Penyakit Tidak Menular pada Anak Kian Meningkat, Dokter Diminta Lebih Responsif
Pola penyakit di masyarakat semakin bergeser dengan meningkatnya kasus penyakit tidak menular, termasuk pada anak.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pola penyakit dan kematian di masyarakat semakin bergeser dari sebelumnya didominasi penyakit infeksi dan menular menjadi penyakit tidak menular. Hal ini juga terjadi pada anak-anak. Karena itu, masyarakat dan tenaga kesehatan, terutama dokter, diharapkan bisa lebih responsif untuk mendeteksi serta melakukan tata laksana sejak dini pada anak-anak.
Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, penyakit tidak menular kian menjadi ancaman kesehatan di masyarakat. Penyakit tidak menular pun menjadi penyebab kematian terbesar di Indonesia.
Pergeseran gaya hidup masyarakat yang semakin modern serta adanya perubahan iklim turut berdampak pada pergeseran pola penyakit. Saat ini, pola penyakit di masyarakat didominasi penyakit tidak menular.
”Perubahan tren penyakit juga diikuti dengan pergeseran pola penyakit. Sebelumnya, penyakit tidak menular lebih banyak ditemukan pada orang tua. Saat ini, prevalensi penyakit semakin meningkat pada kelompok usia 10–14 tahun dan penyakit terbanyak adalah penyakit jantung, kelainan darah, malanutrisi, dan diabetes,” kata Piprim, Minggu (25/2/2024).
Mengutip data Unicef, satu dari lima kematian pada remaja terjadi akibat penyakit tidak menular. Data Riset Kesehatan Dasar 2018 juga menyebutkan adanya peningkatan prevalensi penyakit tidak menular pada anak dan remaja dibandingkan dengan data tahun 2013.
Piprim mengatakan, kenaikan prevalensi penyakit tidak menular berhubungan dengan faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan dan dapat dikendalikan. Salah satu faktor yang tidak dapat dikendalikan adalah usia. Semakin tua usia seseorang, risiko penyakit tidak menular semakin meningkat.
Sebelumnya, penyakit tidak menular lebih banyak ditemukan pada orang tua. Saat ini, prevalensi penyakit semakin meningkat pada kelompok usia 10–14 tahun dan penyakit terbanyak adalah penyakit jantung, kelainan darah, malanutrisi, dan diabetes.
Namun, masyarakat perlu lebih memperhatikan faktor yang dapat dikendalikan, yaitu kebiasaan hidup yang tidak sehat. Risiko penyakit tidak menular pada anak semakin besar apabila mereka mengalami gangguan pertumbuhan dan gangguan metabolik. Sekalipun anak lahir dengan kondisi baik, karena gaya hidup tidak sehat, maka risiko penyakit tidak menular juga bisa terjadi di masa depan.
Gaya hidup tidak sehat tersebut antara lain kurang beraktivitas fisik, obesitas atau kelebihan berat badan, dan merokok. Hidup dengan kualitas udara yang buruk juga dapat menjadi faktor risiko dari penyakit tidak menular.
Data Unicef menunjukkan, sekitar 81 persen remaja tidak melakukan aktivitas fisik yang cukup, 150 juta orang pun menggunakan produk tembakau. Selain itu, 41 juta anak di atas usia lima tahun memiliki berat badan berlebihan ataupun obesitas. Tercatat pula lebih dari 90 persen anak usia di bawah 15 tahun menghirup udara beracun setiap hari.
Deteksi dini
Oleh sebab itu, Piprim menuturkan, masyarakat serta tenaga kesehatan, termasuk dokter umum dan dokter spesialis anak, diminta melakukan tata laksana penyakit tidak menular sejak dini pada anak. Kasus penyakit tidak menular yang terus meningkat membuat upaya pencegahan terhadap penyakit tersebut harus dilakukan sedini mungkin.
”Para dokter umum dan dokter spesialis anak di Indonesia agar dapat mendeteksi dan melakukan tata laksana PTM (penyakit tidak menular) sejak dini untuk mencegah komplikasi di masa dewasa,” tutur Piprim.
Ketua IDAI Cabang Lampung Fedriyansyah mengatakan, para dokter pun diharapkan untuk terus meningkatkan kapasitasnya dalam penanganan penyakit tidak menular pada anak. Para dokter umum dan dokter spesialis anak perlu memperbarui ilmu terkini mengenai penanganan penyakit tidak menular. Dengan begitu, kualitas pelayanan kesehatan anak bisa lebih baik sehingga tumbuh kembang anak pun tetap optimal.