Rokok elektrik sama bahayanya seperti rokok konvensional. Ada banyak senyawa kimia pada rokok elektrik yang berdampak buruk pada tubuh, sebagian bersifat karsinogenik atau memicu kanker.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
Tingginya prevalensi merokok hingga kini masih menjadi persoalan kesehatan masyarakat yang tidak hanya berdampak pada kesehatan tetapi juga sosial dan ekonomi. Dampak buruk rokok pada kesehatan yang perlahan, tidak instan, membuat produk tembakau ini dianggap tidak berbahaya. Perilaku merokok pun dianggap sebagai perilaku yang normal. Padahal, tingginya prevalensi perokok menjadi salah satu kontributor utama meningkatnya kejadian penyakit tidak menular yang membebani keuangan negara dalam beberapa dekade terakhir.
Belum juga konsumsi rokok konvensional berhasil dikendalikan, sudah muncul produk-produk tembakau baru, salah satunya rokok elektrik. Kelompok pendukung rokok elektrik mengampanyekan produk ini sebagai alternatif untuk berhenti merokok konvensional meskipun bukan merupakan cara yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk berhenti merokok. Alih-alih membuat konsumsi rokok konvensional terkendali, yang terjadi justru prevalensi rokok elektrik meningkat, begitu juga dengan prevalensi perokok konvensional.
Hasil survei Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 menunjukkan, prevalensi perokok elektrik naik dari 0,3 persen (2011) menjadi 3 persen (2021). Kemudian, prevalensi perokok remaja usia 13-15 tahun juga meningkat 19,2 persen.
Pihak yang mendukung penggunaan rokok elektrik kini berlindung di balik terminologi harm reduction. Menurut mereka, karena tidak ada pembakaran dalam rokok elektrik, penggunanya memiliki risiko yang rendah terpapar bahan karsinogen dari rokok elektrik. Meski begitu, dalam proceeding National Academy of Science Amerika Serikat (2018) Hyun-Wook Lee dari Departemen Kedokteran Lingkungan, New York university School of Medicine, AS dan kolega menyatakan dalam asap rokok elektrik masih terdapat karsinogen yang dapat merusak DNA dan kemampuan perbaikan sel manusia dan hewan.
Dalam banyak kesempatan, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengatakan, rokok elektrik umumnya mengandung nikotin, bahan karsinogenik, dan bahan toksik lainnya. Rokok elektrik yang mengklaim bebas nikotin tetap mengandung dua bahan lainnya. Tidak optimalnya kebijakan pengendalian rokok dan rokok elektrik membuat risiko kecanduan tetap tinggi termasuk pada anak.
Penelitian John Pierce dari Herbert Wertheim School of Public Health and Human Longevity Science, University of California San Diego dan kolega di jurnal Pediatrics Mei 2022 menunjukkan bahwa setelah merek rokok elektrik Juul hadir di pasaran, penggunaan rokok elektrik meningkat 3,6 kali lipat pada anak usia 14-17 tahun dibandingkan tiga tahun sebelumnya. Ini menjadi penanda terjadinya kecanduan.
Bukti epidemiologi
Pada Februari 2022, Anusha Chidharla dari Departemen Penyakit Dalam, University of Illinois College of Medicine, Amerika Serikat, dan sejumlah peneliti dari beberapa universitas memublikasikan hasil studi potong lintang restrospektif NHANES tentang prevalensi kanker pada pengguna rokok elektrik.
Menggunakan data National Health and Nutrition Examination Survey AS, riset yang dipublikasikan di World Journal of Oncology itu menemukan, meski pengguna rokok elektrik secara umum memiliki risiko kanker lebih rendah dibanding perokok konvensional, mereka dikaitkan dengan risiko yang tinggi untuk terkena sejumlah jenis kanker termasuk kanker serviks, leukemia, kanker kulit nonmelanoma, dan kanker tiroid.
Menurut Stanton Glantz, Direktur Center for Tobacco Control Research and Education di University of California San Francisco, penelitian Chidharla itu menjadi bukti epidemiologi pertama yang mengaitkan penggunaan rokok elektrik dengan meningkatnya risiko sejumlah kanker.
Merokok elektrik itu sama bahayanya dengan merokok konvensional. Tidak ada bedanya risiko merokok konvensional dan elektrik, dua-duanya sama bahayanya baik itu sekarang dari segi sosial ekonomi maupun untuk masa depan masalah penyakit yang mungkin timbul dari aktivitas merokok elektrik
Yang menarik dari temuan tersebut, ujar Glantz, adalah kanker-kanker itu bukan jenis kanker utama yang disebabkan oleh konsumsi rokok. Hasil ini memperkuat pandangan bahwa rokok elektrik bukanlah sekadar rokok tanpa bahan-bahan kimia berbahaya. Rokok elektrik memapar penggunanya pada campuran bahan kimia beracun yang berbeda dengan rokok konvensional. Selain itu, pengguna rokok elektrik juga didiagnosis kanker pada usia yang lebih muda dibandingkan perokok konvensional.
Temuan Chidharla menunjukkan bahwa masih banyak yang harus dikerjakan oleh otoritas kesehatan untuk mengendalikan konsumsi rokok elektrik. Dalam hal ini, melihat lebih jauh risiko terjadinya kanker di luar jenis kanker yang umum muncul akibat merokok.
Dalam studinya di Chemical Ree Chemical Research in Toxicology pada Oktober 2021, Mina W Tehrani dari Bloomberg School of Public Health, Johns Hopkins University, Baltimore, AS dan kolega mencoba mengidentifikasi bahan kimia apa saja yang terkandung dalam asap dan cairan empat jenis rokok elektrik rasa tembakau yang beredar luas, yakni Blu, Juul, Mi-Salt Smok, Vuse serta polipropilen glikol/ bahan dasar gliserin nabati tanpa nikotin/ perasa.
Hasilnya, bergantung pada produknya, jumlah senyawa kimia dalam cairan rokok elektrik yang diteliti berkisar 769-2.129 jenis. Lalu jumlah senyawa kimia pada asap rokok elektrik bervariasi mulai dari 828-2.140 jenis.
Dalam pernyataan persnya, 7 Oktober 2021, Johns Hopkins University menyampaikan bahwa Tehrani juga mendeteksi senyawa seperti hidrokarbon (terkondensasi) seperti pada rokok konvensional yang menurut produsen rokok elektrik tidak muncul pada penggunaan rokok elektrik. Dalam rokok konvensional, hidrokarbon kental yang dihasilkan selama pembakaran bersifat racun.
Saat peluncuran GATS 2021, Selasa (31/5/2022), Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menegaskan, ”Merokok elektrik itu sama bahayanya dengan merokok konvensional. Tidak ada bedanya risiko merokok konvensional dan elektrik, dua-duanya sama bahayanya baik itu sekarang dari segi sosial ekonomi maupun untuk masa depan masalah penyakit yang mungkin timbul dari aktivitas merokok elektrik.”