Perempuan Indonesia Lebih Banyak Mengakses Pendidikan Tinggi daripada Laki-laki
Partisipasi perempuan di bidang pendidikan semakin baik, tetapi masih tertinggal dibandingkan pria di dunia kerja.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Akses perempuan Indonesia terhadap pendidikan sudah setara dengan laki-laki. Bahkan, partisipasi perempuan dalam jenjang pendidikan menengah hingga tinggi jauh lebih cepat. Perbaikan ini dipengaruhi peningkatan capaian dimensi kesehatan reproduksi dan pemberdayaan.
Dari indeks kesetaraan jender (IKG) tahun 2022 yang dirilis Badan Pusat Statistik terlihat kesetaraan jender makin baik. Nilai IKG tahun 2022 sebesar 0,459, turun 0,006 poin dibandingkan tahun 2021 yang sebesar 0,465. Nilai IKG yang makin turun menunjukkan kesetaraan jender membaik.
Perbaikan dimensi pemberdayaan dipengaruhi perbaikan indikator persentase perempuan berusia 25 tahun ke atas yang berpendidikan sekolah menengah atas ke atas yang meningkat lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Persentase perempuan meningkat dari 34,87 persen tahun 2021 menjadi 36,95 persen, sedangkan persentase laki-laki meningkat dari 41,30 persen menjadi 42,06 persen pada tahun 2022.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Suharti, di Jakarta, Kamis (8/3/2024), mengatakan, Kemendikbudristek meningkatkan kesetaraan akses pendidikan laki-laki dan perempuan. Dari akses pendidikan, partisipasi perempuan melebihi laki-laki.
Di jenjang pendidikan tinggi yang mengacu data Pangkalan Data Diktiristek, jumlah mahasiswa perempuan sekitar 3,25 juta orang. Adapun mahasiswa laki-laki sekitar 3,09 juta orang.
Menurut Suharti, kesetaraan jender dalam mengakses pendidikan memang semakin baik. Namun, dalam ranah ekonomi dan publik, baru 52-53 persen perempuan terlibat.
”Ada tantangan dalam peningkatan pendidikan perempuan yang makin setara dalam pendidikan. Masih perlu peningkatan kesetaraan perempuan dalam ranah ekonomi, bidang STEM (sains, teknologi, teknik, seni, dan matematika), hingga kepemimpinan di dunia kerja,” kata Suharti.
Dukungan perempuan muda untuk mengembangkan diri tanpa halangan jender juga mendapat dukungan dari dunia usaha. Sebagai contoh, selama tujuh tahun, perusahaan kecantikan Glow & Lovely memberikan beasiswa bagi perempuan muda dari keluarga miskin agar bisa kuliah sesuai cita-cita mereka.
Pada tahun 2023, jumlah beasiswa bagi perempuan muda dari keluarga tidak mampu dari sejumlah daerah di Indonesia meningkat menjadi 75 orang dari sebelumnya di kisaran 60 orang.
Membuahkan hasil
Perbaikan kesetaraan jender dalam pendidikan, seperti yang ditunjukkan Indonesia, juga terjadi secara global. Pada Hari Perempuan Internasional, Organisasi PBB Bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya (UNESCO) merilis lembar fakta baru yang menunjukkan investasi pada pendidikan anak perempuan membuahkan hasil positif dua dekade terakhir.
Dari kajian UNESCO terlihat, saat ini lebih sedikit anak perempuan yang putus sekolah dibandingkan anak laki-laki. Lebih banyak perempuan yang terdaftar di pendidikan tinggi dibandingkan pria di seluruh dunia.
”Namun, jalan yang harus ditempuh untuk mencapai kesetaraan jender dalam pendidikan secara global masih panjang,” kata Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay dalam keterangan tertulis.
Meskipun terdapat kemajuan, secara mengejutkan ada 122 juta anak perempuan yang tidak bersekolah di seluruh dunia. Ketidakberuntungan anak perempuan diperburuk beberapa faktor, antara lain kemiskinan dan lokasi. Ada juga perbedaan regional. Di Afrika Sub-Sahara, kesetaraan jender dalam partisipasi sekolah belum tercapai di tingkat pendidikan mana pun.
Jalan yang harus ditempuh untuk mencapai kesetaraan jender dalam pendidikan secara global masih panjang.
Potensi pencapaian hasil belajar siswa perempuan dalam pendidikan juga baik. Anak perempuan mempunyai kemampuan membaca yang lebih baik dibandingkan anak laki-laki.
Secara global, untuk tiap 100 anak laki-laki yang cakap terdapat 115 anak perempuan yang cakap membaca pada akhir pendidikan menengah pertama.
Anak laki-laki mempunyai sedikit keunggulan dibandingkan anak perempuan dalam bidang matematika di pendidikan dasar, tetapi hal ini berbanding terbalik di pendidikan menengah pertama. Anak laki-laki unggul dibandingkan anak perempuan di bidang matematika dengan prestasi lebih tinggi.
Meski jumlah perempuan muda melebihi laki-laki muda yang bersekolah di universitas secara global, hanya 9 persen perempuan muda yang mendaftar ke pendidikan tinggi ketika pendidikan dasar dan menengah tidak bersifat wajib dan tidak gratis.
Secara global, kerugian sumber daya manusia akibat ketidaksetaraan jender diperkirakan sebesar 160 triliun dollar AS, yang merupakan dua kali lipat nilai produk domestik bruto global. ”Penting untuk mendidik anak perempuan karena punya dampak sosial besar,” kata Audrey.
Tema Hari Perempuan Internasional yang diperingati tiap 8 Maret pada tahun ini adalah berinvestasi pada perempuan untuk mempercepat kemajuan. Diskriminasi jender yang terus dibiarkan akan berdampak negatif terhadap perekonomian dan masyarakat.
Sejauh ini UNESCO mengembangkan Kerangka Ketahanan Berbasis Jender, yakni memberdayakan perempuan untuk kebaikan warga. ”Hal ini menekankan pentingnya menutup kesenjangan jender dalam ketenagakerjaan, inovasi dan olahraga, serta dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan,” kata Audrey.