Peran Perempuan di Bidang STEAM Perlu Ditingkatkan
UNESCO mencatat ilmuwan perempuan yang memimpin penelitian inovatif hanya 33,3 persen dari total peneliti di dunia.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keterlibatan perempuan dalam bidang sains, teknologi, teknik, seni, dan matematika (STEAM) perlu ditingkatkan guna memberikan perspektif baru dan berbeda dari pria. Kesadaran akan pentingnya kesetaraan jender dalam tiap aspek kehidupan ini perlu ditanamkan sejak dini.
Ilmuwan dan komunikator sains asal Irlandia, Niamh Shaw, mengutarakan, anak-anak dengan rasa ingin tahunya yang besar tidak boleh dibatasi dengan jender karena minat anak tidak berhubungan dengan jender. Budaya patriarki yang terbangun harus diubah karena laki-laki dan perempuan sejatinya setara.
”Penting bagi kita berdiri pada kesetaraan jender dan saya yakin perempuan bisa berkiprah dalam sains dengan kesempatan yang sama. Saatnya persepsi usang harus kita ubah,” kata Niamh dalam diskusi bertajuk ”Perempuan dan Masa Depan Dunia Kerja” yang digelar Kedutaan Besar Irlandia di Museum Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (1/2/2024).
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mencatat hanya 30 persen perempuan yang memilih bidang studi STEAM di jenjang sarjana pada tahun 2017.
Secara global, persentase perempuan yang belajar teknik, manufaktur, dan konstruksi ataupun teknologi informasi dan komunikasi di bawah 25 persen di dua pertiga negara di dunia.
Namun, laporan Global Education Monitoring (GEM), yang dirilis pada April 2022 juga menunjukkan lebih sedikit perempuan yang tertarik memilih karier STEAM di masa depan walau performa akademis mereka tidak kalah dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan budaya yang terbentuk selama ratusan tahun.
Salah satu perempuan yang menjabat di bidang STEAM adalah Mis’ari yang menjabat Kepala Unit Pengelola Museum Kebaharian Jakarta. Total ada 10 perempuan yang mengelola museum di bawah naungan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta.
UNESCO mencatat, ilmuwan perempuan yang memimpin penelitian inovatif hanya 33,3 persen dari total peneliti di dunia.
Menurut Mis’ari, keterlibatan perempuan bisa memberikan perspektif lain yang tidak bisa atau luput dari laki-laki. Dia mencontohkan di museum, perempuan lebih telaten merawat koleksi museum karena seperti merawat anak sendiri.
”Sebenarnya tidak tabu kalau wanita menjadi pemimpin di suatu lembaga. Wanita punya ketajaman yang detail, di museum harus peduli dengan koleksi seperti merawat bayi, harus peka pada lingkungannya,” kata Mis’ari.
Direktur Eksekutif Indonesia Hidden Heritage Nova Farida Lestari Wazir menambahkan, perempuan di Indonesia mampu dan mau berkecimpung di dunia STEAM. Namun, pelibatan perempuan seharusnya tidak hanya dilihat dari persentase keberadaannya, tapi dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
”Hal ini menjadi pekerjaan rumah besar kita, representasi perempuan kurang. Misalnya dalam sejarahnya hanya ada satu perempuan duduk di jabatan menteri pendidikan kita. Kita butuh kebijakan yang mendorong munculnya peran-peran perempuan tampil di publik,” kata Nova.
Data UNESCO menunjukkan, perempuan ilmuwan yang memimpin riset inovatif di seluruh dunia hanya 33,3 persen dari total peneliti di seluruh dunia dan pekerjaan mereka jarang mendapat pengakuan yang layak. Selain itu, kurang dari 4 persen Nobel bidang sains yang pernah diberikan kepada perempuan.