Obat Tradisional dan Kosmetik Mengandung Bahan Berbahaya Masih Ditemukan
BPOM masih menemukan adanya produksi serta peredaran produk obat tradisional dan suplemen kesehatan yang mengandung bahan kimia obat.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM masih menemukan adanya produksi serta peredaran produk obat tradisional dan suplemen kesehatan yang mengandung bahan kimia obat. Selain itu, beberapa produk kosmetik juga ditemukan mengandung bahan yang dilarang atau berbahaya.
Pelaksana Tugas Kepala BPOM Lucia Rizka Andalusia mengemukakan, temuan produk obat tradisional ataupun kosmetik yang mengandung bahan terlarang ini merupakan hasil pengawasan BPOM selama periode September 2022-Oktober 2023. Pengawasan ini dilakukan di unit pelaksana teknik (UPT) BPOM di seluruh Indonesia dan pusat.
”Pengawasan produk-produk ini dilakukan secara rutin sepanjang tahun, baik diedarkan secara luring di toko-toko maupun daring. Hasil sampling menunjukkan, 50 obat tradisional mengandung bahan kimia obat (BKO). Padahal, seharusnya obat tradisional ini tidak boleh mengandung bahan kimia obat,” tuturnya dalam konferensi pers di Kantor BPOM, Jakarta, Jumat (8/12/2023).
Merkuri yang masuk ke dalam tubuh juga akan menyebabkan sakit kepala, diare, dan kerusakan ginjal.
Obat tradisional yang mengandung BKO ini memiliki nilai ekonomi mencapai Rp 39 miliar dan tersebar di seluruh Indonesia, terutama di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Bali, dan Sulawesi Selatan.
Menurut Lucia, tren penambahan BKO pada produk obat tradisional masih didominasi oleh jenis sildenafil sitrat dan tadalafil dengan klaim untuk menambah stamina pria. Kemudian,deksametason, fenilbutazon, dan parasetamol untuk klaim mengatasi pegal linu serta sibutramindengan klaim pelangsing.
Lucia menjelaskan, BPOM melarang obat-obatan dan suplemen tersebut karena terdapat kandungan BKO yang memiliki efek samping, seperti kehilangan penglihatan, nyeri dada, pusing, dan kematian. Efek samping tersebut sulit diawasi karena obat tradisional dan suplemen kesehatan bisa dibeli masyarakat secara bebas tanpa anjuran dokter.
Selain obat tradisional dan suplemen kesehatan, BPOM juga menemukan produk kosmetik dengan kandungan bahan yang dilarang atau berbahaya. Produk kosmetik berjumlah 181 jenis dengan nilai ekonomi mencapai Rp 42 miliar ini tersebar di seluruh Indonesia, terutama di wilayah DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Jatim, dan Sumut.
Produk kosmetik yang mengandung bahan dilarang atau berbahaya ini didominasi oleh krim wajah dengan kandungan merkuri. Produk tersebut dapat mengakibatkan perubahan warna kulit berupa bintik-bintik hitam, alergi, dan iritasi kulit. Merkuri yang masuk ke dalam tubuh juga akan menyebabkan sakit kepala, diare, dan kerusakan ginjal.
Kemudian bahan kimia lainnya yang terdeteksi dalam produk kosmetik tersebut adalah asam retinoat. Bahan kimia ini akan mengakibatkan kulit kering dan rasa terbakar. Pada ibu yang sedang hamil, penggunaan produk dengan bahan kimia ini bahkan bisa menyebabkan perubahan bentuk atau kecacatan janin.
Pemblokiran
Lucia menyebut, BPOM telah merekomendasikan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk melakukan pemblokiran. Pemblokiran ini khususnya dilakukan terhadap 61.784 tautan penjualan obat tradisional dan suplemen kesehatan yang mengandung BKO.
”Kami juga merekomendasikan kepada Kemkominfo untuk melakukan pemblokiran atau take down terhadap 103.587 tautan penjualan kosmetik ilegal atau mengandung bahan dilarang. Laporan otoritas pengawasan obat dan makanan dari negara lain, ada 43 kosmetik yang ditarik dari peredaran karena mengandung bahan berbahaya atau dilarang,” paparnya.
Wakil Ketua Umum Indonesian E-Commerce Association (IdEA) Budi Primawan menegaskan, IdEA dan anggota mendukung semua program pemerintah untuk melindungi masyarakat. IdEA bersama pemangku kepentingan juga memiliki cita-cita untuk menciptakan lingkungan berbelanja daring yang aman, nyaman, dan bermanfaat bagi semua pihak.
Dalam acara tersebut,BPOMbersama sejumlah pemangku kepentingan, termasuk IdEA, juga meluncurkan program Input Nomor Izin Edar BPOM Ketika Promosi (Interaksi) untuk mengoptimalkan pengawasan produk obat dan makanan yang dijual secara daring.
”Adanya program Interaksi ini membuat semua anggota IdEA yang berbentuk model bisnis market place, termasuk e-commerce besar, akan menjalankan komitmennya,” ucap Budi.