Diet Rendah Karbohidrat Perlambat Penambahan Berat Badan
Memiliki berat badan ideal dalam jangka panjang dapat dilakukan dengan menerapkan diet rendah karbohidrat secara sehat.
JAKARTA, KOMPAS — Menjaga berat badan ideal dengan menghindari asupan karbohidrat berlebih dalam jangka panjang menjadi tantangan bagi banyak orang. Akan tetapi, tidak semua diet rendah karbohidrat memberikan dampak jangka panjang yang sama dalam peningkatan berat badan.
Padahal, diet rendah karbohidrat dengan lebih menekankan makanan dari sumber nabati dapat melambatkan penambahan berat badan dalam jangka panjang.
Studi para peneliti Harvard TH Chan School of Public Health menemukan, pola makan rendah karbohidrat berbasis protein dan lemak nabati dengan karbohidrat sehat, seperti biji-bijian, memberikan dampak penambahan berat badan jangka panjang yang lebih lambat dibandingkan pola makan rendah karbohidrat berbasis protein hewani dan lemak serta karbohidrat tidak sehat, seperti pati olahan.
Baca juga: Pelaku Diet Rendah Karbohidrat Memiliki Usia Hidup Lebih Pendek
Studi ini sudah dipublikasikan pada 27 Desember 2023 di JAMA Network Open dengan judul ”Low-Carbohydrate Diet Macronutrient Quality and Weight Change”. ”Studi kami lebih dari sekadar menjawab pertanyaan sederhana, mau mengonsumsi karbohidrat atau tidak. Penelitian ini membedah diet rendah karbohidrat dan memberi gambaran bagaimana komposisi diet ini dapat memengaruhi kesehatan selama bertahun-tahun,” kata Binkai Liu, penulis utama studi dari departemen nutrisi, seperti dikutip dari laman resmi Harvard TH Chan School of Public Health, Senin (15/1/2024).
Liu menjelaskan, tidak banyak penelitian yang mengkaji pengaruh diet rendah karbohidrat terhadap pemeliharaan berat badan jangka panjang. Studi yang ia lakukan menemukan bahwa pola makan protein, lemak nabati, serta karbohidrat sehat berkaitan dengan perlambatan penambahan berat badan dalam jangka panjang secara signifikan.
Dengan menggunakan data Nurses’ Health Study, Nurses’ Health Study II, dan Health Professionals Follow-up Study, para peneliti menganalisis pola makan dan berat badan 123.332 orang dewasa sehat pada 1986-2018. Setiap peserta memberikan informasi diet dan berat badan mereka setiap empat tahun secara mandiri.
Para peneliti menilai pola makan partisipan riset berdasarkan seberapa baik mereka mematuhi lima kategori diet rendah karbohidrat. Kategori itu meliputi diet rendah karbohidrat total (TLCD); diet rendah karbohidrat berbasis hewani (ALCD); diet rendah karbohidrat berbasis nabati (VLCD); diet rendah karbohidrat sehat (HLCD) yang menekankan protein nabati, lemak sehat, dan lebih sedikit karbohidrat olahan; serta diet rendah karbohidrat tidak sehat (ULCD) yang menekankan protein hewani, lemak tidak sehat, dan karbohidrat dari sumber tidak sehat, seperti roti olahan dan sereal.
Baca juga: Diet Rendah Karbohidrat Menurunkan Risiko Kematian Dini Pengidap Diabetes
Hasil studi memperlihatkan, diet karbohidrat berbasis protein dan lemak nabati serta karbohidrat sehat memiliki hubungan erat dengan penambahan berat badan yang lambat. Partisipan studi yang meningkatkan kepatuhannya terhadap TLCD, ALCD, dan ULCD rata-rata mengalami kenaikan berat badan lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang meningkatkan kepatuhannya terhadap HLCD dari waktu ke waktu. Asosiasi ini paling menonjol pada peserta kurang dari 55 tahun, obesitas, dan/atau kurang aktif secara fisik.
Hasil dari diet rendah karbohidrat berbasis sayuran lebih ambigu. Data Nurses’ Health Study II menunjukkan hubungan antara skor VLCD yang lebih tinggi dan penambahan berat badan yang lebih sedikit dari waktu ke waktu. Sementara data seputar skor VLCD dari Nurses' Health Study dan Health Professionals Follow-up Study lebih beragam.
”Prinsip utamanya adalah tidak semua pola makan rendah karbohidrat diciptakan sama dalam hal pengelolaan berat badan dalam jangka panjang,” kata Qi Sun,associate professor di Departemen Nutrisi Harvard TH Chan School of Public Health.
Menurut Sun, hasil studi tersebut dapat mengubah cara kita berpikir tentang pola makan rendah karbohidrat yang populer. ”Masyarakat harus terus dipromosikan tentang pola makan sehat, seperti konsumsi biji-bijian, buah-buahan, sayuran, dan produk susu rendah lemak,” katanya.
Penelitian yang mendapat hibah dari National Institutes of Health itu juga melibatkan peneliti Harvard lainnya, seperti guru besar di Departemen Epidemiologi dan Biostatistik, Molin Wang; ilmuwan peneliti Yang Hu; peneliti pascadoktoral Sharan Rai; dan guru besar di departemen nutrisi, Frank Hu.
Risiko karbohidrat
Sementara pada studi yang lain diketahui bahwa konsumsi karbohidrat terlalu rendah bisa meningkatkan risiko kematian. Penelitian Sara B Seidelmann dan kolega dari Brigham and Women’s Hospital Boston, Amerika Serikat, yang dimuat di The Lancet pada 16 Agustus 2018 menunjukkan hubungan epidemiologi antara asupan karbohidrat dan kematian berbentuk huruf ”U”.
Risiko terendah adalah pada mereka dengan asupan karbohidrat 50-55 persen dari kebutuhan energi. Adapun risiko tertinggi di kedua ujung bentuk U adalah mereka dengan asupan karbohidrat sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Risiko kematian meningkat saat karbohidrat diganti dengan protein dan lemak hewani. Diet rendah karbohidrat biasanya mengandalkan pemenuhan energi dari protein dan lemak hewani, misalnya daging kambing, sapi, babi, dan ayam. Risiko kematian menurun saat karbohidrat diganti protein dan lemak nabati yang berasal dari kacang-kacangan, sayuran, mentega nabati, dan roti gandum utuh.
Kunci untuk menurunkan berat badan dan mempertahankan berat ideal adalah mengonsumsi lebih sedikit gula dan tepung atau sumber karbohidrat olahan. Sebaliknya, dianjurkan mengonsumsi lebih banyak sayuran, buah, biji-bijian utuh, ikan, dan daging hewan yang diberi pakan alami.