Cegah Perundungan, Orangtua Harus Mengawasi Tumbuh Kembang Anak
Peran keluarga dalam mengasuh anak-anak sangat penting untuk menghindarkan mereka dari aksi perundungan.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Belajar dari kasus-kasus perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah, para orangtua diingatkan kembali untuk menjalankan peran mereka dalam mengawasi dan memperhatikan perkembangan sikap serta perilaku anak. Hal ini penting untuk mendeteksi perubahan atau ketimpangan perilaku pada anak.
”Keluarga memiliki peran utama dalam mengawasi perilaku dan tumbuh kembang anak dengan rutin melakukan deteksi dini terhadap potensi-potensi perilaku berisiko dan mencegah kondisi serupa terjadi di lingkungan terdekat anak ataupun masyarakat,” ujar Pelaksana Harian Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak (PKA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Rini Handayani, Rabu (21/2/2024).
Menyikapi terjadinya kasus dugaan perundungan siswa Binus School Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Kementerian PPPA meminta kepada masyarakat agar tidak menyebarluaskan foto ataupun video yang melibatkan anak korban dan sekelompok anak yang terduga terlapor. Masyarakat diharapkan tidak menyebarkan foto dan video yang memperlihatkan tindakan perundungan dengan jelas.
Rini juga meminta masyarakat agar segera melapor kepada pihak berwajib jika mendapatkan atau menemui kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di sekitarnya kepada SAPA 129 Kemen PPPA melalui hotline 129 atau Whatsapp 08111-129-129 atau melaporkan ke polisi setempat.
Terkait kondisi akhir dari anak korban perundungan di Serpong, menurut Rini, seusai menjalani perawatan di rumah sakit, Selasa (20/2/2024), korban juga menjalani pemeriksaan psikologis di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Tangerang Selatan, didampingi orangtuanya.
”Mengingat usia anak korban berada di usia remaja, maka dibutuhkan pendampingan psikologis secara intensif agar proses pemulihan dari dampak traumatis yang dirasakan oleh anak korban pun berjalan sesuai dengan yang diharapkan,” ujar Rini Handayani.
Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, kasus perundungan tersebut terungkap dari unggahan salah satu kerabat korban di kanal media sosial tentang perundungan yang dilakukan oleh kawanan pelajar di salah satu SMA di Serpong.
Unggahan di media sosial tersebut viral setelah diketahui bahwa salah satu terduga terlapor merupakan anak dari seorang figur publik. Anak-anak yang diduga sebagai pelaku diketahui masih anak-anak dan lainnya sudah masuk usia dewasa.
Kasus dugaan perundungan yang terjadi di lingkungan Binus School Serpong tersebut hingga kini terus dikawal Kementerian PPPA dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Selain memantau proses hukum, siswa yang menjadi korban perundungan juga mendapat perhatian.
Pascaterungkapnya kasus tersebut, menurut Rini, Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati meminta agar proses penyelesaian kasus tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Undang-Undang Perlindungan Anak) dan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. Sebab, baik anak korban maupun beberapa terduga pelaku masih berusia anak.
”Usia para korban dan para terduga terlapor ini adalah usia remaja di mana mereka sedang mengalami masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja, mereka cenderung mengalami emosi yang fluktuatif dan menggebu-gebu sehingga terkadang menyulitkan bagi mereka ataupun orangtua dan sekitar,” papar Rini.
Tindakan yang dilakukan oleh anak-anak terduga terlapor sangat mungkin dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk nilai-nilai pribadi, norma sosial, tekanan dari teman sebaya atau lingkungan, hingga pengelolaan informasi yang salah.
Sesuai UU Perlindungan Anak
Menindaklanjuti kasus perundungan tersebut, pada Selasa (20/02/2024), KPAI bersama Polres Metro Tangerang Selatan, Kementerian PPPA, serta UPTD PPA Kota Tangerang Selatan melakukan koordinasi untuk mendorong kasus tersebut diselesaikan cepat dengan perspektif anak.
”Karena korban dan terduga pelaku masih berusia anak, maka proses penanganan terhadap anak korban kekerasan fisik ataupun anak berkonflik hukum harus sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak,” kata Diyah Puspitarini, anggota KPAI.
Karena korban dan terduga pelaku masih berusia anak, maka proses penanganan terhadap anak korban kekerasan fisik ataupun anak berkonflik hukum harus sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.
Diyah yang juga pengampu kluster anak korban kekerasan fisik/psikis menegaskan, sesuai amanat UU Perlindungan Anak, korban kekerasan fisik ataupun anak berkonflik dengan hukum wajib mendapatkan perlindungan khusus dari pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya.
Selain itu, KPAI terus mengimbau agar masyarakat dan media, selain tidak menyebarluaskan video perundungan, juga harus melindungi identitas anak korban kekerasan dan anak yang sedang berkonflik dengan hukum.
”Pada dasarnya, identitas anak ataupun sekolah harus dirahasiakan karena ini bisa mengganggu stabilitas belajar mengajar dan mengganggu psikis anak akibat viralnya kasus tersebut. Terlebih, KPAI akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika agar dapat melakukan take down video yang sudah beredar terkait kasus perundungan di lingkungan sekolah, yang telah viral melalui media sosial,” kata Diyah.