WHO Desak Setiap Negara Perketat Penggunaan Rokok Elektrik
WHO mendesak setiap negara untuk memperketat penggunaan rokok elektrik. Rokok elektrik telah terbukti memberikan dampak buruk bagi kesehatan, terutama bagi anak-anak dan remaja.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mendesak setiap negara untuk mencegah penggunaan rokok elektrik di masyarakat. Berbagai bukti telah menunjukkan penggunaan rokok elektrik dapat berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, pengendalian rokok elektrik semakin mendesak untuk melindungi anak-anak serta masyarakat yang bukan perokok dari dampak buruk kesehatan yang bisa terjadi. Rokok elektrik tidak terbukti efektif menghentikan penggunaan produk tembakau. Rokok elektrik justru terbukti memberikan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat.
”Saya mendesak setiap negara untuk menerapkan langkah-langkah yang ketat untuk mencegah penggunaan rokok elektrik untuk melindungi setiap warganya, terutama anak-anak dan remaja. Anak-anak diajak dan dijebak sejak usia dini untuk menggunakan rokok elektrik yang dapat menyebabkan mereka terjerat candu nikotin,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Aturan mengenai pengendalian rokok elektrik masih terbatas di sejumlah negara. Hanya ada 34 negara yang melarang penjualan rokok elektrik. Sementara itu, sebanyak 88 negara yang memiliki aturan terkait rokok elektrik tidak menerapkan batas usia minimum untuk membeli rokok elektrik. Sebanyak 74 negara bahkan tidak memiliki aturan mengenai rokok elektrik.
Rokok elektrik terbukti mengandung nikotin yang dapat membuat penggunanya ketagihan untuk menggunakannya. Zat yang terdapat dalam cairan rokok elektrik dapat menghasilkan zat beracun yang beberapa di antaranya dapat menyebabkan kanker dan risiko penyakit lain, seperti jantung dan paru-paru.
Rokok elektrik tidak terbukti efektif menghentikan penggunaan produk tembakau. Rokok elektrik justru terbukti memberikan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat.
Penggunaan rokok elektrik juga terbukti dapat memengaruhi perkembangan otak serta memicu gangguan belajar pada remaja. Paparan rokok elektrik pun dapat berdampak buruk bagi perkembangan janin pada ibu hamil. Selain itu, asap yang dihasilkan dari rokok elektrik juga berisiko bagi orang yang terpaparnya.
Direktur Promosi Kesehatan WHO Ruediger Krech mengatakan, penggunaan rokok elektrik pada usia anak dan remaja mengalami peningkatan. Jumlah anak dan remaja yang menggunakan rokok elektrik melebihi penggunaan pada orang dewasa di sejumlah negara.
Tingkat penggunaan rokok elektrik paling tinggi ditemukan pada anak-anak usia 13-15 tahun. Di Kanada, tingkat penggunaan rokok elektrik meningkat dua kali lipat pada tahun 2017-2022 pada kalangan anak usia 16-19 tahun. Di Inggris dilaporkan pula adanya peningkatan pengguna rokok elektrik sampai tiga kali lipat dalam tiga tahun terakhir.
”Rokok elektrik menyasar anak-anak melalui media sosial dan influencer. Beberapa produk (rokok elektrik) menggunakan karakter kartun dan didesain dengan bentuk ramping sehingga menarik bagi generasi muda,” ujar Krech.
Dampak buruk dari rokok elektrik yang semakin besar tersebut mendorong WHO untuk mendesak setiap negara agar memperketat upaya pencegahan penggunaan rokok elektrik di masyarakat. Pendekatan komprehensif perlu dilakukan juga dalam upaya pengendalian tembakau dengan mempertimbangkan kondisi di setiap negara.
Adapun upaya yang dapat dilakukan, antara lain, bagi negara-negara yang telah melarang penjualan rokok elektrik untuk semakin memperkuat penerapan larangan tersebut. Pemantauan dan pengawasan perlu didukung dengan intervensi kesehatan yang memastikan adanya penegakan hukum.
Bagi negara yang mengizinkan penjualan rokok elektrik diminta memastikan adanya aturan yang kuat untuk mengurangi daya tarik produk rokok elektrik di masyarakat. Itu dapat dilakukan dengan melarang adanya tambahan rasa pada produk rokok elektrik, membatasi konsentrasi dan kualitas nikotin, serta mengenakan pajak terhadap nikotin.
WHO secara tegas menyampaikan bahwa pemerintah di setiap negara harus memperkuat upaya pencegahan penggunaan rokok elektrik di masyarakat. Banyak bukti telah menunjukkan bahwa rokok elektrik semakin banyak digunakan oleh anak-anak dan remaja yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan.
Prevalensi
Di Indonesia, prevalensi penggunaan rokok elektrik juga meningkat. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, prevalensi pengguna rokok elektrik pada 2011 sebesar 0,3 persen, meningkat menjadi 3 persen pada 2021.
Anggota Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Annisa Dian Harlivasari, saat ditemui setelah acara konferensi pers di Jakarta, Rabu (6/12/2023), menuturkan, pengendalian konsumsi rokok, baik rokok konvensional maupun rokok elektronik, di Indonesia sudah sangat mendesak. Upaya pengendalian rokok di Indonesia dinilai masih sangat lemah, bahkan aturan dalam pengendalian rokok elektronik masih belum jelas.
”Kami mendesak agar aturan rokok elektronik ikut dimasukkan dalam rancangan peraturan pemerintah yang baru tentang kesehatan. Berbagai bukti menunjukkan, dampak rokok elektronik sama buruknya dengan rokok konvensional. Nikotin di dalam rokok elektronik juga menimbulkan adiksi yang berbahaya,” ujarnya.