Narasi Skor PISA Indonesia Jangan Seolah-olah Prestasi
Penurunan skor PISA Indonesia 2022, salah satunya terdampak pandemi, menjadi pekerjaan rumah untuk transformasi sistem pendidikan yang relevan.
JAKARTA, KOMPAS — Penurunan skor Programme for International Student Assessment atau Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA) Indonesia tahun 2022 mencerminkan krisis pembelajaran di Indonesia parah dan harus diatasi secara serius dan berkelanjutan. Karena itu, pemerintah diminta tak membuat narasi seolah-olah kondisi pembelajaran relatif baik karena penurunan skor di bawah rata-rata internasional dan ada kenaikan peringkat.
Pengamat dan praktisi pendidikan, Indra Charismiadji, di Jakarta, Rabu (6/12/2023), menilai, narasi Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi terkait PISA 2022 menyesatkan, seolah-olah terjadi peningkatan signifikan. Padahal, faktanya terjadi penurunan skor PISA Indonesia.
Mengacu pada hasil survei PISA yang diumumkan Selasa (5/12/2023), secara global skor kemampuan matematika, membaca, dan sains siswa berumur 15 tahun di 81 negara turun, termasuk di Indonesia. Penilaian internasional terkait kemampuan matematika, membaca, dan sains di kalangan siswa dalam PISA ini dirancang oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organization for Economic Cooperation and Development/OECD).
Jika melihat pencapaian skor PISA Indonesia sejak ikut pertama kali tahun 2000 hingga 2022, skor PISA 2022 termasuk terendah, terutama di membaca (359), pernah terendah di tahun 2000 dan 2018 (371). Demikian juga skor matematika (366), pernah terendah tahun 2022 (360). Adapun untuk sains (383) relatif stabil.
Baca juga: Skor PISA 2022 Indonesia Turun, Peringkat Naik
PISA yang dilakukan OECD tersebut sudah memasuki siklus kedelapan guna menentukan apa yang penting untuk diketahui dan dapat dilakukan oleh warga negara. PISA menilai sejauh mana siswa berusia 15 tahun menjelang akhir wajib belajarnya telah memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang penting untuk partisipasi penuh dalam masyarakat modern.
Hasil (PISA) setiap tiga tahun untuk pelajar berusia 15 tahun menguji pengetahuan dan kemampuan di bidang membaca, matematika, dan sains. Survei PISA 2022 fokus pada matematika dan kemahiran dalam bidang inovatif, yakni berpikir kreatif.
Penilaian PISA tak hanya memastikan siswa dapat mereproduksi pengetahuan, tetapi juga memeriksa seberapa baik siswa mengekstrapolasi apa yang mereka pelajari dan dapat menerapkan pengetahuan itu di dalam dan luar sekolah. Pendekatan ini mencerminkan fakta bahwa perekonomian modern memberikan penghargaan kepada individu bukan karena apa yang mereka ketahui, tetapi apa yang bisa mereka lakukan dengan apa yang mereka ketahui.
Pencapaian target
Adapun skor membaca PISA 2022 turun 12 poin menjadi 359 dari tahun 2018 dengan skor 371. Padahal, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2024, target skor membaca 392. Matematika turun 13 poin turun jadi 366 dari sebelumnya 379, sedangkan di RPJMN 2024 targetnya 388. Adapun skor sains turun 13 poin menjadi 383 dari sebelumnya 396 padahal target RPJNM skor sains 402.
Bahkan, dalam rancangan teknokratik untuk target PISA Indonesia pada RPJMN 2025-2029, skor yang ditetapkan lebih tinggi lagi. Skor membaca 409 dan matematika 419. ”Dalam pengukuran PISA Indonesia, jelas di RPJMN targetnya bukan peringkat, melainkan skor. Faktanya skor kita turun, masih jauh dari target,” kata Indra.
Negara-negara maju lain yang sistem pendidikannya baik pun mengalami penurunan, tetapi kemampuan para siswa masih di atas rata-rata. Sebagai contoh, jika dibandingkan Finlandia, kemampuan membaca turun 30 poin, atau lebih dari dua kali lipat dari penurunan siswa Indonesia. Namun, mereka tetap di atas rata-rata skor OECD (476), yakni menjadi 490 dari sebelumnya skor 520.
”Tolong jangan memberikan harapan palsu, seakan-akan dengan Asesmen Nasional dan Kurikulum Merdeka membuat ada kenaikan peringkat. Kita harus terima fakta ada penurunan yang jadi persoalan serius. Jangan membuat narasi punya prestasi bagus, padahal target tidak tercapai,” ungkap Indra.
Hal senada diutarakan Guru Besar Institut Teknologi Bandung Iwan Pranoto. Dalam merefleksikan hasil PISA, bukan peringkat yang penting, melainkan skor Indonesia. Dari PISA 2022, terlihat baru sekitar 18 persen siswa Indonesia yang mencapai level dua dalam matematika, jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata negara OECD sekitar 69 persen.
Untuk Singapura yang berada di peringkat pertama PISA 2022 bisa mencapai 85 persen, sedangkan yang level 5 atau 6 mencapai 41 persen. Hampir tidak ada siswa Indonesia berprestasi terbaik dalam matematika atau mencapai level 5 atau 6. Rata-rata OECD di sekitar 9 persen.
”Skor Indonesia selama ini sudah rendah. Jika dikatakan penurunan skor, Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara-negara lain yang juga turun, tetap bukan argumentasi yang tepat. Sejak tahun 2000, hasil pembelajaran siswa Indonesia gawat. Sampai tahun 2022, baru 18 persen yang mencapai level 2 matematika,” kata Iwan.
Dalam Forum Diskusi Peningkatan Kualitas Pendidikan Dasar yang digelar Tanoto Foundation dan SMERU Research Institute, peneliti senior SMERU, Asri Yustina, mengatakan, kemampuan literasi dan numerasi selama 20 tahun terakhir stagnan, padahal target skor PISA Indonesia terus ditingkatkan.
Kenyataannya, dari riset yang dilakukan SMERU, ketika anak diberi tes numerasi dasar penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, pecahan dan persentase, pada tahun 2014 hasilnya lebih rendah jika dibandingkan tahun 2000. Hal ini menunjukkan kualitas pembelajaran masih menjadi tantangan.
Skor Indonesia selama ini sudah rendah. Jika dikatakan penurunan skor, Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara-negara lain yang juga turun, tetap bukan argumentasi yang tepat.
”Untuk di kelas atas, hasil numerasi rendah. Tapi terlihat ada peningkatan kemampuan numerasi signifikan di kelas bawah. Hal ini mengindikasikan penguatan literasi numerasi sejak jenjang kelas bawah berdampak baik. Dengan demikian, guru-guru yang ditempatkan di kelas bawah membutuhkan kompetensi baik di literasi dan numerasi,” kata Asri menegaskan.
Research Associate Tanoto Foundation, Ariyadi Wijaya, memaparkan, selama beberapa kali perubahan kurikulum, sejak tahun 2004, mandat untuk menguatkan literasi dan numerasi sudah ada. Pembelajaran matematika, misalnya, bukan terisolasi dari kehidupan, tetapi terintegrasi.
”Sejak beberapa periode kurikulum, termasuk sekarang Kurikulum Merdeka, pemerintah mengharapkan penguatan literasi dan numerasi. Namun, hasilnya belum sesuai harapan. Capaian hasil belajar siswa dengan yang dimandatkan pemerintah belum tercapai karena ada jembatan kurikulum, yakni implementasi terkendala. Untuk guru, bukan hanya ada hambatan kompetensi, melainkan juga konsepsi,” ungkapnya.
Ketangguhan
Terkait hasil skor PISA Indonesia tahun ini, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim sebelumnya mengatakan, meski skor turun, masih di bawah rata-rata internasional. Penurunan skor lebih rendah ini membuat posisi Indonesia naik lima sampai enam posisi dibandingkan PISA 2018. Peningkatan ini diklaim sebagai capaian paling tinggi secara peringkat (persentil) sepanjang sejarah Indonesia mengikuti PISA.
Nadiem menyampaikan, peningkatan peringkat ini menunjukkan ketangguhan sistem pendidikan Indonesia dalam mengatasi hilangnya pembelajaran (learning loss) akibat pandemi. ”Untuk literasi membaca, peringkat Indonesia di PISA 2022 naik lima posisi dibandingkan sebelumnya. Untuk literasi matematika, peringkat Indonesia di PISA 2022 juga naik lima posisi, sedangkan untuk literasi sains naik enam posisi,” tuturnya.
Peningkatan posisi Indonesia pada PISA 2022 mengindikasikan resiliensi yang baik menghadapi pandemi Covid-19. Skor literasi membaca internasional di PISA 2022 rata-rata turun 18 poin, sedangkan skor Indonesia mengalami penurunan sebesar 12 poin, yang merupakan penurunan dengan kategori rendah dibandingkan negara-negara lain.
Dalam paparannya, Nadiem menyampaikan, kecilnya learning loss di Indonesia mencerminkan ketangguhan para guru yang didukung berbagai program penanganan pandemi Covid-19 dari Kemendikbudristek, termasuk akses pembelajaran daring. ”Bantuan kuota internet diberikan kepada lebih dari 25 juta murid dan 1,7 juta guru agar dapat mengakses materi dan melaksanakan pembelajaran secara daring,” tutur Nadiem.
Baca juga: Tiga Tahun Pandemi, Bangkit Lebih Kuat
Faktor lain yang mendorong naiknya peringkat Indonesia pada PISA 2022 adalah pelatihan guru yang disediakan oleh Kemendikbudristek melalui Platform Merdeka Mengajar disertai adanya materi pembelajaran secara daring dan campuran atau hibrida (hybrid).
”Berbagai materi pembelajaran dibuat untuk membantu guru melaksanakan pembelajaran di masa pandemi. Ini mencakup materi ’Belajar dari Rumah’ di TVRI, modul asesmen diagnostik untuk mengukur literasi dan numerasi, modul pembelajaran literasi dan numerasi,” jelas Nadiem.
Terobosan yang tak kalah penting yakni pemberlakuan Kurikulum Darurat yang menyederhanakan materi kurikulum agar guru dapat fokus pada pembelajaran yang lebih mendalam, terutama untuk penguatan literasi dan numerasi peserta didik.
”Penyederhanaan materi kurikulum efektif memitigasi learning loss. Sekolah yang menggunakan Kurikulum Darurat mengalami satu bulan learning loss dibandingkan lima bulan di sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013 secara penuh,” kata Nadiem.
Penyederhanaan materi ini menjadi salah satu prinsip utama dalam merancang Kurikulum Merdeka. Dengan prinsip ini, kurikulum tersebut mengurangi materi wajib di berbagai mata pelajaran agar guru punya waktu lebih untuk menggunakan pembelajaran yang mendalam, interaktif, dan berbasis proyek.
Kurikulum Merdeka mendukung guru melakukan asesmen diagnostik dan pembelajaran yang sesuai kemampuan tiap murid. Buku-buku teks Kurikulum Merdeka juga memuat lebih banyak aktivitas yang dirancang mengasah daya nalar. ”Dengan demikian, pembelajaran dengan Kurikulum Merdeka tidak lagi berorientasi pada penyampaian materi, tetapi mengasah kompetensi dan karakter murid,” ujarnya.