Imunisasi Anak Menentukan Kualitas Generasi Masa Depan
Kampanye imunisasi bukan hanya menjadi tugas dokter dan tenaga kesehatan, semua pihak harus berkolaborasi.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberian imunisasi kepada anak harus terus digencarkan, terlebih pemerintah sudah memasukkan vaksin human papilloma virus dalam program imunisasi rutin wajib di Indonesia. Semua pihak harus berperan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya imunisasi untuk kesehatan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemberian imunisasi dasar bagi anak sangat menentukan kesehatan generasi masa depan. Masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkan semua vaksin tersebut, termasuk vaksin human papilloma virus (HPV) pencegah kanker leher rahim (serviks).
Budi menegaskan, dengan imunisasi dasar yang lengkap, kualitas hidup anak akan semakin sehat dan masyarakat yang sehat meringankan beban fiskal negara. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencatat, beban jaminan kesehatan meningkat dari Rp 113,4 triliun pada 2022 menjadi Rp 158,8 triliun pada 2023.
”Agar bisa anak-anak kita sehat, intervensinya itu harus preventif. Preventif itu salah satunya adalah imunisasi. Nah, imunisasi itu harus diberikan secara lengkap untuk menurunkan anak-anak kita supaya nanti daya tahan tubuhnya lebih siap kalau ada penyakit menular yang menyerang,” kata Budi saat acara lokakarya kampanye imunisasi nasional yang digelar Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), di Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Adapun 14 jenis vaksin yang diberikan kepada anak dalam program imunisasi rutin wajib Kementerian Kesehatan dimulai dari imunisasi dasar, yakni vaksin BCG Polio 1 untuk mencegah penularan tuberkulosis dan polio yang diberikan pada usia 1 bulan. Kedua, vaksin DPT-HB-Hib 1 Polio 2 untuk mencegah polio, difteri, batuk rejan, tetanus, hepatitis B, meningitis, dan pneumonia pada usia 2 bulan.
Kemudian, diberikan vaksin DPT-HB-Hib 2 pada usia 3 bulan dan DPT-HB-Hib 3 pada usia 4 bulan, keduanya untuk mencegah polio. Lalu, vaksin campak untuk mencegah campak pada usia 9 bulan.
Dilanjutkan dengan imunisasi lanjutan pada bayi usia 18-24 bulan dengan vaksin DPT-HB-Hib 1 dosis untuk mencegah penyakit difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, pneumonia, dan meningitis, serta 1 dosis vaksin campak rubella untuk mencegah penyakit rubella.
Memasuki usia sekolah dasar, imunisasi anak dilanjutkan dengan vaksin campak rubella lagi dan vaksin DT pada anak kelas I SD. Lalu, vaksin tethanus diphteria (TD) untuk anak kelas II dan kelas V SD.
Peran komunikasi kesehatan ini bukan hanya menjadi tugas dokter dan tenaga kesehatan.
Sejak 2022, pemerintah menambahkan tiga jenis vaksin untuk anak, yakni vaksin pneumococcal conjugate vaccine (PCV), vaksin rotavirus, dan vaksin HPV.
Vaksin PCV bertujuan untuk mencegah penyakit radang paru, radang selaput otak, radang telinga yang disebabkan oleh bakteri pneumokokus. Vaksin rotavirus untuk mencegah diare berat dan komplikasinya yang disebabkan oleh virus rota.
Sementara vaksin HPV untuk mencegah kanker leher rahim (kanker serviks) pada wanita. Vaksin HPV wajib bagi anak perempuan kelas V dan VI SD yang diberikan dalam program kegiatan BIAS yang dilaksanakan pada Agustus setiap tahunnya.
Semua program ini akan berjalan lancar jika masyarakat teredukasi akan pentingnya imunisasi anak. Menurut Budi, peran komunikasi kesehatan ini bukan hanya menjadi tugas dokter dan tenaga kesehatan, melainkan semua pihak juga harus berkolaborasi mengedukasi melalui berbagai macam saluran.
Ketua IDAI Piprim Basarah Yanuarso mengakui, program imunisasi anak sering kali menemui sejumlah hambatan. Mulai dari penolakan di masyarakat karena informasi keliru tentang vaksin hingga perdebatan tentang status halal sebuah vaksin.
Oleh karena itu, lokakarya yang digelar IDAI bersama International Pediatric Association (IPA) di Jakarta ini mengajak semua perwakilan IDAI daerah, tokoh agama dan masyarakat, dokter dan tenaga kesehatan, guru dan tenaga kependidikan, serta praktisi media massa untuk berkolaborasi mengedukasi masyarakat.
”Kampanye imunisasi bukan hanya milik dokter, melainkan milik semua dan ini akan sangat efektif kalau dikomunikasikan dengan bahasa yang relevan di masyarakat,” kata Pimprim.
Cakupan imunisasi
Direktur Eksekutif IPA Aman Bhakti Pulungan menambahkan, imunisasi rutin pada anak adalah prioritas. Pemberian imunisasi sedari dini dapat mencegah atau menghindari perparahan sejumlah penyakit, bahkan mencegah kejadian luar biasa.
Namun, IPA melihat Indonesia sebagai negara kepulauan yang luas membuat program imunisasi rutin wajib belum merata. Akibatnya, belum lama ini, terjadi KLB Polio di Klaten, Jawa Tengah, pada Desember 2023 dan Januari 2024.
”Kemampuan program kita ini tidak sama. Jadi, kita bisa lihat cakupan imunisasi yang bagus hanya di beberapa provinsi, di provinsi lain jelek, ini terjadi pada polio,” kata Aman.
Walau begitu, Kementerian Kesehatan mencatat cakupan imunisasi rutin lengkap nasional perlahan kembali meningkat setelah merosot akibat pandemi Covid-19, yakni sekitar 94,9 persen anak telah imunisasi pada 2022. Namun, ini belum cukup. Masih ada sekitar 5 persen atau 240.000 anak-anak Indonesia yang belum terlindungi.