Hampir Separuh Spesies yang Bermigrasi di Dunia Mengalami Penurunan
Hampir separuh spesies di dunia yang dalam siklus hidupnya melakukan migrasi mengalami penurunan populasi.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Laporan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjukkan penurunan keragaman spesies di dunia yang semakin mengkhawatirkan. Hampir separuh spesies di dunia yang dalam siklus hidupnya melakukan migrasi mengalami penurunan populasi dan lebih dari seperlima dari hampir 1.200 spesies yang dipantau terancam punah.
Laporan Keadaan Spesies Migrasi Dunia yang pertama ini diluncurkan pada Senin (12/2/2024) oleh United Nation (UN) Convention on Migratory Species (CMS), sebuah perjanjian keanekaragaman hayati Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Masuk kategori spesies bermigrasi, antara lain, banyak jenis burung penyanyi, penyu, paus, hiu, dan hewan migran lainnya berpindah ke lingkungan yang berbeda seiring dengan perubahan musim.
Hingga saat ini belum ada kajian komprehensif terhadap spesies yang bermigrasi yang dilakukan. Laporan ini memberikan gambaran global mengenai status konservasi dan tren populasi hewan yang bermigrasi, dikombinasikan dengan informasi terkini mengenai ancaman utama, dan tindakan sukses untuk menyelamatkan mereka.
Menurut laporan ini, sekitar 44 persen spesies yang bermigrasi di seluruh dunia mengalami penurunan populasi. Lebih dari seperlima dari hampir 1.200 spesies bermigrasi yang dipantau oleh PBB terancam punah.
Laporan juga menyebutkan, hampir seluruh (97 persen) ikan yang terdaftar di CMS terancam punah. Risiko kepunahan meningkat pada spesies yang bermigrasi secara global, termasuk spesies yang tidak terdaftar dalam CMS.
Separuh (51 persen) dari kawasan keanekaragaman hayati utama yang diidentifikasi sebagai kawasan penting bagi hewan-hewan bermigrasi yang terdaftar di CMS tidak memiliki status dilindungi. Selain itu, sebanyak 58 persen dari lokasi-lokasi pemantauan yang diakui sebagai kawasan penting bagi spesies-spesies yang terdaftar di CMS juga mengalami tingkat tekanan yang tidak berkelanjutan akibat aktivitas manusia.
”Ini adalah (kisah) spesies yang berpindah-pindah di seluruh dunia. Mereka berpindah untuk mencari makan dan berkembang biak dan juga membutuhkan tempat persinggahan di sepanjang perjalanannya,” kata Kelly Malsch, penulis utama laporan yang dirilis pada konferensi satwa liar PBB di Samarkand, Uzbekistan.
Laporan tersebut mengandalkan data yang ada, termasuk informasi dari Daftar Merah Badan Konservasi Alam Dunia (Red List IUCN), yang melacak apakah suatu spesies terancam punah. Para peserta pertemuan PBB berencana mengevaluasi usulan langkah-langkah konservasi dan juga apakah akan secara resmi mendaftarkan beberapa spesies baru yang menjadi perhatian.
Mereka secara teratur melakukan perjalanan, terkadang ribuan mil, untuk mencapai tempat-tempat ini.
Selama 30 tahun terakhir, 70 spesies migrasi yang terdaftar di CMS, termasuk elang stepa, burung nasar mesir, dan unta liar, menjadi semakin terancam. Hal ini berbeda dengan hanya 14 spesies terdaftar yang kini memiliki status konservasi yang lebih baik, termasuk paus biru dan paus bungkuk, elang laut ekor putih, dan burung paruh sendok berwajah hitam.
Yang paling mengkhawatirkan adalah hampir semua spesies ikan yang terdaftar di CMS, termasuk hiu migran, pari, dan ikan sturgeon, menghadapi risiko kepunahan yang tinggi. Populasi satwa-satwa ini menurun 90 persen sejak 1970-an.
Dua ancaman
Menurut Malsch dan tim, dua ancaman terbesar terhadap spesies yang terdaftar di CMS dan semua spesies yang bermigrasi adalah eksploitasi berlebihan dan hilangnya habitat akibat aktivitas manusia. Tiga dari empat spesies yang terdaftar di CMS terkena dampak hilangnya habitat, degradasi, dan fragmentasi. Sebanyak tujuh dari sepuluh spesies yang terdaftar di CMS terkena dampak eksploitasi berlebihan, termasuk pengambilan yang disengaja serta penangkapan yang tidak disengaja.
Perubahan iklim, polusi, dan spesies invasif juga mempunyai dampak besar terhadap spesies yang bermigrasi. Secara global, sebanyak 399 spesies migran yang terancam atau hampir punah saat ini tidak terdaftar dalam CMS.
Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB Inger Andersen mengatakan, ”Laporan hari ini dengan jelas menunjukkan kepada kita bahwa aktivitas manusia yang tidak berkelanjutan membahayakan masa depan spesies yang bermigrasi, yaitu makhluk yang tidak hanya bertindak sebagai indikator perubahan lingkungan, tetapi juga memainkan peran integral dalam menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan ketahanan ekosistem planet kita yang kompleks.”
Menurut dia, komunitas global memiliki kesempatan untuk menerjemahkan ilmu pengetahuan terbaru tentang tekanan yang dihadapi spesies yang bermigrasi ke dalam tindakan konservasi yang nyata. ”Mengingat situasi genting yang dialami banyak hewan ini, kita tidak bisa menundanya, dan harus berupaya bersama-sama untuk membuat rekomendasi menjadi kenyataan,” katanya.
Sekretaris Eksekutif CMS Amy Fraenkel mengatakan, spesies yang bermigrasi bergantung pada beragam habitat spesifik pada waktu berbeda dalam siklus hidupnya. Mereka secara teratur melakukan perjalanan, terkadang ribuan mil, untuk mencapai tempat-tempat ini.
Mereka menghadapi tantangan dan ancaman yang sangat besar di sepanjang perjalanan, serta di tempat tujuan mereka berkembang biak atau mencari makan. Ketika spesies melintasi batas negara, kelangsungan hidup mereka bergantung pada upaya semua negara tempat mereka ditemukan.
”Laporan penting ini akan membantu mendukung tindakan kebijakan yang sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa spesies yang bermigrasi terus berlanjut. berkembang di seluruh dunia,” katanya.
Meskipun terdapat tren positif pada sejumlah spesies CMS, temuan laporan ini menggarisbawahi perlunya tindakan yang lebih besar bagi semua spesies yang bermigrasi. Daftar spesies di bawah CMS berarti bahwa spesies ini memerlukan kerja sama internasional untuk mengatasi konservasi mereka.
Meski demikian, sebagian besar ancaman yang dihadapi spesies ini merupakan pendorong perubahan lingkungan global, yang berdampak pada hilangnya keanekaragaman hayati serta perubahan iklim. Oleh karena itu, mengatasi penurunan spesies yang bermigrasi memerlukan tindakan lintas pemerintah, sektor swasta, dan aktor lainnya.