Diet Gula Efektif Turunkan Berat Badan dan Menjaga Kesehatan
Asupan gula berlebih dapat memicu obesitas. Sebaliknya, mengurangi kalori dari asupan gula akan menurunkan berat badan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kunci utama untuk menurunkan berat badan adalah memastikan jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh tidak lebih banyak daripada jumlah kalori yang keluar. Karena itu, memilih makanan rendah kalori sangat penting diperhatikan bagi orang yang ingin menurunkan berat badan.
Gula menjadi salah satu sumber kalori yang tinggi pada makanan. Setiap satu gram gula mengandung setidaknya 4 kilokalori.
Jadi, jika seseorang mengonsumsi satu potong kue black forest yang mengandung 5-6 sendok makan gula atau sekitar 90 gram gula, itu berarti ada 360 kilokalori yang masuk ke dalam tubuh. Jumlah kalori ini belum termasuk kandungan kalori dari bahan lain yang digunakan pada kue.
Dokter spesialis gizi dari Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre, Arin Pramesti, di Jakarta, Kamis (1/2/2024), mengatakan, diet gula yang dilakukan dengan membatasi asupan gula harian cukup efektif untuk menurunkan berat badan.
Asupan gula yang berlebih dapat meningkatkan penyimpanan cadangan lemak dalam tubuh. Hal itu yang dapat memicu terjadinya obesitas pada seseorang.
Sementara pada orang yang membatasi asupan gula, cadangan lemak akan berkurang sehingga dapat membantu terjadinya penurunan berat badan. Meski begitu, gula sebenarnya masih dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber energi.
Diet gula yang dilakukan dengan membatasi asupan gula harian cukup efektif untuk menurunkan berat badan. Asupan gula yang berlebih dapat meningkatkan penyimpanan cadangan lemak dalam tubuh.
”Yang perlu digarisbawahi adalah mengurangi asupan gula tambahan. Itu yang biasanya terkandung dalam makanan ataupun minuman kemasan. Selain itu, asupan gula bisa dikurangi dengan mengurangi konsumsi karbohidrat kompleks yang terkandung di gula pasir, gula aren, madu, ataupun nasi putih,” tuturnya.
Arin menjelaskan, kalori dari gula yang tidak terpakai akan disimpan oleh tubuh sebagai cadangan lemak. Sebaliknya, jika asupan gula dikurangi, cadangan lemak akan berkurang. Berat badan pun akan berkurang pula.
Karena itu, konsumsi makanan tinggi gula, seperti kue, minuman siap saji seperti kopi susu dan teh manis dengan perasa, serta minuman ataupun makanan dalam kemasan, perlu dikurangi.
Masyarakat juga perlu lebih selektif dalam memilih buah-buahan. Sebab, terdapat jenis buah yang tinggi kandungan gula, seperti semangka, nanas, nangka, kelengkeng, rambutan, dan durian.
”Buah-buahan yang terlalu matang juga sebaiknya dihindari. Buah pisang ataupun pepaya yang terlalu matang, misalnya, itu mengandung gula yang tinggi,” kata Arin.
Akan tetapi, tujuan menurunkan berat badan tidak akan bisa tercapai apabila seseorang hanya mengurangi konsumsi gula tanpa mengurangi asupan kalori total harian.
Asupan makanan tinggi lemak juga patut diperhatikan. Dalam satu gram lemak terkandung sekitar 9 kalori. Dengan mengurangi asupan lemak dan gula, ditambah dengan aktivitas fisik yang rutin, diharapkan berat badan bisa diturunkan secara lebih efektif.
Batasan asupan
Pembatasan asupan gula harian sebaiknya tidak hanya dilakukan pada seseorang yang ingin mengurangi berat badan. Upaya mengurangi asupan gula juga efektif untuk mencegah berbagai penyakit, seperti obesitas, diabetes melitus, penyakit jantung, serta ginjal.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan rekomendasi untuk membatasi asupan gula harian tidak lebih dari 50 gram per hari atau sekitar empat sendok makan. Batasan tersebut berlaku untuk usia dewasa.
Pada anak usia 7-10 tahun, asupan gula perlu juga dibatasi tak lebih dari 24 gram atau 6 sendok teh per hari. Pada anak usia 2–6 tahun tidak lebih dari 19 gram atau 4 sendok teh per hari. Sementara untuk anak usia di bawah dua tahun sebaiknya tidak mengonsumsi gula tambahan.
”Pada jangka panjang, asupan gula berlebih bisa meningkatkan kadar gula dalam darah. Kondisi itu berisiko menyebabkan penyakit diabetes melitus, obesitas, yang bisa berakhir pada penyakit jantung, hati, dan ginjal,” ujar Arin.
Masalah kesehatan itu makin besar karena kurangnya aktivitas fisik pada masyarakat. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan proporsi penduduk Indonesia usia lebih dari 10 tahun yang kurang melakukan aktivitas fisik sebesar 33,5 persen pada 2018.
Sesuai dengan rekomendasi WHO, aktivitas fisik setidaknya perlu dilakukan selama 150 menit per minggu atau minimal 30 menit per hari.
Aktivitas fisik yang kurang serta tingginya konsumsi gula, garam, dan lemak sangat berisiko menimbulkan penyakit tidak menular di masa depan. Angka penyakit tidak menular di Indonesia, termasuk obesitas dan diabetes melitus, cukup tinggi.
Pada 2018 tercatat prevalensi obesitas di Indonesia mencapai 21,8 persen dan diabetes melitus berdasarkan gejala dan diagnosis sebesar 2 persen.
Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menegaskan, warga diimbau agar lebih sadar akan kesehatannya, terutama kesehatan jangka panjang. Asupan gula harian pun diharapkan bisa dikurangi, terutama konsumsi gula tambahan pada makanan dan minuman.
Pemerintah kini berupaya menekan konsumsi asupan gula di masyarakat melalui pembatasan pada makanan dan minuman berpemanis dalam kemasan. Aturan fiskal untuk penerapan cukai pada minuman yang berpemanis dalam kemasan sedang dibahas.
Aturan itu diharapkan bisa diterbitkan pada 2024. Dengan adanya cukai, diharapkan harga pada produk dengan kandungan gula tinggi bisa semakin mahal. Akses masyarakat pun menjadi lebih terbatas.
”Kita juga akan membuat kategori pada makanan. Di Singapura, kemasan pada produk memiliki kategori A, B, C, dan D untuk membedakan jenis makanan tak sehat sampai yang sehat. Kita rencananya membuat seperti itu juga. Tidak hanya menunjukkan kadar gula, tapi juga garam dan lemak dalam makanan,” tuturnya.