Waspadai Cuaca Ekstrem Saat Libur Natal dan Tahun Baru
Memasuki musim hujan pada Desember ini, potensi cuaca ekstrem saat libur Natal dan Tahun Baru harus diwaspadai.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 42 persen wilayah Indonesia memasuki musim hujan pada Desember 2023. Meskipun fenomena El Nino mengurangi curah hujan dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, masyarakat tetap diminta mewaspadai potensi cuaca ekstrem saat libur Natal dan Tahun Baru.
Deputi Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto, Jumat (22/12/2023), mengatakan, cuaca ekstrem berpotensi terjadi saat libur Natal dan Tahun Baru ini. Daerah yang memasuki musim hujan perlu meningkatkan mitigasi.
”Perlu diwaspadai potensi cuaca ekstrem, gelombang tinggi, dan banjir rob/pasang surut, yang kemungkinan terjadi selama periode Natal dan Tahun Baru,” kata Guswanto dalam jumpa pers daring di Jakarta.
Berdasarkan prospek cuaca selama periode libur Natal 2023 dan Tahun Baru 2024, BMKG memperkirakan beberapa provinsi berpotensi mengalami hujan sedang hingga lebat.
Pada 19-24 Desember 2023, hujan lebat berpotensi terjadi di Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Jawa Barat (Jabar), Nusa Tenggara Timur (NTT) Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Tengah (Kalteng), dan Papua. Hujan saat ini masih berlangsung di Sulawesi Selatan (Sulsel).
Selanjutnya, pada periode 25 Desember 2023-1 Januari 2024, hujan lebat berpotensi terjadi di Sumatera Barat (Sumbar), Kepulauan Riau (Kepri), Bengkulu, Kepulauan Babel, Jawa Tengah (Jateng), Jawa Timur, dan NTT. Hujan sedang berlangsung di Kalbar, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara (Kaltara), Sulsel, Papua Barat, dan Papua.
Kemudian, pada periode 2-6 Januari 2024, hujan lebat masih terjadi di Sumbar, Kepri, dan Jateng. Untuk hujan sedang, terjadi di NTT, Kalbar, Kalteng, Kaltara, Sulawesi Utara, dan Papua.
Khusus wilayah Jabar dan Banten, kata Guswanto, memiliki kontur dan topografi yang unik. ”Tidak perlu sampai hujan ekstrem, hujan dengan intensitas sedang saja bisa menjadi bencana banjir dan longsor (di Jabar dan Banten),” ujarnya.
Terkait puncak musim hujan, Guswanto mengatakan, waktunya diperkirakan terjadi pada Januari-Februari dengan 55 persen zona musim di Indonesia sudah memasuki musim hujan.
Bencana hidrometeorologi
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Mayor Jenderal Fajar Setiawan mengatakan, potensi bencana hidrometeorologi perlu diwaspadai pada periode libur Natal dan Tahun Baru. Apalagi, ini beriringan dengan masuknya musim hujan.
Bencana itu antara lain banjir/banjir bandang, tanah longsor, dan gelombang tinggi/pasang dan banjir rob. ”Seluruh provinsi harus sudah melaksanakan mitigasi dan kesiapan menyongsong libur Natal dan Tahun Baru yang dihadapkan dengan potensi bencana yang mungkin terjadi di daerahnya masing-masing,” kata Fajar.
Fajar melanjutkan, momen libur Natal dan Tahun Baru banyak dimanfaatkan warga untuk berwisata. BNPB pun mengimbau agar kewaspadaan di tempat-tempat obyek wisata, terutama wisata alam, terhadap potensi cuaca ekstrem ditingkatkan.
Untuk obyek wisata sungai, warga diminta mewaspadai peningkatan debit sungai secara mendadak, luapan air akibat curah hujan tinggi, banjir kiriman, dan longsor dari tebing sungai.
Kemudian, untuk obyek wisata pantai, warga diminta mewaspadai gelombang tinggi/pasang, arus pusaran air, dan banjir rob. Begitu pula dengan obyek wisata bukit/pegunungan, warga diminta mewaspadai longsor saat curah hujan tinggi, banjir lahar dingin, dan tanah bergerak.
Fajar juga mengimbau warga agar memantau prakiraan cuaca yang dirilis BMKG dan pihak berwenang lainnya. Warga juga mesti mempelajari dan memahami jalur evakuasi terdekat apabila terdapat potensi bencana hidrometeorologi.
”Terakhir, memeriksa kondisi kendaraan ketika akan bepergian dan memastikan kondisi kendaraan dapat menempuh medan saat terjadi hujansehingga, tidak menghambat diri sendiri dan pengguna jalan lain,” ujarnya.
Rekap bencana
BNPB mencatat, selama periode 1 Januari-21 Desember 2023, terjadi 4.847 bencana di seluruh wilayah Indonesia. Sebanyak 257 orang meninggal, 33 orang hilang, 5.754 orang luka-luka, dan 8.513.486 orang mengungsi akibat bencana tersebut.
Dari total kejadian bencana itu, bencana hidrometeorologi basah merupakan penyumbang terbesar. Bencana hidrometeorologi basah terjadi 2.848 kali, yaitu cuaca ekstrem 1.135 kali, banjir 1.114 kali, tanah longsor 568 kali, dan gelombang pasang serta abrasi 31 kali.
”Dampaknya pun signifikan, yaitu 217 orang meninggal, 33 orang hilang, 5.678 orang luka-luka, dan 4.095.533 orang mengungsi,” kata Fajar.