Konferensi Perubahan Iklim Ke-28 di Dubai menjadi harapan dunia untuk melahirkan aksi nyata global mengatasi krisis iklim.
Oleh
REDAKSI
·3 menit baca
Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim Ke-28 atau COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab, tahun ini diselenggarakan di tengah kondisi Bumi mendekati titik kritis. Pertemuan tahunan tersebut diharapkan menjadi titik balik dalam upaya mengatasi krisis iklim secara global.
Para pemimpin negara berkumpul pada pertemuan puncak perubahan iklim ini, yang dibuka pada Kamis (30/11/2028), dan berlangsung sampai 12 Desember 2023. Konferensi itu dihadiri lebih dari 190 negara yang meratifikasi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) (Kompas, 30 November 2023).
Sejumlah laporan telah menunjukkan, Bumi saat ini memanas dengan intensitas bencana hidrometeorologi di berbagai belahan dunia meningkat signifikan. Tahun ini disebut sebagai tahun dengan dampak yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dunia mengalami rekor 12 bulan terpanas.
Namun, laporan UNFCCC menyatakan, kemajuan dalam mengatasi dampak perubahan iklim dari banyak negara terlalu lambat. Dengan komitmen yang ada, suhu global diperkirakan bertambah hingga ambang kritis 1,5 derajat celsius dibandingkan dengan periode praindustri dalam lima tahun ke depan.
Cuaca ekstrem, peperangan antarnegara, dan pandemi Covid-19 memperburuk masalah iklim. Hasil kesepakatan COP27 tak mampu menghapus bahan bakar fosil secara bertahap. Padahal, ketergantungan pada bahan bakar fosil menghambat perkembangan energi bersih dan terbarukan.
Isu lain yang mesti menjadi perhatian ialah kerawanan pangan. Kekeringan dan banjir di banyak negara akibat cuaca ekstrem menurunkan produksi pangan. Sistem pangan turut memicu perubahan iklim karena berkontribusi pada sepertiga emisi gas rumah kaca dan mengonsumsi banyak energi.
Penurunan emisi
Laporan ilmiah Panel Lintas Pemerintah tentang Perubahan Iklim PBB (IPCC) menunjukkan, emisi gas rumah kaca perlu dikurangi 43 persen pada tahun 2030 dibandingkan dengan tingkat emisi tahun 2019. Hal ini untuk membatasi kenaikan suhu 1,5 derajat celsius pada akhir abad ini dan mencegah dampak terburuk krisis iklim.
Harapan dunia amat besar agar COP28 menghasilkan kesepakatan untuk melaksanakan aksi global yang nyata dalam membatasi kenaikan suhu di Bumi.
Sebagaimana diamanatkan Perjanjian Paris, COP28 akan memaparkan evaluasi komprehensif atau global stock take (GST). GST ini berisi kemajuan kontribusi penurunan emisi gas rumah kaca nasional setiap negara untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050.
Penilaian ini diharapkan bisa untuk menetapkan peta jalan ke depan guna mempercepat tindakan nyata di dalam dan luar UNFCCC. Hasil negosiasi GST mencakup semua aspek, termasuk kontribusi yang ditentukan secara nasional, pendanaan iklim, pemanfaatan energi, serta kerugian akibat krisis iklim.
Sekretaris Eksekutif Perubahan Iklim PBB Simon Stiell mengemukakan, semua negara perlu mengambil langkah maju dan berani pada COP28 Dubai. Pemerintah tak hanya mesti menyetujui aksi iklim lebih kuat, tetapi juga menunjukkan cara mencapainya dengan tepat (Kompas.id, 17 November 2023).
Harapan dunia amat besar agar COP28 menghasilkan kesepakatan untuk melaksanakan aksi global yang nyata dalam membatasi kenaikan suhu di Bumi. Kolaborasi global pendanaan iklim dan transisi yang inklusif dibutuhkan demi menjamin terwujudnya pembangunan berkelanjutan yang rendah emisi.