Lebih Mudah Membersihkan Gigi dengan Sikat Siwak
Kebiasaan menyikat gigi itu baik. Namun, ada upaya lebih baik yang juga bisa dilakukan, yakni dengan bersiwak.
Masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia cukup tinggi. Data Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan, masalah kesehatan gigi dan mulut di masyarakat mencapai 57,6 persen. Karies menjadi masalah gigi utama yang banyak dijumpai di masyarakat.
Prevalensi masalah karies di Indonesia dilaporkan terus meningkat. Pada 2007 tercatat masyarakat dengan karies gigi mencapai 43,4 persen. Jumlah itu meningkat menjadi 54,2 persen pada 2013 dan 88,8 persen pada 2018.
Rendahnya kesadaran menyikat gigi yang benar bisa menjadi penyebab tingginya masalah gigi dan mulut di masyarakat. Setidaknya hanya 2,8 persen penduduk di Indonesia yang menyikat gigi minimal dua kali sewaktu sesudah makan dan sebelum tidur.
Berbagai upaya penyadaran masyarakat untuk membiasakan diri menyikat gigi dengan baik dan benar perlu ditingkatkan. Selain itu, upaya lain yang inovatif perlu didorong agar tujuan untuk mewujudkan masyarakat dengan gigi dan mulut yang sehat bisa lebih optimal.
Selain membiasakan menyikat gigi dua hari sekali, warga dapat diajak pula untuk terbiasa bersiwak. Kebiasaan bersiwak sebenarnya sudah ada sejak lama. Bahkan, dalam buku Sempurnakan dengan Siwak yang ditulis oleh Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Taufan Bramantoro disebutkan, penggunaan siwak untuk membersihkan mulut dan gigi dimulai sekitar tahun 3500 sebelum Masehi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 1986 juga telah merekomendasikan penggunaan siwak untuk membersihkan mulut dan gigi. WHO mengakui bahwa siwak dapat mencegah terbentuknya karang pada dinding gigi.
Pada dasarnya bersiwak dilakukan dengan menggunakan kayu siwak atau Salvadora persica yang pada bagian ujungnya dikupas agar mudah dihancurkan. Sisi kayu yang telah dikupas tersebut bisa dihancurkan dengan cara digigit ataupun dikunyah hingga menjadi serat-serat yang menyerupai bulu sikat gigi.
Baca juga: Sikat Gigi Sehabis Makan dan Sebelum Tidur Bukan Sekadar Jargon
Bersiwak pun bisa dilakukan dengan menggosokkan serat-serat dari kayu siwak tadi pada bagian gigi dan lidah. Adapun bersiwak bisa dilakukan sesering mungkin, terutama setelah makan, baik makan dalam porsi besar, camilan, ataupun makanan lain yang manis dan lengket.
Saat ditemui di kampus Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga di Surabaya, Rabu (25/10/2023), Taufan mengatakan, bersiwak bisa efektif mencegah karies atau gigi berlubang sekaligus mencegah timbulnya bau mulut.
Ia menjelaskan, sisa-sisa makanan pada mulut yang tidak dibersihkan dapat menjadi sumber makanan bagi bakteri. Sementara hasil metabolisme dari bakteri tersebut akan membuat kondisi mulut menjadi asam. Pada kondisi asam itulah email gigi akan larut sehingga berisiko membuat gigi berlubang.
Risiko tersebut semakin besar pada seseorang yang sering mengonsumsi camilan, terutama camilan manis. Adapun camilan yang manis dengan tekstur yang lengket akan lebih sulit dibersihkan sehingga akan menempel di gigi lebih kuat.
Karena itu, setelah makan sangat dianjurkan untuk membersihkan gigi dari sisa-sisa makanan. Akan tetapi, terlalu sering menyikat gigi dengan pasta gigi yang ada di pasaran saat ini juga tidak dianjurkan. Sebab, pasta gigi mengandung berbagai bahan kimia yang sebaiknya tidak terlalu sering digunakan.
Pasta gigi yang mengandung bahan kimia rentan menyebabkan iritasi pada mukosa mulut yang berupa sariawan atau luka lainnya. ”Berbeda dengan bersiwak yang tidak menggunakan bahan kimia. Bersiwak bisa dilakukan kapan pun setelah selesai makan,” ujar Taufan.
Kemudahan
Meskipun banyak manfaat bisa didapatkan dengan bersiwak, masih banyak warga belum terbiasa menggunakan siwak untuk membersihkan gigi. Bentuknya yang kurang menarik serta cara penyimpanannya yang kurang praktis membuat orang enggan menggunakannya.
Berbeda dengan bersiwak yang tidak menggunakan bahan kimia. Bersiwak bisa dilakukan kapan pun setelah selesai makan.
Karena itu, kemudahan serta kenyamanan penggunaan siwak dengan tetap memperhatikan aspek higienitas dari penyimpanannya menjadi sangat penting agar semakin banyak warga mau bersiwak. Penggunaan siwak bukan untuk menggantikan fungsi sikat gigi dan pasta gigi, tetapi siwak diharapkan dapat menambah upaya perlindungan kesehatan gigi di masyarakat.
Untuk memudahkan masyarakat dalam bersiwak, Taufan pun akhirnya mengembangkan sikat gigi siwak. Sikat gigi yang diberi nama Ihsan tersebut telah dikembangkan sejak 2016. ”Ihsan berarti lebih daripada yang baik. Jadi, dengan sikat gigi siwak ini, diharapkan bisa lebih baik daripada sekadar menggunakan sikat gigi biasa,” ucap Taufan.
Sejak tahun 2016, berbagai pengembangan dan hasil telah diciptakan. Awalnya, sikat gigi siwak dihasilkan dalam bentuk sikat gigi siwak versi 1.0. Sikat gigi yang dihasilkan menyerupai bentuk sikat gigi pada umumnya, tetapi pada bagian ujung sikat dimodifikasi dengan jepitan khusus yang digunakan untuk menjepit serat-serat dari kayu siwak yang digunakan untuk menggosok.
Akan tetapi, sikat gigi siwak versi 1.0 tersebut dinilai masih kurang praktis lantaran pengguna masih harus menghaluskan kayu siwak agar menjadi serat dan menjepitkannya ke ujung sikat secara mandiri. Bentuk dari sikat giginya pun dinilai kurang menarik.
Baru kemudian, pengembangan berikutnya dilakukan dengan menghasilkan sikat gigi siwak versi 2.0 dan sikat gigi siwak versi 2.1. Untuk sikat gigi siwak versi 2.0, dikembangkan dengan bentuk sikat gigi lipat. Berbeda dengan sikat gigi siwak versi 1.0 yang hanya terdapat satu bulatan untuk mengikat serat siwak, pada versi 2.0 dilengkapi dua bulatan untuk mengikat serat siwat.
Baca juga: Hanya 2,8 Persen Penduduk Indonesia Menyikat Gigi dengan Benar
Dengan dua bulatan ini, jangkauan untuk menyikat gigi menjadi lebih luas. Sementara pada sikat gigi siwak versi 2.1 dikembangkan dengan bentuk seperti pulpen. Sikat gigi siwak versi 2.1 ini diciptakan untuk mengakomodasi pengguna yang lebih nyaman menggunakan siwak dengan bentuk aslinya dari batang.
Versi 3.0
Barulah pada 2021 sikat gigi siwak versi 3.0 dihasilkan. Sikat gigi ini menyempurnakan sikat gigi versi 2.1. Jika sebelumnya serat dari kayu siwak hanya dijepit, pada versi ini serat dari kayu siwak terlebih dahulu dimasukkan ke dalam tempat khusus, yang disebut pangkon, yang berfungsi untuk mengikat serat-serat kayu.
”Setelah serat-serat itu terkunci di pangkon, baru dimasukkan ke bagian sikat gigi dengan cara di-drat (mengikut alur sekrup). Dengan cara ini, ikatan dari serat kayu siwak menjadi lebih kuat sekalipun digunakan dalam kondisi basah ataupun kering,” kata Taufan.
Saat sebelum dan sesudah digunakan, sikat gigi siwak bisa dibasahi terlebih dahulu. Isi ulang dari serat siwak bisa diganti setelah tujuh hari pemakaian. Sementara badan sikat gigi tidak perlu diganti.
Menurut Taufan, penggunaan sikat gigi siwak tidak akan menambah beban lingkungan. Sikat gigi plastik menjadi salah satu sumber sampah plastik terbesar di dunia. ”Sikat gigi yang digunakan saat ini telah dikembangkan dengan menggunakan plastik organik. Kami sekarang telah menjajaki kerja sama untuk pengembangan lebih lanjut agar sikat gigi yang digunakan bisa 100 persen dari bahan organik,” katanya.
Secara terpisah, Direktur Pelayanan Kesehatan Primer Kementerian Kesehatan Obrin Parulian dalam Webinar ”Persiapan Pembinaan dan Monitoring Pelaksanaan Program Kesehatan Gigi dan Mulut”, pada Rabu (16/8/2023), menyampaikan, masalah kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang terintegrasi dari seluruh masalah kesehatan di masyarakat. Itu sebabnya, pelayanan kesehatan gigi dan mulut juga penting untuk diperhatikan.
Baca juga: Sativa, Pasta Gigi Ekstrak Habatusauda Antiinflamasi
Ia mengungkapkan, kesadaran masyarakat untuk menyikat gigi sudah tinggi, yakni mencapai 94,7 persen. Akan tetapi, hanya 2,8 persen yang menyikat gigi dengan benar. ”Masih banyak masalah kesehatan gigi dan mulut yang harus kita selesaikan. Penyelenggaraan kesehatan gigi dan mulut di fasilitas kesehatan primer pun harus terus ditingkatkan karena kesehatan gigi dan mulut juga hak dari masyarakat,” tuturnya.