Puasa terbukti membantu mengurangi peradangan sehingga meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ilmuwan telah menemukan bagaimana puasa membantu mengurangi peradangan, efek samping yang berpotensi merusak sistem kekebalan tubuh yang mendasari sejumlah penyakit kronis. Temuan ini dinilai penting untuk memahami dan bisa membantu mencegah sejumlah penyakit utama, seperti obesitas, aterosklerosis, alzheimer, dan parkinson.
Penelitian yang diterbitkan di Cell Reports edisi Januari 2024 ini merupakan kolaborasi peneliti dari University of Cambridge dan University of Massachusetts Chan Medical School.
Para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa pola makan kita, khususnya pola makan Barat yang berkalori tinggi, dapat meningkatkan risiko obesitas, penyakit diabetes tipe 2, dan penyakit jantung, yang terkait dengan peradangan kronis dalam tubuh.
Peradangan adalah respons alami tubuh kita terhadap cedera atau infeksi. Namun, proses ini dapat dipicu oleh mekanisme lain, termasuk apa yang disebut NLRP3 inflammasome” Mekanisme NLRP3 inflammasome ini bertindak seperti alarm dalam sel-sel tubuh kita, memicu peradangan untuk membantu melindungi tubuh kita ketika terjadi cedera atau infeksi dengan merasakan kerusakan. Namun, NLRP3 inflammasome dapat memicu peradangan dengan cara yang tidak disengaja, salah satu fungsinya adalah menghancurkan sel-sel tidak diinginkan, yang dapat mengakibatkan keluarnya isi sel ke dalam tubuh, sehingga memicu peradangan.
”Kami sangat tertarik untuk mencoba memahami penyebab peradangan kronis dalam konteks banyak penyakit manusia, dan khususnya peran NLRP3 inflammasome,” kata Clare Bryant dari Departemen Kedokteran Universitas Cambridge, yang memimpin kajian ini, dalam keterangan yang dirilis kampusnya, Selasa (30/1/2024).
Menurut dia, mengetahui mekanisme inflamasi, khususnya NLRP3 inflammasome, sangat penting dalam memahami sejumlah penyakit utama, seperti obesitas dan aterosklerosis, penyakit alzheimer dan parkinson, serta banyak penyakit pada usia lanjut yang diderita orang-orang, khususnya di dunia Barat.
Membatasi asupan kalori
Sejumlah penelitian sebelumnya juga telah menunjukkan bahwa puasa dapat membantu mengurangi peradangan, tetapi alasannya belum jelas. Untuk membantu menjawab pertanyaan ini, para peneliti mempelajari sampel darah dari sekelompok 21 sukarelawan yang mengonsumsi makanan 500 kilokalori (kkal) dan kemudian berpuasa selama 24 jam sebelum mengonsumsi makanan 500 kkal kedua.
Tim menemukan bahwa membatasi asupan kalori meningkatkan kadar lipid yang dikenal sebagai asam arakidonat. Lipid merupakan molekul yang berperan penting dalam tubuh kita, seperti menyimpan energi dan mengirimkan informasi antarsel. Begitu orang makan lagi, kadar asam arakidonat turun.
Kami menemukan bahwa di dalam sel kekebalan, reseptor ini khususnya memungkinkan terjadinya interaksi silang antara jenis sel selama puasa.
Ketika para peneliti mempelajari efek asam arakidonat pada sel kekebalan yang dikultur di laboratorium, mereka menemukan bahwa asam arakidonat menurunkan aktivitas peradangan. Hal ini mengejutkan tim karena asam arakidonat sebelumnya dianggap terkait dengan peningkatan tingkat peradangan, bukan penurunan tingkat peradangan.
Sistem kekebalan tubuh
Penelitian sebelumnya di jurnal Cell Metabolism (2022) telah menunjukkan bagaimana puasa dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh untuk memperbaiki berbagai kondisi peradangan kronis dan menjelaskan bagaimana respons imun dapat menentukan metabolisme yang sehat. Karena hati adalah pusat dan pengatur metabolisme, sekelompok peneliti berfokus pada pemahaman bagaimana sel-sel hati dan sel-sel kekebalan yang ditemukan di hati berkomunikasi satu sama lain dalam kondisi puasa.
Penelitian ini merupakan upaya bersama dari Helmholtz Muenchen, Universitas Ulm, Universitas Teknik Muenchen (TUM), Pusat Penelitian Diabetes Jerman (DZD), Rumah Sakit Universitas Heidelberg, dan Universitas Southern Denmark.
Para peneliti memindai DNA sel-sel hati dan sel-sel kekebalan tubuh, memeriksa bagian mana dari DNA mereka yang aktif dan molekul pembawa pesan mana yang dilepaskan sebagai hasilnya. Temuan mereka menunjukkan bahwa sel-sel ini berkomunikasi satu sama lain dan menyoroti peran molekul yang diekspresikan di hampir semua sel dalam tubuh kita, yaitu reseptor glukokortikoid.
”Kami menemukan bahwa di dalam sel kekebalan, reseptor ini khususnya memungkinkan terjadinya interaksi silang antara jenis sel selama puasa. Dengan menghapus reseptor hanya di sel kekebalan, kami melihat kerusakan sinyal puasa di sel hati. Ini berarti sistem kekebalan tubuh sel dapat secara langsung memengaruhi efek puasa pada metabolisme kita,” tulis Anne Loft dari Helmholtz Muenchen dan tim, dalam laporannya.
Dari temuan ini, peneliti menyimpulkan bahwa puasa terbukti bermanfaat dalam pencegahan sejumlah penyakit metabolik pada manusia, termasuk diabetes tipe 2 dan obesitas. Serangkaian temuan ini berfungsi untuk memahami mekanisme molekuler di balik penyakit ini dan pada akhirnya dapat mengarah pada pengembangan terapi berbasis puasa yang efektif.