Bagi Paruh Baya, Kualitas Tidur Lebih Penting daripada Kuantitas Tidur
Riset menemukan, kualitas tidur lebih penting daripada kuantitas tidur bagi kesehatan kognitif di usia paruh baya. Paruh baya yang mengalami gangguan tidur lebih berisiko mengalami masalah kognisi di kemudian hari.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jangan sepelekan gangguan tidur karena hal itu bisa menjadi penanda masalah kesehatan kognisi di kemudian hari. Riset terbaru menemukan, orang-orang yang mengalami lebih banyak gangguan tidur pada usia 30-an dan 40-an tahun lebih mungkin mengalami masalah ingatan dan berpikir satu dekade kemudian.
Penelitian yang diterbitkan pada edisi online Neurology, jurnal medis American Academy, pada 3 Januari 2024 ini menunjukkan asosiasi gangguan tidur dengan masalah kognisi. Temuan ini menunjukkan mutu tidur lebih penting daripada kuantitas tidur bagi kesehatan kognitif di usia paruh baya.
”Tanda-tanda penyakit Alzheimer mulai terakumulasi di otak beberapa dekade sebelum gejalanya muncul,” kata penulis studi Yue Leng, dari Universitas California, San Francisco, dalam keterangan tertulis.
Maka dari itu, hubungan antara tidur dan kognisi sejak dini dinilai sangat penting dipahami untuk mengetahui peran masalah tidur sebagai faktor risiko penyakit ini.
Penelitian tersebut melibatkan 526 orang dengan usia rata-rata 40 tahun. Para responden dipantau kondisinya selama 11 tahun. Para peneliti mengamati durasi dan kualitas tidur partisipan.
Peserta diminta memakai monitor aktivitas pergelangan tangan selama tiga hari berturut-turut pada dua kesempatan dengan jarak sekitar satu tahun untuk menghitung rata-ratanya. Peserta tidur rata-rata enam jam per hari.
Tanda-tanda penyakit Alzheimer mulai terakumulasi di otak beberapa dekade sebelum gejalanya muncul.
Selain itu peserta melaporkan waktu tidur dan waktu bangun dalam buku harian tidur dan menyelesaikan survei mutu tidur dengan skor nol hingga 21, dengan skor lebih tinggi menunjukkan mutu tidur lebih buruk. Sebanyak 239 orang, atau 46 persen, melaporkan kualitas tidur buruk dengan skor lebih dari lima.
Tes memori dan berpikir
Para peneliti juga mengamati fragmentasi tidur, yang mengukur gangguan tidur singkat yang berulang. Mereka mengamati persentase waktu yang dihabiskan untuk bergerak dan persentase waktu yang dihabiskan untuk tidak bergerak selama 1 menit atau kurang saat tidur.
Setelah menjumlahkan kedua persentase ini, para peneliti menemukan bahwa partisipan memiliki rata-rata fragmentasi tidur sebesar 19 persen. Kemudian, periset membagi peserta menjadi tiga kelompok berdasarkan skor fragmentasi tidur mereka.
Dari 175 orang dengan gangguan tidur paling banyak, 44 orang memiliki kinerja kognitif buruk 10 tahun kemudian, dibandingkan dengan 10 dari 176 orang dengan gangguan tidur paling sedikit.
Setelah disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, ras, dan pendidikan, orang-orang yang mengalami gangguan tidur terbanyak memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk mengalami kinerja kognitif buruk dibandingkan dengan mereka yang paling sedikit mengalami gangguan tidur.
Tidak ada perbedaan kinerja kognitif pada usia paruh baya pada kelompok menengah dibandingkan dengan kelompok dengan gangguan tidur paling sedikit.
”Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menilai hubungan antara gangguan tidur dan kognisi pada berbagai tahap kehidupan dan untuk mengidentifikasi apakah ada periode kritis dalam hidup ketika tidur lebih terkait erat dengan kognisi,” tutur Leng.
”Studi di masa depan dapat membuka peluang baru untuk pencegahan penyakit Alzheimer di kemudian hari,” tuturnya.
Penelitian juga menemukan, jumlah waktu tidur dan laporan mereka tentang kualitas tidur tidak berhubungan dengan kognisi di usia paruh baya. Hal ini menunjukkan bahwa, bagi kalangan paruh baya, kualitas tidur menjadi lebih penting dibandingkan dengan kuantitas.