Kecerdasan buatan dapat memberikan cara lebih cepat dan akurat mendiagnosis gangguan spektrum autisme pada anak-anak.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS— Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dapat memberikan cara yang lebih cepat dan akurat untuk mendiagnosis gangguan spektrum autisme pada anak-anak. Dengan menggunakan elektroretinogram atau tes diagnostik yang mengukur aktivitas listrik retina sebagai respons terhadap stimulus cahaya, para peneliti kini dapat menggunakan AI untuk mengidentifikasi fitur spesifik untuk mengklasifikasikan autisme.
Temuan terbaru ini dilaporkan dalam studi baru dari University of South Australia (UniSA) dan Flinders University yang diterbitkan dalam Research in Autism Spectrum Disorders, yang dirilis pada Senin (18/12/2023). Riset dilakukan bersama dengan University of Connecticut dan University College London.
Dalam kajian ini, para peneliti mengukur respons retina dari 217 anak berusia 5–16 tahun, 71 dengan diagnosis gangguan spektrum autisme/ASD dan 146 anak tanpa diagnosis ASD). Para peneliti menemukan bahwa retina anak-anak dengan ASD menghasilkan respons retina yang berbeda dengan anak-anak dengan neurotipikal.
Tim peneliti juga menemukan, biomarker terkuat dicapai dari satu kilatan cahaya terang ke mata kanan, dengan pemrosesan AI yang secara signifikan mengurangi waktu pengujian. Studi tersebut menemukan, komponen frekuensi tinggi dari sinyal retina berkurang pada ASD.
Dari temuan ini, peneliti merekomendasikan tes ini dapat dievaluasi lebih lanjut untuk melihat apakah hasil ini dapat digunakan untuk menyaring ASD pada anak usia 5–16 tahun dengan tingkat akurasi yang tinggi. ASD adalah suatu kondisi perkembangan saraf yang ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial timbal balik, komunikasi, dan perilaku berulang atau membatasi.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 1 dari 100 anak termasuk dalam spektrum autisme. Penyakit ini empat kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.
Peneliti utama UniSA, Fernando Marmolejo-Ramos, mengatakan bahwa tes ini dapat memberi para dokter metode yang lebih baik untuk mendiagnosis ASD, mempercepat dukungan yang sangat dibutuhkan bagi ribuan anak dalam spektrum tersebut.
”Intervensi dini dan dukungan yang tepat dapat membantu anak-anak penderita ASD meningkatkan kualitas hidup mereka. Namun saat ini, tidak ada tes sederhana untuk ASD yang berarti bahwa individu sering kali memerlukan penilaian dan laporan psikologis yang panjang untuk mendapatkan diagnosis,” kata Marmolejo-Ramos.
Melihat ke dalam mata untuk memahami otak memungkinkan kita mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana otak berkembang pada orang dengan ASD.
Menurut Marmolejo-Ramos, tes menggunakan AI ini jauh lebih cepat. ”Dengan menggunakan unit pengujian elektroretinogram RETeval, kami dapat mengumpulkan data dan menyelesaikan pemeriksaan autisme, semuanya hanya dalam waktu 10 menit,” katanya.
Menurut dia, temuan ini merupakan langkah besar karena mengurangi waktu, stres, dan uang bagi orangtua dan anak-anak mereka. ”Yang penting, tes ini bersifat noninvasif dan dapat ditoleransi dengan baik oleh anak-anak, sehingga prosesnya jadi lebih mudah bagi semua pihak yang terlibat,” katanya.
Mata dan otak
Pemimpin proyek riset ini dari Flinders University, Paul Constable, mengatakan, karena mata terhubung ke otak, melihat ke dalam mata untuk memahami otak memungkinkan kita mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana otak berkembang pada orang dengan ASD. ”Sangat menarik untuk mulai mencari cara baru menggunakan elektroretinogram dengan analisis sinyal dan pembelajaran mesin untuk membantu mengklasifikasikan ASD dengan lebih akurat,” kata Constable.
Menurut dia, penyempurnaan riset ke depan masih perlu mengamati anak-anak yang lebih kecil dan juga mereka yang memiliki kondisi lain, seperti gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif. Hal ini untuk melihat seberapa spesifik tes ini. ”Tapi ini adalah langkah pertama yang penting,” katanya.
Rekan peneliti, Hugo Posada-Quintero dari Departemen Teknik Biomedis di Universitas Connecticut, mengatakan, langkah selanjutnya adalah memperluas penelitian untuk melihat kohort dan kategori diagnostik lainnya.
”Studi kami menunjukkan potensi yang menjanjikan dalam menganalisis respons retina menggunakan pemrosesan sinyal canggih dan teknik pembelajaran mesin untuk membantu mengidentifikasi kondisi perkembangan saraf seperti gangguan spektrum autisme,” kata Posada-Quintero.
Dengan penelitian lebih lanjut dan pengembangan teknologi, metode analitik ini dapat dikembangkan menjadi alat praktis untuk membantu dokter secara akurat dan efisien menyaring dan mendiagnosis ASD dan gangguan terkait.