atas kelestarian lingkungan. Padahal, hal ini sudah dijamin dalam Pasal 28H Ayat (1) UUD 1945. (Kompas.id, 21/3/2024)