Sasaran vaksinasi HPV akan diperluas tidak hanya pada anak perempuan, tetapi juga anak laki-laki.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Vaksinasi HPV yang menjadi salah satu cara untuk mencegah penularan kanker serviks pada perempuan akan diberikan secara luas bagi masyarakat di Indonesia. Pemerintah sebelumnya menetapkan sasaran penerima vaksin HPV pada semua anak perempuan usia 11 tahun dan 12 tahun. Sasaran tersebut akan diperluas pada anak laki-laki mulai tahun 2028.
Ketua Tim Kerja Penyakit Kanker dan Kelainan Darah Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Theresia Sandra Diah Ratih, di Jakarta, Kamis (22/2/2024), mengutarakan, pemerintah menargetkan mencapai eliminasi kanker serviks pada 2030. Ada tiga prioritas untuk mencapai hal itu, yakni aspek vaksinasi, penapisan, dan tata laksana.
Dari prioritas itu ditetapkan pada 2030 ada 90 persen anak perempuan dan laki-laki divaksinasi HPV sebelum usia 15 tahun, 75 persen perempuan usia 30-69 tahun mendapat penapisan tes DNA HPV, dan 90 persen perempuan dengan lesi prakanker dan kanker mendapat tata laksana. Terkait vaksinasi, pemerintah memberlakukan nasional program vaksin HPV bagi anak berusia 11 tahun dan 12 tahun.
”Pada fase pertama yang rencananya dilakukan hingga 2027 ditargetkan semua anak perempuan usia 11 tahun dan 12 tahun mendapatkan vaksin HPV. Sementara yang belum divaksin harus menerima vaksin lanjutan pada usia 15 tahun. Ini termasuk pada anak yang tidak bersekolah,” tuturnya.
Apabila vaksinasi pada usia 11 tahun dan 12 tahun diberikan masing-masing satu dosis, pada anak perempuan usia 15 tahun yang belum divaksin akan mendapatkan vaksin tiga dosis. Hal itu disebabkan efektivitas vaksin lebih optimal diberikan sebelum usia 14 tahun dibandingkan pada perempuan usia di atas 15 tahun.
Pada tahun ini, vaksinasi HPV lanjutan untuk anak perempuan usia 15 tahun akan diberikan pada Agustus dan September untuk vaksin dosis pertama dan kedua. Sementara dosis ketiga akan diberikan tahun depan dengan jarak sekitar enam bulan dari dosis kedua.
Bagi perempuan dewasa berusia di atas 21-26 tahun didorong pula untuk mendapatkan vaksin HPV. Namun, vaksin HPV untuk usia tersebut tidak masuk dalam program pemerintah sehingga aksesnya harus dilakukan secara mandiri.
Anak laki-laki
Sandra mengatakan, pelaksanaan vaksinasi HPV untuk fase kedua akan mulai dilakukan pada 2028 sampai tahun 2030. Pelaksanaan vaksinasi akan diberikan pada sasaran anak perempuan usia 11 tahun dan 12 tahun serta vaksinasi lanjutan pada anak usia 15 tahun.
Namun, mulai tahun 2028, vaksinasi HPV juga akan diberikan pada anak laki-laki. Vaksinasi HPV pada anak laki-laki akan ditujukan pada usia 11 tahun dan 12 tahun atau setara dengan anak usia sekolah dasar kelas 5 dan kelas 6. Vaksinasi lanjutan juga akan diberikan pada anak usia 15 tahun.
”Dengan program tersebut, pada 2030 diharapkan seluruh anak usia di bawah 15 tahun sudah mendapatkan vaksin HPV. Pada tahun 2030, harapannya perempuan usia 26 tahun juga memperoleh vaksin HPV karena ketika usia 11 tahun dan 12 tahun di 2023 sudah divaksinasi,” tutur Sandra.
Vaksin HPV perlu diberikan pula pada laki-laki karena virus HPV juga bisa menginfeksi pada laki-laki. Virus HPV tidak hanya bisa menyebabkan kanker serviks atau leher rahim, tetapi juga kutil kelamin, kanker penis, dan kanker anus yang bisa menyerang pada laki-laki. Karena itu, vaksin HPV tidak hanya diberikan pada anak perempuan, tetapi juga anak laki-laki.
Deteksi
Pada upaya deteksi dini, Sandra menambahkan, pemerintah juga berupaya memperkuat penapisan atau skrining dari kanker serviks. Pada 2023-2027 ditargetkan semua perempuan usia 30-69 tahun mendapatkan penapisan berupa tes DNA HPV sebagai metode skrining utama.
Deteksi dengan tes tersebut dinilai lebih efektif dibandingkan metode lainnya, seperti pap smear atau IVA (inspeksi visual asam asetat). Setelah itu, upaya penapisan akan diperluas kembali pada semua perempuan usia 30-69 tahun dengan rekomendasi dilakukan setiap sepuluh tahun sekali.
Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) Brahmana Askandar Tjokroprawiro menuturkan, penapisan rutin sebagai upaya deteksi dini kanker serviks. Perjalanan penyakit dari infeksi virus HPV masuk ke dalam tubuh hingga menjadi kanker serviks cukup panjang, yakni lebih dari sepuluh tahun. Dengan penapisan rutin, kanker serviks diharapkan bisa terdeteksi sejak dini.
Jumlah kasus kanker serviks atau kanker leher rahim di Indonesia menempati urutan kedua terbesar setelah kanker payudara. Data Globocan atau Global Burden of Cancer Study menunjukkan terdapat 36.633 kasus baru dan 21.003 kematian akibat kanker serviks pada 2020 di Indonesia. Hal itu berarti ada 50 kasus kanker serviks yang terdeteksi setiap hari dengan lebih dari dua kematian setiap jam.
Ia menyampaikan, penapisan dianjurkan pada perempuan yang sudah berhubungan seksual. Setidaknya pemeriksaan dilakukan paling lambat tiga tahun setelah mulai beraktivitas seksual ketika ada keluhan ataupun tanpa keluhan. Sebagian besar kasus kanker serviks ditemukan pada perempuan yang sudah berhubungan seksual.
”Kanker serviks seharusnya bisa dicegah. Berbeda dengan kanker lainnya, kanker serviks penyebabnya jelas, yakni virus HPV. Perjalanannya juga lama untuk menjadi kanker. Selain itu, ada deteksi dini yang sederhana dan efektif, baik IVA, pap smear, maupun DNA. Belum lagi sudah ada vaksinnya yang bisa mencegah, yaitu vaksin HPV,” ujar Brahmana.