Penguatan Ekosistem Anti-”Fraud” Cegah Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan memperkuat ekosistem anti-”fraud” untuk mencegah kecurangan JKN.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tindakan kecurangan atau fraud masih kerap terjadi di dunia kesehatan, seperti adanya oknum yang menyampaikan laporan tagihan tidak sesuai dengan layanan yang diberikan. Guna mencegah munculnya kecurangan dalam Jaminan Kesehatan Nasional ini, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan memperkuat ekosistem anti-fraud.
Direktur Kepatuhan dan Hubungan Antar-LembagaBPJS Kesehatan Mundiharnomengemukakan, keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus dijaga bersama dengan penuh integritas. Oleh karena itu, diperlukan pencegahan, pendeteksian kecurangan, dan penanganan apabila terjadi kasus-kasus kecurangan tersebut.
”Kami telah membangun, mengembangkan, dan mengimplementasikan sistem antikecurangan program JKN, antara lain dengan membuat kebijakan antikecurangan JKN sebagai panduan teknis bagi seluruh duta BPJS Kesehatan,” ujarnya dalam acara Penganugerahan Penghargaan Anti-Kecurangan dan Pengendalian Gratifikasi BPJS Kesehatan Tahun 2023 di Jakarta, Kamis (7/12/2023).
Menurut Mundiharno, pihaknya juga membentuk unit khusus dalam struktur organisasi BPJS Kesehatan yang berfungsi mengembangkan dan mengorganisasi langkah-langkah antikecurangan. Kemudian, dibentuk tim antikecurangan JKN sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2019 di semua tingkatan dengan jumlah total 1.947 orang.
Selain itu, BPJS Kesehatan juga telah membuat proses bisnis dan mengembangkan sistem informasi dalam mencegah, mendeteksi, serta menangani kasus-kasus kecurangan. Terdapat sejumlah aplikasi yang sudah dikembangkan untuk mendeteksi anomali yang terjadi di dalam proses verifikasi klaim yang kemudian ditindaklanjuti dengan investigasi.
”Agar hal tersebut dapat dilaksanakan secara efektif oleh seluruh duta BPJS Kesehatan, kami juga menetapkan key performance indicator yang ditempatkan sebagai penilaian. Hal terpenting, kami sudah mencoba mengembangkan ekosistem antikecurangan, antara lain melalui koordinasi dengan tim Pencegahan Kecurangan JKN,” ujarnya.
Kasus kecurangan yang dihadapi BPJS Kesehatan ini tidak terlepas dari koordinasi tim Pencegahan Kecurangan JKN di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota atau cabang. Saat ini, sebagian provinsi sudah membentuk tim Pencegahan Kecurangan JKN.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam sambutannya menyatakan, belanja kesehatan nasional tahun 2022 mencapai Rp 569 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 212 triliun di antaranya merupakan belanja kesehatan yang dikeluarkan langsung oleh individu. Kemudian sekitar Rp 156 triliun dari BPJSKesehatan.
”Dari belanja yang besar ini, Kementerian Kesehatan ingin memanfaatkan seefektif mungkin untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Mengingat belanja ini besar, pasti selalu ada kebocoran yang terjadi,” ucapnya.
Kebocoran anggaran
Budi menjelaskan, kebocoran anggaran belanja kesehatan nasional paling banyak terjadi di lima aspek. Lima aspek tersebut ialah impropriety coding(pengodean yang tidak tepat), phantom billing(penerbitan tagihan yang tidak sah),kickback(imbalan yang diberikan untuk memengaruhi penyediaan layanan kesehatan kepada pasien), improper atau wrongdiagnosis (kesalahan diagnosis), dan excise services (layanan cukai).
Menurut Budi, saat ini pihaknya masih terus berupaya mengurangi kebocoran belanja kesehatan nasional, terutama pada lima aspek tersebut. Upaya pertama ialah melakukan digitilasi dan mengintegrasikan informasi digital tersebut untuk meningkatkan transparansi.
”Informasi ini harus diintegrasikan dengan Kementerian Kesehatan. Nantinya juga akan diintegrasikan dengan Otoritas Jasa Keuangan agar memastikan bahwa semua informasinya bisa masuk, baik dari rumah sakit maupun pembayaran di BPJS. Dengan cara ini, kita bisa tahu jika nantinya ada rumah sakit yang melakukan impropriety coding,” katanya.
Integrasi data juga memungkinkan Kemenkes mengetahui pihak-pihak yang melakukan phantom billing. Sebab, phantom billing bisa dilakukan oleh rumah sakit hingga tenaga medis atau kesehatan. Dengan adanya kontrol ini, pemerintah bisa mencatat dan melihat perilaku rumah sakit maupun tenaga medis yang melakukan phantom billing.
”Saat ini, Kemenkes memiliki kekuatan regulasi untuk mengatur bagaimana perizinan dari tenaga medis maupun fasilitas kesehatan. Upaya tersebut bertujuan agar kita bisa memperbaiki ekosistem ini lebih berintegritas sehingga biaya bisa lebih murah,” ucap Budi.
Di samping mengintegrasikan informasi, tambah Budi, diperlukan juga analisis data tersebut yang dilakukan secara terus-menerus. Analisis dilakukan untuk melihat secara berkala terkait kemungkinan adanya kebocoran anggaran lain sehingga dapat segera mencari solusi guna mengatasi situasi tersebut.