Realitas Virtual Efektif Bangkitkan Kewaspadaan Perubahan Iklim
Realitas virtual efektif menumbuhkan kesadaran terhadap perubahan iklim melalui gambaran nyata kerusakan lingkungan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menggambarkan skenario terburuk perubahan iklim diharapkan lebih memotivasi masyarakat untuk mendukung kebijakan pelestarian lingkungan. Penelitian terbaru di Penn State University, Amerika Serikat, menyebutkan, penggunaan realitas virtual lebih efektif dalam membangkitkan kesadaran dan kewaspadaan mengantisipasi perubahan iklim.
Laporan hasil penelitian tersebut telah dipublikasikan di jurnal Science Communication pada Februari 2024. Temuan penelitian ini dapat digunakan untuk membantu kelompok advokasi lingkungan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap krisis iklim.
Penulis pertama studi itu, Mengqi Liao, mengatakan, tidak mudah mengomunikasikan permasalahan lingkungan kepada masyarakat awam karena dampaknya biasanya bersifat jangka panjang dan sulit diprediksi. Selain itu, tidak semua lokasi kerusakan lingkungan akibat perubahan iklim bisa dijangkau dengan mudah, salah satunya kerusakan terumbu karang setidaknya dalam 30 tahun terakhir.
”Di sinilah realitas virtual sangat berguna. Anda dapat memperkenalkan kondisi lingkungan kepada masyarakat dan menunjukkan apa yang terjadi jika kita gagal mengambil tindakan mengantisipasinya,” ujarnya dilansir dari Eurekalert.org, Rabu (20/3/2024).
Menurut Liao, gambaran nyata tentang kerusakan lingkungan dapat menjadi cara persuasif untuk mendorong masyarakat mengambil tindakan penyelamatan. Hal ini sekaligus menumbuhkan kesadaran untuk mendukung kebijakan pelestarian lingkungan.
Dalam riset ini, para peneliti merekrut 130 peserta dari Amazon Mechanical Turk. Mereka meminta peserta mengisi kuesioner untuk mengukur variabel sikap terhadap perubahan iklim. Kemudian para peserta dibagi dalam dua kelompok dan mendapatkan kesempatan menyaksikan kondisi lingkungan menggunakan realitas virtual.
Kelompok pertama menyaksikan ekosistem karang yang sehat dan selanjutnya karang yang tidak sehat. Pesan konten ini menjelaskan konsekuensi negatif dari kegagalan mengadopsi perilaku mitigasi perubahan iklim.
Tidak mudah mengomunikasikan permasalahan lingkungan kepada masyarakat awam karena dampaknya biasanya bersifat jangka panjang dan sulit diperkirakan.
Sementara kelompok kedua menyaksikan ekosistem karang dengan urutan sebaliknya, dari yang tidak sehat dilanjutkan dengan karang yang sehat. Konten ini menjelaskan dampak positif penerapan kebijakan iklim.
Hasilnya, pesan-pesan kerugian akibat perubahan iklim lebih efektif memotivasi masyarakat mendukung kebijakan mitigasi perubahan iklim ketika disampaikan melalui realitas virtual. Teknologi ini lebih menarik dan menyita perhatian, serta memiliki hambatan kognitif yang rendah sehingga lebih mudah dipahami.
”Orang jauh lebih rentan secara emosional atau lebih cenderung terpengaruh oleh presentasi pesan advokasi yang disampaikan melalui realitas virtual, terutama jika presentasi tersebut berfokus pada kerugian,” ujar S Shyam Sundar, penulis senior studi itu.
Dari sekian banyak dampak perubahan iklim, para peneliti memilih untuk menggambarkan ekosistem terumbu karang. Sebab, selain menjadi salah satu spesies yang paling terancam punah akibat perubahan iklim, ekosistem karang juga jauh dari pengalaman hidup banyak orang.
”Pemanfaatan realitas virtual bisa menumbuhkan empati lebih baik karena penggunanya seperti menyatu dengan lingkungan. Pesan kerugian membangkitkan emosi seperti rasa takut. Terkadang rasa takut dapat direpresentasikan dengan lebih baik melalui media visual yang canggih seperti realitas virtual,” ujarnya.