Seorang ASN Jakarta memanfaatkan kedekatan dan kepolosan korban untuk melakukan tindak kekerasan seksual.
Oleh
AGUIDO ADRI, FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rusyan Taufik (58), seorang aparatur sipil negara di Dinas Perhubungan DKI Jakarta, tega melakukan kekerasan seksual terhadap AAP (11), siswi kelas VI SD. Tindak kekerasan seksual itu dilakukan sejak anak tetangganya itu duduk di kelas V SD.
”Kami mendapatkan laporan dari keluarga korban. Segera kami selidiki dan Satreskrim (Satuan Reserse Kriminal) menangkap RT di Kemayoran. Ternyata kejadian ini sudah berjalan satu tahun saat AAP duduk di kelas V,” kata Wakil Kepala Polres Metro Jakarta Pusat Ajun Komisaris Besar Anton Elfrino Trisanto, Senin (8/1/2024).
Dalam pemeriksaan terungkap, kejadian kekerasan seksual berawal saat pelaku diminta orangtua korban untuk mengantar AAP ke sekolah. Bukannya langsung diantar, korban justru dibawa masuk ke dalam rumah Rusyan. Di situ pelaku melakukan pelecehan seksual.
”Pelaku memberikan uang Rp 5.000 dan mengancam korban. Kejadian tidak hanya sekali, pengakuannya (pelaku) dua kali. Setiap ketemu korban, pelaku memberikan uang Rp 1.000 hingga Rp 5.000,” kata Anton.
Kejadian selanjutnya, saat korban sedang bermain bersama temannya, pelaku memanggil korban untuk masuk ke dalam rumah. Di situ pelaku memberikan kue dan minuman. Tak lama, pelaku mengajak korban menonton film dewasa di telepon seluler miliknya, sembari melakukan kekerasan seksual.
Atas tindakannya, pelaku dijerat dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara.
Sementara itu, Rusyan mengaku menyesali perbuatannya. Tindakan yang dilakukan sangat tidak benar dan telah melanggar hukum dan agama.
”Saya sudah menganggap anak itu sebagai anak sendiri. Anak itu sangat manja dengan saya dan akhirnya saya khilaf melakukan itu. Saya melakukan sudah dua kali,” ujar Rusyan.
Kasus di DKI Jakarta
Kasus ini menambah panjang deretan kasus kekerasan seksual di Jakarta. Sepanjang 2023, Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak DKI Jakarta menangani 1.682 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kasus-kasus ini didominasi kekerasan terhadap perempuan usia anak dan perempuan dewasa.
UPT Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak pada Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk DKI Jakarta melaporkan, 1.682 kasus kekerasan itu menimpa 665 anak perempuan, 286 anak laki-laki, dan 731 perempuan dewasa.
Laporan kekerasan meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Kami berkomitmen melindungi perempuan dan anak. (Tri Palupi Diah Handayani)
Kepala UPT Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak Tri Palupi Diah Handayani, Senin (8/1/2024), menyebut jumlah kasus yang ditangani meningkat dibandingkan dengan tahun 2022. Pada 2022 ada 1.455 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditangani. Kasus kekerasan ini termasuk di dalamnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Salah satu langkah penanggulangan yang disiapkan Pemprov DKI Jakarta ialah upaya menambah 10 pos pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak pada 2024. Jika terealisasi, nantinya akan ada 35 pos pengaduan se-Jakarta yang dilengkapi seorang konselor dan paralegal untuk membantu korban kekerasan.
”Laporan kekerasan meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Kami berkomitmen melindungi perempuan dan anak,” ujar Tri.
Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk DKI Jakarta menerima 1.179 laporan pada 2019, 947 kasus pada 2020, dan 1.313 kasus pada 2021.