logo Kompas.id
HumanioraJelang Pemilu, Komnas...
Iklan

Jelang Pemilu, Komnas Perempuan Kampanye ”Jeli, Inisiatif, Toleran, dan Ukur”

Perempuan punya andil dalam menyukseskan Pemilu 2024. Maka, calon pemimpin yang dipilih perempuan sangat menentukan.

Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
· 4 menit baca
Para deklarator menyerukan Deklarasi Koalisi Perempuan Penyelamat Demokrasi dan HAM di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Jumat (22/12/2023). Deklarasi ini diserukan oleh 33 perempuan yang mewakili berbagai organisasi perempuan dan intelektual. Mereka menyatakan sikap atas lemahnya keberpihakan terhadap perempuan dalam visi, misi, dan agenda yang diusung calon presiden pada Pemilu 2024.
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA

Para deklarator menyerukan Deklarasi Koalisi Perempuan Penyelamat Demokrasi dan HAM di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Jumat (22/12/2023). Deklarasi ini diserukan oleh 33 perempuan yang mewakili berbagai organisasi perempuan dan intelektual. Mereka menyatakan sikap atas lemahnya keberpihakan terhadap perempuan dalam visi, misi, dan agenda yang diusung calon presiden pada Pemilu 2024.

Sembilan hari menjelang Pemilihan Umum 2024, Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengajak masyarakat, terutama para perempuan, untuk melanjutkan kampanye JITU. JITU merupakan kepanjangan dari Jeli, Inisiatif, Toleran, dan Ukur.

”Kami memandang penting untuk terus melanjutkan kampanye JITU ini karena persoalan yang dihadapi pada pemilu tahun sebelumnya belum berubah. Isu perempuan, kepemimpinan, termasuk kepemimpinan perempuan, persoalan kebinekaan belum menjadi isu utama,” ujar Veryanto Sitohang, komisioner Komnas Perempuan, Senin (5/2/2024), pada webinar bertajuk ”Mewaspadai Potensi Kekerasan terhadap Perempuan dalam Pemilu 2024”.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Selain memberikan kesadaran kepada masyarakat untuk selalu menjaga perdamaian di tengah pesta demokrasi, webinar tersebut juga untuk mengajak masyarakat berefleksi dan belajar dari kerusuhan pada Pemilu 2019.

Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin menyatakan, pada lima tahun lalu, tepatnya pada 21-22 Mei 2019, Komnas Perempuan melakukan pemantauan kericuhan di Jakarta yang dilatarbelakangi oleh situasi pemilihan presiden di Indonesia yang mengakibatkan beberapa orang meninggal serta berdampak langsung dan tidak langsung pada perempuan.

Kericuhan ini dicatat oleh Komnas Perempuan melalui wawancara langsung serta pemberitaan media yang ditandai dengan adanya massa yang membakar, menyalakan petasan dan kembang api, dan melempar batu. Massa yang datang kemudian bertambah dan menjalar di beberapa titik wilayah Jakarta, yakni Tanah Abang, Petamburan, Thamrin, Slipi, Jatinegara, dan Otista.

Komnas Perempuan menilai, berbagai persoalan kekerasan terhadap perempuan serta kebijakan diskriminatif atas nama moralitas dan agama justru lahir dari para pemimpin bangsa, baik yang duduk di eksekutif maupun legislatif hasil pemilu.

Kampanye JITU juga diharapkan akan memberikan pemahaman kepada publik tentang pentingnya pakta integritas yang minim dibahas dan harus dimiliki oleh para calon pemimpin bangsa yang ikut dalam Pemilu 2024.

Penting mendorong partisipasi perempuan dalam Pemilu 2024. Sebab, hingga kini, partisipasi perempuan dalam pemilu masih menghadapi sejumlah hambatan.

Adapun yang dimaksud dengan ”jeli” adalah masyarakat harus meneliti semua calon pemimpin baik calon anggota legislatif, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, serta calon presiden dan calon wakil presiden. Lalu, pastikan calon pemimpin yang menjadi pilihan memiliki komitmen dan kontribusi nyata dalam membangun daerah, merealisasikan kesejahteraan rakyat, menyediakan akses atas pendidikan, kesehatan serta layanan publik untuk semua.

Selain itu, penting untuk memastikan calon pemimpin mendukung penegakan hak asasi manusia, termasuk perlindungan dari segala bentuk diskriminasi bagi semua warga negara, termasuk dalam hal ini kelompok minoritas, kelompok terpinggirkan, serta perempuan.

Adapun ”inisiatif” adalah masyarakat harus mencari tahu visi dan misi para calon yang ikut Pemilu 2024 dengan mengecek program-program yang akan dilakukannya ke depan. Calon tersebut juga mendengarkan usulan masyarakat secara serius dan tanpa diskriminasi, terampil merumuskan kebijakan tanpa mengabaikan keberagaman masyarakat.

Iklan

Tak hanya itu, calon pemimpin merupakan pemimpin yang terbuka dalam menerima kritik membangun dan mampu membangun kerja sama lintas golongan serta sektor demi menyelesaikan masalah-masalah besar bangsa.

Sementara ”toleran” adalah memberikan suara hanya pada calon pemimpin yang menghargai dan aktif memelihara keberagaman suku, agama, ras, dan budaya yang ada di daerah dan seluruh wilayah di Indonesia.

”Pastikan calon pemimpin yang akan dipilih tidak mendukung, apalagi menjadi pelaku kekerasan, baik di dalam kehidupan pribadi, dalam hubungan kerja, maupun dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat lainnya,” ujar Veryanto.

Adapun yang dimaksud dengan ”ukur” adalah para perempuan harus memeriksa secara obyektif program yang ditawarkan oleh calon pemimpin dan menjauhkan diri dari permainan politik identitas.

Baca juga: Capres Sudah Singgung Isu Perempuan, tetapi Belum Sentuh Akar Persoalannya

Sejumlah komisioner Komnas Perempuan purnabakti bersama beberapa aktivis yang hadir pada Puncak Perayaan Hari Ulang Tahun Ke-25 Komnas Perempuan, Rabu (15/11/2023), di Hotel Grand Sahid Jakarta, menyaksikan kumpulan pesan dan kesan dari undangan yang hadir.
SONYA HELLEN SINOMBOR

Sejumlah komisioner Komnas Perempuan purnabakti bersama beberapa aktivis yang hadir pada Puncak Perayaan Hari Ulang Tahun Ke-25 Komnas Perempuan, Rabu (15/11/2023), di Hotel Grand Sahid Jakarta, menyaksikan kumpulan pesan dan kesan dari undangan yang hadir.

Buka akses

Olivia Chadidjah Salampessy, yang juga Wakil Ketua Komnas Perempuan, menegaskan, politik itu tidak kotor kalau pemainnya bersih. Politik juga bukan sesuatu yang mengerikan jika kekerasan tidak dilakukan untuk meraih tujuan. ”Politik tidak pula identik dengan bagi-bagi kekuasaan, tetapi sebuah sikap amanah untuk melayani dan mengurus rakyat,” ujarnya.

Karena itu, strategi membuka akses bagi perempuan ke ranah politik sangat penting agar bisa membangun kesadaran politik perempuan, dan meningkatkan kapasitas diri perempuan, menempatkan perempuan pada posisi strategis pengambilan keputusan, serta mempersiapkan perempuan menjadi anggota partai politik.

Maka, Titi Anggraini, pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), mengingatkan pentingnya mendorong partisipasi perempuan dalam Pemilu 2024. Sebab, hingga kini partisipasi perempuan dalam pemilu masih menghadapi sejumlah hambatan.

Perempuan belum jadi prioritas partai dalam pencalonan pemilu. Sedikit sekali perempuan pada nomor urut 1 daftar caleg pemilu DPR dan DPRD. Belum lagi, ongkos politik yang tinggi sebagai konsekuensi sistem pemilu Indonesia yang rumit, kompleks, dan mahal menghambat kiprah perempuan politik.

”Sistem pemilu dan tata cara pencoblosan yang rumit meningkatkan suara tidak sah pemilih perempuan. Banyak suara pemilih perempuan masuk kategori suara tidak sah,” katanya.

Baca juga: Koalisi Perempuan Serukan Tujuh Catatan Kegentingan Demokrasi

Karena itu, perlu ada agenda aksi yang membentuk pemilih berdaya. Bentuknya adalah kampanye massal untuk ”tidak mengabaikan pemilu legislatif” dan urgensi suara pemilih di pemilu legislatif.

Titi pun mengajak, penyelenggara pemilu dan masyarakat sipil untuk mendukung kampanye JITU (Jeli, Inisiatif, Toleran, dan Ukur) dari Komnas Perempuan.

Editor:
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000