Tiga Ngengat Jenis Baru Ditemukan, Satu di Antaranya Hama Cengkeh
Peneliti BRIN berhasil mengidentifikasi tiga ngengat jenis baru. Salah satunya ”Cryptophasa warouwi”, jenis hama.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan Badan Riset dan Inovasi Nasional mengidentifikasi tiga ngengat jenis baru. Salah satu jenis ngengat yang ditemukan tersebut perlu diwaspadai, terutama pada petani cengkeh, karena jenis ngengat itu dapat berpotensi merusak batang dan ranting cengkeh.
Jenis ngengat yang patut diwaspadai tersebut Cryptophasa warouwi. Serangan dari ngengat yang menjadi hama endemik baru dari Pulau Sangihe, Sulawesi Utara, itu perlu diantisipasi oleh para petani.
Peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi (PRBE) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Hari Sutrisno, yang turut dalam penemuan tiga jenis ngengat baru, menuturkan, larva dari ngengat Cryptophasa telah dikenal sebagai hama penggerek cabang dan batang. Hewan nokturnal atau aktif saat malam hari tersebut akan memotong daun sebagai makanan serta membuat terowongan dan menutup lubang tersebut dengan anyaman sutra dan kotorannya.
Larva jenis baru tersebut juga pernah terpantau mengganggu tanaman cengkeh di Pulau Sangihe pada 2016 dan persebarannya terus meluas hingga tahun 2023.
”Pada tahun 2023, aktivitas serangan (hewan) tersebut pernah menyebabkan kerusakan yang bervariasi pada tanaman cengkeh di lima kecamatan di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara. Investasinya mengakibatkan kerusakan cabang dan ranting yang menyebabkan penurunan densitas daun pada tanaman cengkeh,” katanya dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (16/2/2024).
Peneliti dari PRBE BRIN lain, Pramesa Narakusumo, mengatakan, larva jenis baru tersebut juga pernah terpantau mengganggu tanaman cengkeh di Pulau Sangihe pada 2016 dan persebarannya terus meluas hingga tahun 2023. Larva itu memiliki karakter diagnostik yang khas, yakni ketika berbentuk ngengat akan berwarna coklat tua dengan struktur tegas pada alat kelaminnya.
Selain itu, pada kode batang DNA menunjukkan kekerabatan dengan spesies Cryptophasa lainnya meski ngengat ini memiliki antena jantan yang lebih mirip dengan genus Paralecta. Adapun penjelasan mengenai detail fisik dari spesies baru tersebut telah dibahas dalam jurnal Zootaxa Volume 5403 Nomor 1 yang terbit pada 18 Januari 2024.
Dosen Universitas Sam Ratulangi, Jackson F Watung, menambahkan, ngengat jenis Cryptophasa warouwi ditemukan tidak hanya menyerang tanaman cengkeh, tetapi juga menyerang tanaman jambu air dan jambu biji. Itu sebabnya, para petani perlu mengantisipasinya secara optimal.
”Ancaman ini dapat dikategorikan sebagai serangan serangga hama oligofag (hama yang makan lebih dari satu jenis tanaman) sehingga sangat penting untuk segera mengembangkan rencana strategi pengendalian hama, analisis risiko hama, menyusun daftar hama karantina, dan manajemen pengelolaan hama lainnya,” ujarnya.
Jenis lain
Selain Cryptophasa warouwi, jenis ngengat baru lain yang berhasil diidentifikasi yaitu Glyphodes nurfitriae dan Glyphodes ahsanae. Hasil analisis morfologi dari peneliti BRIN dan Universitas Sam Ratulangi menyatakan, jenis ngengat tersebut sebagai taksa baru. Publikasi terkait penemuan tersebut juga telah terbit dalam jurnal Zootaxa Volume 5403 Nomor 4 pada 23 Januari 2024.
”Total Glyphodes yang tercatat di Indonesia saat ini berjumlah 48 buah. Publikasi terakhir tentang spesies Glyphodes dari Papua dan Sulawesi yang dipublikasikan Munroe pada tahun 1960. Sejak saat itu tidak ada lagi spesies yang dideskripsikan dari wilayah ini,” kata Pramesa.
Ia menambahkan, temuan dari ngengat jenis baru tersebut turut menambah dimensi baru pada kriteria morfologi dalam kategori spesies Glyphodes. Hal itu sekaligus menggarisbawahi pentingnya studi morfologi yang komprehensif untuk menyempurnakan taksonomi dan sistematika dalam genus. Selain itu, penekanan pada karakteristik alat kelamin dan identifikasi fitur diagnostik baru yang potensial akan berkontribusi untuk memperdalam pemahaman akan keanekaragaman Glyphodes.
Hama
Menurut Pramesa, temuan tiga jenis ngengat baru ini akan memperkuat pengetahuan sistematika yang kelak dapat membantu upaya pengendalian hama sekaligus mengidentifikasi biodiversitas di Indonesia. Tiga taksa baru ini juga dapat memperkuat pengetahuan sistematika mengenai ordo Lepidoptera sehingga para ilmuwan dapat menentukan peran dari setiap jenis ngengat yang hidup di alam.
Adanya kepastian nama dari jenis hama pun diyakini dapat mempermudah dan membuat upaya pengenalan pada hama-hama tersebut menjadi lebih efektif. Itu disebabkan setiap jenis hama memerlukan strategi pengendalian yang berbeda-beda.
”Jika karakter hewan nokturnal ini diketahui dapat mengancam, seperti menjadi hama tanaman, tentunya temuan ini bisa menjadi referensi penting bagi pemerintah untuk menentukan status hama, kebijakan pengendalian, menghitung tingkat serangan, dan menelusuri daerah sebaran hama di sebuah wilayah. Petani juga dapat terhindar dari kerugian ekonomi,” tutur Pramesa.