Makan Lebih Awal Mengurangi Risiko Penyakit Jantung hingga Diabetes
Selain bahan makanan sehat, waktu makan lebih awal, bisa mengurangi risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes.
JAKARTA, KOMPAS — Penyakit kardiovaskular dan diabetes telah menjadi penyebab kematian utama masyarakat modern, dan sebagian besar penyebabnya terkait dengan pola makan, selain kurangnya aktivitas fisik. Selain bahan makanan yang sehat, waktu makan lebih awal, baik saat sarapan maupun makan malam, ternyata bisa mengurangi risiko dua penyakit ini secara signifikan.
Manfaat makan lebih awal bagi kesehatan ini dilaporkan dalam dua jurnal terpisah. Kaitan pola makan dengan penyakit kardiovaskular dilaporkan di Nature Communications pada 14 Agustus 2023, sedangkan terkait diabetes dilaporkan di Journal of Epidemiology pada Juli 2023.
Kajian terkait diet dan kardiovaskular ditulis oleh Anna Palomar-Cros dari Barcelona Institute for Global Health (ISGlobal) dan tim. Dalam laporannya, Anna mengacu studi Global Burden of Disease tahun 2019 bahwa penyakit kardiovaskular telah menjadi penyebab utama kematian di dunia dengan 18,6 juta kematian tahunan pada tahun 2019, di mana sekitar 7,9 juta di antaranya disebabkan oleh pola makan. Artinya, pola makan memainkan peran utama dalam perkembangan dan perkembangan penyakit ini.
Gaya hidup modern telah memunculkan kebiasaan makan tertentu, seperti makan malam terlambat atau melewatkan sarapan. Selain cahaya, siklus harian asupan makanan (makanan, camilan, dan lain-lain) yang bergantian dengan periode puasa menyinkronkan jam perifer, atau ritme sirkadian, dari berbagai organ tubuh sehingga memengaruhi fungsi kardiometabolik seperti pengaturan tekanan darah. Chrononutrition muncul sebagai bidang baru yang penting untuk memahami hubungan antara waktu asupan makanan, ritme sirkadian, dan kesehatan.
Dalam penelitian ini, Anna dan rim menggunakan data dari 103.389 peserta dalam kelompok NutriNet-Santé (79 persen di antaranya wanita dengan usia rata-rata 42 tahun) untuk mempelajari hubungan antara pola asupan makanan dan penyakit kardiovaskular. Untuk mengurangi risiko kemungkinan bias, para peneliti memperhitungkan sejumlah besar faktor perancu, terutama faktor sosiodemografi (seperti usia, jenis kelamin, dan situasi keluarga), kualitas gizi makanan, gaya hidup serta siklus tidur.
Hasilnya menunjukkan bahwa makan pertama di sore hari, misalnya saat melewatkan sarapan, dikaitkan dengan risiko penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi dengan peningkatan risiko sebesar 6 persen per jam penundaan. Misalnya, seseorang yang makan pertama kali pada pukul 09.00 memiliki kemungkinan 6 persen lebih besar terkena penyakit kardiovaskular dibandingkan seseorang yang makan pada pukul 08.00.
Terkait waktu makan malam di hari itu, makan yang terlambat (setelah pukul 21.00) dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit serebrovaskular, seperti stroke, sebesar 28 persen dibandingkan dengan makan sebelum pukul 20.00, terutama pada wanita. Sebaliknya, durasi puasa malam hari yang lebih lama—waktu antara waktu makan terakhir di hari itu dan waktu makan pertama di hari berikutnya—dikaitkan dengan penurunan risiko penyakit serebrovaskular sehingga mendukung gagasan untuk makan makanan pertama atau sarapan dan terakhir atau makan malam lebih awal.
Temuan ini, yang perlu direplikasi dalam kelompok lain dan melalui studi ilmiah tambahan dengan desain berbeda, menyoroti potensi peran waktu makan dalam mencegah penyakit kardiovaskular. Mereka berpendapat bahwa menerapkan kebiasaan makan lebih awal pada waktu makan pertama dan terakhir dengan periode puasa malam yang lebih lama dapat membantu mencegah risiko penyakit kardiovaskular.
Baca juga: Haruskah Kita Makan Tiga Kali Sehari?
Risiko diabetes
Kaitan pola makan lebih awal dengan penurunan risiko diabetes tipe 2 dilaporkan Anna Palomar-Cros dari Barcelona Institute for Global Health (ISGlobal) dan tim. Menurut kajiannya, sarapan setelah pukul 09.00 dikaitkan dengan risiko 59 persen lebih tinggi terkena diabetes tipe 2 dibandingkan risiko pada orang yang sarapan sebelum pukul 08.00.
Demikian kesimpulan utama dari sebuah penelitian yang dilakukan ISGlobal, sebuah lembaga yang didukung oleh ”la Caixa” Foundation. Penelitian ini diikuti lebih dari 100.000 peserta dalam kelompok Perancis. Hasilnya menunjukkan bahwa kita dapat mengurangi risiko diabetes tidak hanya dengan mengubah apa yang kita makan, tetapi juga kapan kita memakannya.
Diabetes tipe 2 dikaitkan dengan faktor risiko yang dapat dimodifikasi, seperti pola makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, dan merokok. Namun, ada faktor lain yang mungkin penting, yaitu waktu kita makan.
”Kita tahu bahwa waktu makan memainkan peran penting dalam mengatur ritme sirkadian serta pengendalian glukosa dan lipid, tetapi hanya sedikit penelitian yang menyelidiki hubungan antara waktu makan atau puasa dan diabetes tipe 2,” kata Anna.
Dalam penelitian ini, tim dari ISGlobal bergabung dengan tim dari INSERM di Perancis untuk menyelidiki hubungan antara frekuensi dan waktu makan serta kejadian diabetes tipe 2 di antara 103.312 orang dewasa (79 persen wanita) dari kohort NutriNet-Santé Perancis.
Peserta mengisi catatan diet online tentang apa yang mereka makan dan minum selama periode 24 jam pada tiga hari tidak berturut-turut, serta waktu makan mereka. Tim peneliti membuat rata-rata catatan pola makan selama dua tahun pertama masa tindak lanjut dan menilai kesehatan peserta selama tahun-tahun berikutnya (rata-rata tujuh tahun).
Lebih awal
Terdapat 963 kasus baru diabetes tipe 2 selama penelitian. Risiko terkena penyakit ini secara signifikan lebih tinggi pada kelompok orang yang rutin sarapan setelah pukul 09.00 dibandingkan dengan mereka yang sarapan sebelum pukul 08.00.
”Secara biologis, hal ini masuk akal karena melewatkan sarapan diketahui memengaruhi pengendalian glukosa dan lipid, serta kadar insulin,” jelas Anna. ”Hal ini konsisten dengan dua meta-analisis yang menyimpulkan bahwa melewatkan sarapan meningkatkan risiko diabetes tipe 2,” tambahnya.
Tim peneliti juga menemukan bahwa makan malam yang terlambat (setelah pukul 22.00) tampaknya meningkatkan risiko, sementara makan lebih sering (sekitar lima kali sehari) dikaitkan dengan rendahnya kejadian penyakit diabetes tipe 2. Sebaliknya, puasa berkepanjangan hanya bermanfaat jika dilakukan dengan sarapan pagi (sebelum pukul 08.00) dan makan malam lebih awal.
”Hasil kami menunjukkan bahwa makan pertama sebelum pukul 08.00 dan makan terakhir sebelum pukul 19.00 dapat membantu mengurangi kejadian diabetes tipe 2,” sebut Manolis Kogevinas, peneliti ISGlobal yang turut dalam studi tersebut.
Baca juga: Diabetes Menjadi Penyakit Kronis dengan Pertumbuhan Tercepat di Dunia
Sebelumnya, tim ISGlobal yang sama juga telah memberikan bukti tentang hubungan antara makan malam lebih awal dan rendahnya risiko kanker payudara atau prostat. Secara keseluruhan, hasil ini mengonsolidasikan penggunaan Crononnutrition (yaitu hubungan antara pola makan, ritme sirkadian, dan kesehatan) untuk mencegah diabetes tipe 2 dan penyakit kronis lainnya.