Biaya Kuliah PTN Disesuaikan dengan Kemampuan Mahasiswa
Anggaran pendidikan tinggi masih terbatas. Karena itu, pembiayaan kuliah harus sesuai dengan kemampuan setiap mahasiswa agar ada subsidi silang.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembiayaan dari pemerintah untuk pendidikan tinggi tinggi masih terbatas. Namun, perguruan tinggi dituntut tetap memberikan layanan pendidikan berkualitas untuk menghasilkan lulusan unggul dan berdaya saing. Karena itu, pembiayaan kuliah di perguruan tinggi negeri (PTN) dengan prinsip berkeadilan diharapkan bisa membuka ruang mahasiswa untuk membayar uang kuliah sesuai dengan kemampuan.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nizam, di Jakarta, Senin (18/12/2023), mengatakan, penyelenggaraan pendidikan tinggi tidak murah. Meski demikian, di Indonesia biaya pendidikan tinggi masih relatif murah jika dibandingkan dengan negara lain. Subsidi pemerintah baru memenuhi 28 persen dari pemenuhan standar minimum.
”Jadi, gotong royong pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan. Gotong royong ini prinsipnya yang mampu membayar sesuai kemampuan supaya bisa ada subsidi silang untuk membantu mahasiswa yang terbatas kemampuan finansialnya,” kata Nizam.
Oleh karena itu, selain seleksi nasional penerimaan mahasiswa baru (SNPMB), jalur mandiri di perguruan tinggi tetap dibuka sesuai aturan yang ditetapkan. Menurut Nizam, selama ini, terutama di media massa, laporan terkait biaya kuliah di PTN kurang terekspose.
”Yang diungkapkan hanya UKT (uang kuliah tunggal) tertinggi, padahal kenyataannya yang membayar dengan biaya tersebut hanya sekitar 2-5 persen mahasiswa, sisanya membayar jauh di bawah UKT tertinggi,” ujar Nizam
Pembayaran biaya kuliah di tiap jalur masuk seleksi nasional penerimaan mahasiswa baru ditetapkan berdasarkan kelompok UKT dari yang terendah sampai tertinggi. Di jalur mandiri, selain UKT yang dibayar setiap semester, ada juga iuran pengembangan institusi (IPI) atau uang kuliah awal. Biaya ini sering dikenal dengan istilah uang pangkal yang dibayar saat mahasisa diterima.
Penentuan UKT bagi mahasiswa di jalur mandiri biasanya dari kelompok tertinggi dan ada uang pangkal yang ditetapkan sama bagi semua mahasiswa baru sesuai dengan program studi. Uang pangkal ada yang ditetapkan minimal sekitar Rp 10 juta sampai ratusan juta rupiah. Adapun di jalur seleksi nasional berdasarkan prestasi (SNBP) dan seleksi nasional berdasarkan tes (SNBT), mahasiswa baru hanya dikenai UKT sesuai dengan kemampuan ekonomi.
Nizam mencontohkan, di Universitas Indonesia, rata-rata uang kuliah mahasiswa sekitar Rp 8 juta per semester. Di Universitas Gadjah Mada rata-rata Rp 5 juta per semester. ”Tapi, yang diangkat sering tentang batas UKT tertinggi. Padahal, kalau banyak mahasiswa membayar UKT tinggi sesuai kemampuan, malah bagus. PTN jadi bisa menyubsidi mahasiswa dari keluarga tidak mampu,” ucapnya.
Menurut Nizam, semangat kesadaran masyarakat untuk berinvestasi di pendidikan atau turut membiayai pendidikan tinggi perlu terus ditingkatkan. Sebab, pendidikan tinggi tidak sepenuhnya public good, tetapi juga private return. Artinya, dengan ijazah kesarjanaan, lulusan perguruan tinggi punya peluang mendapatkan pekerjaan yang lebih tinggi dan penghasilan yang lebih tinggi dari mereka yang tidak kuliah.
”Jadi, ada prinsip berkeadilan, masyarakat ikut membiayai pendidikan tinggi dengan membayar sesuai kemampuan orangtua mahasiswa,” katanya.
Alasan ekonomi
Menurut Nizam, PTN wajib menerima calon mahasiswa yang lulus tes dan tidak boleh membiarkan mereka tidak bisa kuliah karena alasan ekonomi. ”Ini sudah menjadi komitmen rektor PTN. Kalau ada mahasiswa lulus tes dan uang kuliah yang harus dibayarnya melampaui kemampuan orangtua, silakan melapor dan mahasiswa bisa ikut kuliah dengan membayar sesuai kemampuan orangtua,” ujarnya.
Secara terpisah, Sekeretaris Jenderal Kemendikbudristek Suharti mengatakan, anggaran pendidikan tinggi sebenarnya terbatas. Pada tahun 2024, dari anggaran pendidikan sebesar Rp 99,98 triliun, sekitar Rp 33,7 triliun di antaranya untuk Diktiristek.
Gotong royong ini prinsipnya yang mampu membayar sesuai kemampuan supaya bisa ada subsidi silang untuk membantu mahasiswa yang terbatas kemampuan finansialnya.
Dukungan untuk meningkatkan akses kuliah generasi muda diberikan dengan menyediakan bantuan sosial sekitar Rp 26 triliun di tahun 2024. Dari alokasi tersebut, sekitar Rp 13 triliun disediakan bantuan sosial untuk membantu anak-anak dari keluarga tidak mampu untuk mengakses kuliah di perguruan tinggi negeri ataupun swasta.
Rektor Universitas Padjadjaran Rina Indiastuti mengatakan, tiap PTN sudah punya perencanaan berapa kuota kursi dari ketiga jalur masuk PTN (prestasi, tes, dan mandiri) karena ada amanah membuka akses kuliah, termasuk juga mengalkulasi pendapatan.
”Dengan kuota yang sudah ditetapkan di tiap PTN, sebisa mungkin dapat calon mahasiswa yang cocok dengan program studi dan daya tampung bisa dipenuhi. Tiap PTN memastikan pendapatan diterima untuk menjamin kualitas penyelenggaraan pendidikan yang ditingkatkan. Rata-rata UKT senilai Rp 5,2 juta, masih jauh dari biaya kuliah tunggal atau BKT,” kata Rina.
Menurut Rina, di jalur mandiri, mahasiswa yang membayar UKT tertinggi sekitar 20 persen. Lebih banyak yang ke kiri atau lebih rendah dari UKT tertinggi. ”Mohon diyakini tiap PTN yang menerima mahasiswa di jalur mandiri, jika tidak bisa membayar UKT tertinggi, akan dibuka opsi UKT paling rendah. Bahkan, kampus mengeluarkan bantuan, seperti KIP kuliah,” ujar Rina.
Wakil Ketua I Tim Penanggung Jawab SNPMB 2024 Eduart Wolok mengatakan, berdasarkan data tahun 2023, peserta yang lulus ujian jalur mandiri yang mendaftar ulang sekitar 75,5 persen. Sebab, di jalur mandiri ada konsekuensi pembiayaan mandiri. Akibatnya, daya tampung PTN ada yang tidak terpenuhi sesuai tenggat waktu yang ditetapkan.
Menurut Rektor Universitas Negeri Gorontalo tersebut, jalur mandiri tiap PTN sudah ditetapkan sesuai kuota. Namun, bisa bertambah karena jalur prestasi dan tes tidak terpenuhi karena ada calon mahasiswa ”kutu loncat” atau mereka yang lulus tes di jalur prestasi atau tes, tetapi masih mencoba di jalur lain, termasuk jalur mandiri.
Mulai tahun 2024, potensi munculnya mahasiswa ”kutu loncat” dalam seleksi PTN dihadang. Mahasiswa yang lulus di jalur prestasi tidak bisa mendaftar di jalur tes dan mandiri di PTN mana pun. Demikian juga yang lulus jalur tes dan sudah registrasi di PTN yang menerima, mereka tidak bisa mengikuti tes jalur mandiri di PTN mana pun.