Bersiap Kembali Bekerja Tanpa ”Post Holiday Blues”
Setelah liburan, kumpulkan lagi motivasi untuk mengejar target kehidupan dan jalani dengan semangat dan pikiran yang positif.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
Waktu liburan akhir tahun sudah habis, saatnya kembali bekerja. Para pekerja harus meninggalkan semua euforia liburan lalu dan mempersiapkan diri kembali menjalani rutinitas produktif. Jika tanpa persiapan yang baik, kesehatan mental bisa terganggu.
Kesehatan mental ini dikenal dengan istilah post holiday blues, yaitu sindrom yang menimbulkan rasa sedih saat liburan berakhir sehingga membuat seseorang tidak semangat untuk beraktivitas. Sebab, seseorang yang mengalami sindrom ini tidak mau melepas masa liburan yang identik dengan kegembiraan.
Saat liburan hendak berakhir, pengidap sindrom ini merasa kesepian, galau, sedih, dan tidak siap menjalani rutinitas seperti semula. Dalam kondisi lanjut, sindrom ini bahkan bisa menyebabkan insomnia, gelisah, sakit kepala, penurunan berat badan, stres, hingga depresi.
Penyebabnya beragam, mulai dari stres karena kondisi keuangan yang habis untuk liburan, kehilangan situasi liburan seperti harus berpisah dengan keluarga, hingga cemas harus kembali ke pekerjaan yang membuatnya stres. Namun, kondisi ini biasanya hanya berlangsung sementara.
”Ketika kita sudah menemukan kembali pola kerja, biasanya nanti akan kembali bersemangat, bekerja pun menjadi menyenangkan kembali. Namun, bagi mereka yang kembali ke lingkungan pekerjaan yang tidak menyenangkan atau membosankan, ini membutuhkan motivasi lebih,” kata Augustina Sulastri, psikolog dari Universitas Katolik Soegijapranata Semarang saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (2/1/2024).
Dia menyarankan, pekerja yang kembali setelah liburan untuk memulai berhubungan lagi dengan kolega untuk membangun kembali suasana kerja yang produktif. Kemudian, jadwalkan aktivitas atau target terlebih dahulu.
Menentukan resolusi
Dalam menentukan target atau resolusi yang ingin dicapai dalam pekerjaan pada tahun 2024 ini juga sebaiknya diperhitungkan secara realistis. Hal ini untuk menghindari kemungkinan depresi saat target yang terlampau tinggi tidak tercapai.
Selain itu, kembalilah mengatur pola tidur yang sebelumnya tidak teratur selama liburan. Demikian pula menjaga pola makan sehat setelah liburan yang dipenuhi dengan momen makan banyak. Termasuk dengan rutin berolahraga.
”Jadi coba kumpulkan lagi motivasi untuk mengejar target dalam kehidupan dan jalani perlahan dengan semangat dan pikiran yang positif,” ucapnya.
Saat acara liburan berakhir, hormon adrenokortikotropik, perangsang rasa stres, yang meningkat.
Post holiday blues mungkin juga dialami orang-orang di kampung halaman yang ditinggal lagi oleh keluarganya yang merantau. Situasi orangtua yang senang rumahnya ramai ketika liburan tiba-tiba merasa menjadi sepi ditinggal pergi bekerja lagi oleh anaknya.
Oleh karena itu, penting bagi perantau dan orangtua untuk tetap komunikasi agar tetap terkoneksi sehingga kedua tidak terlarut dalam sindrom ini. Teknologi yang semakin canggih seharusnya membuat hal ini menjadi mudah. Dan, bisa juga dengan meninggalkan memorabilia di rumah sebagai pengingat keceriaan masa liburan.
”Segera hubungi orangtua saat sampai di perantauan, tinggalkan makanan kesukaan keluarga. Terlebih bagi orangtua yang sudah tidak produktif ini sangat rentan kesepian,” kata Ketua Kompartemen Pengurus Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) ini.
Psikiater dan Direktur Klinik Gangguan Kecemasan Jack dan Mary McGlasson di Universitas Johns Hopkins, Amerika Serikat, Paul Nestadt, menuturkan, hormon dopamin dan serotonin yang merupakan dua hormon perasaan senang menjadi meningkat karena bisa menghabiskan waktu bersama teman dan keluarga selama berlibur.
”Namun, saat acara liburan berakhir, hormon adrenokortikotropik, perangsang rasa stres, yang meningkat,” kata Paul, dilansir dari Health.
Belum banyak riset mengenai post holiday blues, tetapi beberapa pakar mengatakan hal itu cukup awam dialami banyak orang, selayaknya perasaan yang dialami saat liburan. Survei tahun 2006 yang dilakukan American Psychological Association menunjukkan 78 persen orang merasa bahagia, sedangkan 68 persen sering atau kadang merasa lelah.
Meski awam dialami semua orang setelah liburan, bagi beberapa orang, sindrom ini cukup mengganggu berkepanjangan. Jika mengalami hal ini, sebaiknya segera konsultasikan dengan psikolog dan psikiater agar produktivitas kerja kembali pulih dan tetap terjaga.