Hujan lebat telah memicu banjir di sejumlah wilayah Sumatera dalam sepekan terakhir, sementara Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara Timur cenderung terik dan minim hujan dalam sepekan terakhir.
Oleh
AHMAD ARIF
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Munculnya pusaran angin yang kuat di sekitar perairan Natuna, Kepulauan Riau, menghambat aliran monsun Asia dari utara ke wilayah Indonesia. Hal ini memicu terjadinya cuaca yang kontras di musim hujan sekarang.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Andri Ramdhani, Kamis (21/12/2023), mengatakan, sesuai periode musimannya, pada Desember ini monsun Asia semakin menguat. Hal ini ditandai dengan adanya aliran massa udara yang membawa awan hujan dari wilayah Asia menuju wilayah Indonesia melalui perairan Laut China Selatan di sekitar wilayah Natuna.
”Monsun Asia ini sifat massa udaranya mengandung banyak uap air sehingga ketika monsun Asia ini aktif, maka fenomena tersebut menandakan bahwa musim hujan mulai terjadi di wilayah Indonesia,” kata Andri.
Namun, saat ini terdapat aktivitas fenomena atmosfer regional yang secara spesifik terjadi dalam sepekan terakhir di perairan Natuna dan sekitarnya. Fenomena itu berupa kemunculan pusat tekanan rendah yang menyebabkan terbentuknya pola sirkulasi angin. ”Jika dilihat dari peta angin (streamline), bentuknya seperti pusaran yang bergerak berlawanan arah jarum jam di belahan bumi utara,” katanya.
Sirkulasi angin yang terbentuk di sekitar perairan Natuna tersebut berperan sebagai blocking atau penghambat aliran monsun Asia dari utara masuk ke wilayah Indonesia. Hal ini menyebabkan massa udara basah mengumpul di sekitar wilayah Natuna dan menyebabkan timbulnya peningkatan curah hujan tinggi di wilayah Sumatera.
Data BMKG menunjukkan, dalam sepekan terakhir, hujan tinggi terjadi Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, hingga Lampung dan Kalimantan Barat.
Banjir di Sumatera
Menurut laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serangkaian bencana banjir dan longsor melanda sejumlah wilayah Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, banjir menggenangi sejumlah wilayah di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumbar, dengan ketinggian 30-100 sentimeter sejak Senin (18/12/2023). Banjir berdampak terhadap 512 keluarga atau 2.081 jiwa.
Di Kabupaten Agam, Sumbar, dua warga Baruah Andaleh, Jorong Baruah, Nagari Padang Tarok, Kecamatan Baso, menjadi korban tanah longsor pada Senin. Keduanya tertimbun material longsor saat melakukan gotong royong membersihkan saluran irigasi yang tersumbat di lokasi kejadian. Pada hari yang sama, seorang pesepeda motor meninggal akibat tertimpa longsor di Koto Laweh, Nagari Tanjung Alam, Kecamatan Tanjung Baru, Tanah Datar.
Curah hujan yang tinggi juga menyebabkan banjir bandang menerjang Kabupaten Solok, Sumbar, pada Rabu (20/12/2023) pukul 18.00. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Solok melaporkan, banjir menyebabkan dua rumah dan tujuh jembatan rusak berat.
Hujan lebat juga memicu meluapnya Sungai Aek Singolot yang menyebabkan banjir bandang di Desa Purba Baru, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Sumut, Rabu malam. Kejadian ini memaksa 86 santri dan sembilan orang lainnya mengungsi.
Andri mengatakan, kemunculan pusaran angin di Natuna memiliki dampak berbeda di wilayah Indonesia bagian selatan ekuator, terutama di wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara Timur. Hambatan massa udara dari monsun Asia menyebabkan wilayah Jawa-Nusa Tenggara justru mengalami potensi rendahnya pertumbuhan awan dengan dominasi kondisi cuaca cerah pada siang hari.
”Dampak tidak langsung yang dirasakan masyarakat adalah terjadinya suhu panas dan terik pada siang hari,” katanya.
Dari data hasil pengamatan BMKG, suhu maksimum terukur selama periode 13-19 Desember 2023 di beberapa wilayah Indonesia cukup tinggi dengan kisaran 36-38 derajat celsius pada siang hari.
Menurut dia, suhu maksimum tertinggi selama periode tersebut mencapai 38 derajat celsius, yang terukur di Kantor Balai Besar Wilayah II Tangerang Selatan, Banten, pada 14 Desember 2023. Beberapa tempat lain di Jawa juga mengalami suhu hingga 37 derajat celsius, seperti di Surabaya. Andri menambahkan, saat ini fenomena global El Nino masih berada pada status moderat dan cenderung kuat. El Nino ini diprediksi aktif dengan level moderat hingga Februari 2024.
Fenomena El Nino yang masih aktif pada speriode musim hujan (Desember-Januari-Februari) di wilayah Indonesia ini dapat memberikan dampak tidak langsung terhadap kondisi musim hujan, seperti perubahan maju-mundur awal musim, dan dapat berpengaruh juga terhadap lamanya periode musim hujan.
Fenomena itu berupa kemunculan pusat tekanan rendah yang menyebabkan terbentuknya pola sirkulasi angin.
Durasi musim hujan 2023/2024 dapat lebih pendek daripada normalnya. ”Dampak tidak langsung El Nino ini relatif dapat berpengaruh terhadap kondisi atmosfer pada periode musim hujan,” katanya.
Andri mengatakan, selain kemunculan pusaran angin dan El Nino, kondisi udara yang cukup kering dan terik di Jawa juga dipengaruhi fenomena lain. ”BMKG memonitor dalam sepekan terakhir terdapat sinyal yang menunjukkan adanya fase kering yang cukup signifikan sebagai dampak dari MJO (Madden-Julian Oscillation) yang saat ini sedang aktif di wilayah Pasifik Barat,” ujarnya.
Menurut dia, ketika fenomena MJO aktif di wilayah Pasifik Barat, hal ini akan menimbulkan curah hujan tinggi di wilayah tersebut. Maka, kondisi yang sebaliknya justru terjadi di sekitar wilayah Indonesia, yaitu kondisi udara yang relatif kering sehingga cukup memicu kurangnya potensi pertumbuhan awan hujan, seperti yang terjadi dalam sepekan terakhir.
”Jadi, secara tidak langsung dapat diketahui kenapa meskipun sudah memasuki musim hujan di pertengahan bulan Desember ini, dalam sepekan terakhir kondisi cuaca panas dan tidak ada hujan justru terjadi cukup intens dan mendominasi wilayah Indonesia, terutama di bagian selatan khatulistiwa. Karena adanya interaksi fenomena atmosfer yang terjadi secara simultan sehingga saling menguatkan dampaknya,” paparnya.
Sekalipun demikian, ujarnya, sesuai dengan analisis terbaru BMKG berdasarkan model prediksi cuaca, dapat diprakirakan bahwa hujan di wilayah Jawa mulai berpotensi terjadi kembali di sebagian wilayah pada 23-25 Desember 2023.