Waspadai Cuaca Ekstrem pada Masa Libur Natal dan Tahun Baru
Kondisi cuaca esktrem, khususnya hujan lebat, perlu diwaspadai masyarakat selama periode libur Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski tak merata, kondisi cuaca ekstrem, khususnya hujan lebat, masih perlu diwaspadai masyarakat selama periode libur Natal 2023 dan Tahun Baru 2024. Hujan lebat berskala lokal ini bisa mengakibatkan bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, dan dampak kerusakan lainnya.
Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Guswanto menyampaikan, hujan intensitas lebat dan potensi suhu panas terik masih dapat terjadi di sebagian wilayah Indonesia selama periode Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
“Tidak ada potensi hujan ekstrem berdasarkan output model prakiraan hujan probabilistik dan ensemble tiga hari ke depan atau selama 26-28 Desember 2023,” ujarnya dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Selasa (26/12/2023).
Namun, prakiraan berbasis dampak (impact-based forecast/IBF) untuk kategori siaga selama periode waktu tersebut terdeteksi di wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Riau
BMKG mencatat dampak hujan lebat di wilayah Aceh, Sumut, dan Riau ini dapat membuat jembatan yang rendah tak dapat dilintasi, longsor, hingga menimbulkan guguran bebatuan atau erosi tanah berskala menengah. Volume aliran sungai pun bisa meningkat dan menyebabkan banjir.
Tidak ada potensi hujan ekstrem berdasarkan output model prakiraan hujan probabilistik dan ensemble tiga hari ke depan atau selama 26-28 Desember 2023.
Sebelumnya, analisis BMKG menunjukkan potensi hujan lebat dan suhu panas terik di sejumlah wilayahdipicu beberapa fenomena dinamika atmosfer.
Salah satu fenomena tersebut adalah sirkulasi angin di Laut China Selatan (LCS) masih menghambat aliran massa udara basah dari Asia ke wilayah Indonesia sehingga potensi hujan lebat terkonsentrasi di Sumatera dan Kalimantan Barat.
Sirkulasi di LCS ini diidentifikasi sebagai bibit siklon tropis 18W yang bergerak ke arah barat menuju daratan Semenanjung Malaysia dan berpotensi rendah jadi sistem siklon tropis.Sirkulasi angin di LCS ini secara tidak langsung berdampak pada kurangnya potensi pertumbuhan awan di wilayah selatan ekuator.
Kondisi tersebut diperkuat dengan adanya fase kering fenomena Madden Jullian Oscillation (MJO) di sebagian wilayah Indonesia sehingga memicu kurangnya tutupan awan pada siang hari. Akibatnya, pada siang hari kondisi suhu panas dan terik dengan kisaran suhu 35-37 derajat celsius.
Guswanto menekankan kepada warga agar selalu waspada terhadap terjadinya bencana hidrometeorologi dari dampak cuaca ekstrem seperti hujan lebat hingga amat lebat dalam skala lokal. Sebab, cuaca ekstrem ini bisa memicu bencana, antara lain, banjir, tanah longsor, dan dampak kerusakan lainnya.
Selain itu, masyarakat juga perlu mewaspadai hujan sedang hingga lebat disertai dengan kilat atau petir dan angin kencang pada sore hari, terutama pada hari terjadi pemanasan kuat mulai pukul 10.00 hingga pukul 14.00.
Kondisi ini biasanya ditandai dengan jenis awan yang berwarna gelap dan menjulang tinggi seperti kembang kol dan terkadang memiliki landasan pada puncaknya atau awan jenis kumulonimbus.
“Khusus untuk daerah bertopografi curam atau bergunung dan rawan longsor agar tetap waspada, terutama pada kejadian hujan dengan intensitas ringan hingga sedang yang terjadi selama beberapa hari berturut-turut,” kata Guswanto.
Obyek wisata
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari sebelumnya mengatakan, memasuki peralihan musim kemarau menuju musim hujan ada beberapa potensi bencana hidrometeorologi basah. Kondisi ini perlu diwaspadai, terutama pada periode libur Natal dan Tahun Baru.
Menurut Abdul, kewaspadaan ini juga perlu ditingkatkan di tempat wisata, baik sungai, pantai, maupun pegunungan atau perbukitan. Di obyek wisata sungai kerap terjadi peningkatan debit air secara mendadak hingga meluap akibat curah hujan tinggi.
Kemudian pada obyek wisata pantai perlu diwaspadai terjadinya gelombang tinggi atau pasang maupun arus pusaran air seperti di wilayah selatan Jawa. Sementara pada obyek wisata pegunungan atau bukit perlu diwaspadai terkait longsor saat curah hujan tinggi, banjir lahar dingin, dan tanah bergerak.
”Kewaspadaan bukan berarti takut. Jadi, waspada membuat kita mengetahui apa yang harus dilakukan. Misalnya ketika kita berwisata di daerah wisata air atau danau perlu diperhatikan apakah tempat penginapannya ada jalur evakuasi atau tidak,” ucapnya.
BNPB juga telah merilis Peta Jalur Mudik Rawan Bencana yang dapat digunakan oleh masyarakat yang akan melakukan perjalanan selama libur Natal dan Tahun Baru untuk mengetahui tingkat kerawanan bencana pada wilayah yang dilalui.
Peta Jalur Mudik Rawan Bencana ini telah dibagikan kepada masyarakat dan pemerintah daerahsehingga para pelaku perjalanan liburan akan memahamitingkat rawan bencananya ketika sampai di daerah masing-masing,