logo Kompas.id
HumanioraButuh Aksi Komprehensif...
Iklan

Butuh Aksi Komprehensif Pemerintah Daerah Atasi Pencemaran Udara

Permasalahan polusi udara di Jabodetabek perlu diatasi melalui komitmen dan upaya kolaborasi lintas sektor.

Oleh
PRADIPTA PANDU
· 5 menit baca
Kondisi langit Jakarta yang diselimuti kabut polusi, Selasa (26/12/2023). Menurut situs IQAir, Selasa pukul 12.00 WIB, nilai indeks kualitas udara di Jakarta adalah 167 atau dalam kondisi tidak sehat. Libur hari raya dan cuti bersama ternyata tidak mampu mengurangi tingginya tingkat polusi di Jakarta.
TOTOK WIJAYANTO

Kondisi langit Jakarta yang diselimuti kabut polusi, Selasa (26/12/2023). Menurut situs IQAir, Selasa pukul 12.00 WIB, nilai indeks kualitas udara di Jakarta adalah 167 atau dalam kondisi tidak sehat. Libur hari raya dan cuti bersama ternyata tidak mampu mengurangi tingginya tingkat polusi di Jakarta.

JAKARTA, KOMPAS —Permasalahan polusi udara di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang terus berulang pada musim kemarau perlu diatasi lewat kolaborasi lintas sektor. Melalui supervisi dari pemerintah pusat, pemerintah daerah juga perlu bertindak komprehensif dan memberi contoh pada masyarakat.

Hal itu mengemuka dalam diskusi grup terfokus (FGD) bertajuk ”Mencari Formula Atasi Polusi Udara” yang diadakan harian Kompas di Jakarta, Kamis (11/1/2024). Acara itu dihadiri perwakilan sejumlah pemangku kepentingan mulai dari pemerintah pusat dan daerah, akademisi, hingga organisasi masyarakat sipil.

Diskusi ini juga diselenggarakan guna melihat sejauh mana upaya pemerintah pusat dan daerah dalam menjalankan putusan pengadilan terkait gugatan masyarakat (citizen lawsuit) atas pencemaran udara yang diputus di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 September 2021.

Salah satu bunyi putusan memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) agar melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam melakukan inventarisasi emisi lintas batas ketiga provinsi.

Menanggapi hal ini, Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan(KLHK) Luckmi Purwandari menyampaikan, pada Agustus 2023 Menteri LHK telah membuat Surat Keputusan (SK) Nomor 929 tentang Langkah Penanganan dan Pengendalian Pencemaran Udara di Wilayah Jabodetabek.

Dalam SK tersebut ditetapkan tujuh langkah penanganan dan pengendalian pencemaran udara yang melibatkan pemerintah provinsi tiga daerah, yakni DKI Jakarta, Jabar, dan Banten. Langkah-langkah tersebut yakni mengidentifikasi sumber pencemar udara, melakukan pengawasan emisi gas buang kendaraan bermotor, dan menggalakkan penanaman pohon.

Diskusi Kelompok Terarah (FGD) dengan tema Mencari Formula Atasi Polusi Udara digelar harian <i>Kompas</i> di Jakarta, Kamis (11/1/2024). FGD ini menghadirkan nara sumber dari para pemangku kebijakan dan lembaga yang peduli pada isu polusi udara.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Diskusi Kelompok Terarah (FGD) dengan tema Mencari Formula Atasi Polusi Udara digelar harian Kompas di Jakarta, Kamis (11/1/2024). FGD ini menghadirkan nara sumber dari para pemangku kebijakan dan lembaga yang peduli pada isu polusi udara.

Selain itu, langkah lainnya yakni mengawasi ketaatan perizinan pembangkit listrik maupun pembakaran limbah, melakukan upaya penegakan hukum, dan menerapkan teknologi modifikasi cuaca.

Langkah terakhir yaitu melakukan pembinaan, pengawasan, koordinasi, dan supervisi kepada pemerintah daerah dalam wilayah Jabodetabek secara berjenjang.

”Indikator keberhasilan langkah-langkah ini diukur dari stasiun pemantau kualitas udara. Dari 15 stasiun pemantau kualitas udara otomatis yang dipasang di Jabodetabek, terdapat enam stasiun yang pada posisi tersebut lebih sering berwarna kuning atau tidak sehat,” ujarnya.

Luckmi menyebut, Pemerintah Indonesia telah memperketat baku mutu udara ambien sejak 2021. Pengetatan baku mutu udara ini mengacu pada hasil kajian dan pedoman kualitas udara global dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Setiap negara dapat menggunakan acuan tersebut dengan menyesuaikan kondisi geografis, topografis, sosial, dan ekonomi.

Baca juga: Belajar dari "Raksasa" Dunia Mengatasi Polusi Udara

”Ada kota-kota di Indonesia dengan rata-rata tahunan mutu udara sama dengan acuan WHO, seperti Gorontalo, Manokwari, dan Samarinda,” tuturnya. Di Jakarta, untuk PM 2,5 rata-rata tahunannya 35 mikrogram per meter kubik (ug/m3) atau lebih tinggi dari acuan WHO, yakni 15 ug/m3.

Iklan

Dari 15 stasiun pemantau kualitas udara otomatis yang dipasang di Jabodetabek, terdapat enam stasiun yang pada posisi tersebut lebih sering berwarna kuning atau tidak sehat.

Luckmi menegaskan, hal terpenting lainnya tak hanya memperketat baku mutu udara, tetapi juga aksi komprehensif mengatasi polusi udara. Sebab, banyak negara lain dengan baku mutu udara lebih longgar dari pedoman WHO. Namun, negara itu memiliki capaian mutu udara rata-rata tahunan lebih baik.

Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Luckmi Purwandari menyampaikan paparannya saat menjadi nara sumber dalam Diskusi Kelompok Terarah (FGD) dengan tema Mencari Formula Atasi Polusi Udara di Jakarta, Kamis (11/1/2024).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Luckmi Purwandari menyampaikan paparannya saat menjadi nara sumber dalam Diskusi Kelompok Terarah (FGD) dengan tema Mencari Formula Atasi Polusi Udara di Jakarta, Kamis (11/1/2024).

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, Pemprov DKI Jakarta melakukan sejumlah upaya untuk membantu mengatasi pencemaran udara. Upaya itu di antaranya instruksi gubernur dan menyusun Grand Design Pengendalian Pencemaran Udara (GDPPU) untuk peningkatan kualitas udara Ibu Kota.

”Pertengahan tahun lalu, pemda se-Jabodetabek termasuk tiga pemprov bersama KLHK menyepakati tentang peningkatan upaya uji emisi. Dari sinilah kami memperkuat pelatihan maupun mendorong atau memperbanyak tempat uji emisi,” ujarnya.

Sementara Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin mengatakan, polusi udara di wilayah Jabar lebih banyak disebabkan aktivitas kendaraan dibandingkan industri.

Dalam jangka pendek, penanganan polusi udara dilakukan dengan rekayasa cuaca. Kemudian nantinya regulasi untuk percepatan penerapan batas emisi Euro 5 dan Euro 6 akan dibuat.

Ia juga mengakui Jabar perlu pengembangan transportasi umum lebih masif. Tahun ini, ia menargetkan dapat meningkatkan pengembangan transportasi umum, salah satunya dengan mulai melakukan konstruksi fisik untuk kereta api ringan (LRT) di wilayah Bandung Raya.

Merinci sumber pencemar

Co-Founder Yayasan Bicara Udara Novita Natalia menyatakan, pemerintah perlu lebih merinci berbagai sumber pencemar udara di Jabodetabek. Di sisi lain, pemerintah juga perlu melihat bahwa anggaran menutup sumber pencemar seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara lebih murah dibandingkan dengan mengatasi penyakit di masyarakat yang timbul akibat polusi udara.

”Biaya untuk meng-cover penyakit akibat polusi udara bisa mencapai Rp 18 triliun dalam waktu lima tahun. Sementara untuk menutup satu PLTU membutuhkan biaya Rp 1,4 triliun. Kita perlu mendetailkan hal ini agar jangan selalu masyarakat yang disalahkan,” ungkapnya.

Menurut Novita, selain kendaraan pribadi, kendaraan umum seperti bus dan truk juga terindikasi jadi penyebab polusi udara dari emisi yang dikeluarkan. Oleh karena itu, transportasi milik pemerintah perlu dilihat apakah memenuhi standar untuk mencegah polusi udara sekaligus memberi contoh kepada masyarakat.

https://cdn-assetd.kompas.id/-sQbaKfAMZL6dxtOP6jlncfAQGU=/1024x1926/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F10%2F10%2F45688689-4b7d-4d82-a33b-b3d24c2d457a_png.png

Selain itu, ia juga menilai bahwa polusi udara yang terjadi pertengahan tahun lalu lebih bisa diantisipasi oleh pemerintah pusat maupun daerah. Sebab, pada awal tahun 2023, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memperingatkan terjadinya El Nino yang menyebabkan kemarau panjang dan menurunkan intensitas hujan.

Baca juga: Mayoritas Sumber Emisi di Jabodetabek Berasal dari Aktivitas Transportasi Lokal

Lektor Kepala Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Raden Driejana menyebut pencemaran udara merupakan naiknya tingkat konsentrasi alami di udara akibat kegiatan manusia. Jadi, mengatasi pencemaran udara juga amat berkaitan dengan mengelola atau mengatur aktivitas manusia.

”Penduduk Jabodetabek mencapai 35 juta jiwa jadi wajar jika emisinya tinggi. Jadi, perangkat atau instrumen hukum maupun kelembagaan sudah ada untuk mengatasi pencemaran udara. Sekarang tinggal bagaimana kita mengimplementasikannya,” ungkapnya.

Editor:
EVY RACHMAWATI
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000