logo Kompas.id
HumanioraIsu Kebudayaan Termarjinalkan ...
Iklan

Isu Kebudayaan Termarjinalkan dalam Debat Capres

Debat terakhir calon presiden Pemilu 2024 tidak banyak membahas isu kebudayaan. Ketiga capres juga minim terobosan.

Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
· 3 menit baca
Tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden saat naik ke panggung bersama-sama dan bersalaman seusai Debat Putaran Ke-5 Calon Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2024). Debat capres putaran kelima ini bertema seputar kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden saat naik ke panggung bersama-sama dan bersalaman seusai Debat Putaran Ke-5 Calon Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (4/2/2024). Debat capres putaran kelima ini bertema seputar kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi.

JAKARTA, KOMPAS — Pembahasan isu kebudayaan termarjinalkan dalam debat terakhir calon presiden Pemilu 2024. Gagasan capres tentang kebudayaan juga tidak mendalam. Namun, masih ada harapan untuk menyiapkan peta jalan pembangunan berbasis kebudayaan.

Isu kebudayaan terpinggirkan dalam debat capres yang digelar di Jakarta Convention Center, Minggu (4/2/2024) malam. Ketiga capres, yaitu Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo, lebih sering membahas tema kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan teknologi informasi ketimbang kebudayaan.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

”Yang disampaikan capres sebatas permukaan. Gagasannya tidak mendalam. Para capres belum banyak mengupas inti dari kebudayaan. Pembahasannya masih seputar anggaran, fasilitas, dan kegiatan,” ujar Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Bondan Kanumoyoso, Senin (5/2/2024), di Jakarta.

Menurut Bondan, perdebatan ketiga capres ”terjebak” dalam pembahasan seni budaya. Padahal, kebudayaan memiliki makna jauh lebih luas dan sentral karena menyangkut pola hubungan dalam aktivitas sehari-hari.

Penampil dari kelompok Wayang Suket Indonesia menghadirkan pertunjukan Bandung Bondowoso dalam program Helateater bertema Teater Objek di Galeri Komunitas Salihara Jakarta, Rabu (1/3/2023).
KOMPAS/RIZA FATHONI

Penampil dari kelompok Wayang Suket Indonesia menghadirkan pertunjukan Bandung Bondowoso dalam program Helateater bertema Teater Objek di Galeri Komunitas Salihara Jakarta, Rabu (1/3/2023).

”Tokoh pendidikan nasional seperti Ki Hadjar Dewantara juga termasuk budayawan karena mengkreasikan landasan pendidikan di Tanah Air. Hal seperti ini tidak terpikirkan dalam perdebatan capres,” ujarnya.

Berbagai persoalan mendasar, salah satunya infiltrasi budaya, juga luput dari perdebatan. Selain itu, disrupsi teknologi terhadap eksistensi budaya lokal minim dibahas.

Baca juga: Isu Kementerian Kebudayaan dan Kebebasan Berekspresi Mencuat dalam Debat

”Padahal, ancaman ini lebih fundamental dari pembahasan semalam. Sepertinya pemahaman mereka tentang persoalan kebudayaan juga masih pada permukaan,” ujarnya.

Dalam debat tersebut, moderator membacakan pertanyaan dari panelis mengenai pandangan dan sikap pasangan calon presiden-calon wakil presiden terhadap komersialisasi budaya dan proses destruktif terhadap tumbuhnya kebudayaan yang responsif. Prabowo mendapatkan kesempatan pertama untuk menjawab pertanyaan itu.

Berbagai persoalan mendasar, salah satunya infiltrasi budaya, juga luput dari perdebatan. Selain itu, disrupsi teknologi terhadap eksistensi budaya lokal minim dibahas.

Iklan

Prabowo mengatakan, pihaknya merencanakan dana abadi kebudayaan untuk memberi dukungan kepada pelaku budaya di semua bidang. Menurut dia, pemerintah harus berada di depan dalam menjaga dan melestarikan budaya. Selain itu, juga memberi ruang untuk berinovasi dan berkreasi bagi pelaku seni budaya.

Ganjar dan Anies diminta untuk menanggapi jawaban Prabowo. Ganjar menekankan peran birokrat cukup hanya memfasilitasi kegiatan budaya. Pelaku seni dan budayawan diberikan kebebasan mengekspresikan kreativitasnya. Ia mengatakan, pemerintah tidak perlu takut pada ekspresi dan kreativitas pelaku seni budaya.

Anies menyampaikan, kebudayaan bukan hanya menyangkut satu sektor pembangunan. Menurut dia, seluruh sektor pembangunan justru bertujuan untuk membangun kebudayaan. Oleh karena itu, perlu dibentuk kementerian kebudayaan. Prabowo yang merespons pernyataan ini setuju dengan rencana pembentukan kementerian tersebut.

Masih ada harapan

Bondan mengatakan, pemaparan ketiga capres menunjukkan mereka kurang mendalami isu kebudayaan. Namun, masih ada harapan presiden terpilih dapat membuat peta jalan pembangunan berlandaskan kebudayaan bangsa.

Tari Persembahan khas Melayu ditampilkan dalam pembukaan Festival Selayar Denai 2023 di Desa Denai Lama, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Rabu (15/11/2023).
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Tari Persembahan khas Melayu ditampilkan dalam pembukaan Festival Selayar Denai 2023 di Desa Denai Lama, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Rabu (15/11/2023).

”Ibaratnya mereka tahu ada sesuatu yang harus dituntaskan, tetapi enggak tahu cara masuknya. Jadi, masih ada harapan. Pemimpin memang tidak harus menguasai semua hal. Namun, dia harus paham bidang apa yang perlu didalami, salah satunya kebudayaan,” jelasnya.

Menurut Bondan, kesadaran pemimpin tentang pentingnya kebudayaan sangat penting. Dengan begitu, mereka bisa membuat payung hukum untuk menjalankan strategi kebudayaan melalui berbagai terobosan.

”Kesadaran ini perlu diamplifikasi. Fokus pada apa yang mereka wacanakan. Apalagi, selama ini jarang sekali pembicaraan tentang kebudayaan dalam debat calon pemimpin bangsa,” katanya.

Debat capres mengenai isu kebudayaan juga memantik perhatian pelaku kebudayaan di akar rumput. Mereka berharap, perhatian terhadap budaya tidak sebatas wacana, tetapi juga disertai aksi nyata dengan membantu budayawan di daerah.

Baca juga: Potensi Kebudayaan Belum Dioptimalkan

Zul Padli, Ketua Yayasan Pemaos Sabda Jati (Pesaja) yang bergerak dalam melestarikan seni budaya suku Sasak di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, menghadiri pembukaan Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) 2023 di Jakarta, Senin (23/10/2023).
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Zul Padli, Ketua Yayasan Pemaos Sabda Jati (Pesaja) yang bergerak dalam melestarikan seni budaya suku Sasak di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, menghadiri pembukaan Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) 2023 di Jakarta, Senin (23/10/2023).

Zul Padli, Ketua Yayasan Pemaos Sabda Jati (Pesaja) yang bergerak dalam melestarikan seni budaya suku Sasak di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, menyampaikan, selain dukungan operasional, pegiat budaya juga memerlukan pendampingan teknis agar bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Menurut dia, hal itu masih minim dilakukan.

”Pegiat budaya di daerah adalah ujung tombak pelestarian kebudayaan. Kalau minim perhatian, budaya lokal terancam terus tergerus. Semoga pemimpin yang akan datang bisa lebih peduli,” ujarnya.

Editor:
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000