Konferensi Perubahan Iklim di Dubai, Uni Emirat Arab, digelar di tengah Bumi yang terus memanas. Keseriusan negara dalam memerangi krisis iklim akan menentukan masa depan Bumi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
DUBAI, KOMPAS — Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim Ke-28 atau COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab, resmi dibuka pada Kamis (30/11/2023) dan perundingan akan berlangsung hingga 12 Desember 2023. Salah satu pembahasan terkait global stock take diharapkan bisa semakin memacu setiap negara untuk kembali berada di jalur yang tepat dalam mengatasi krisis iklim.
COP28 di Dubai tahun ini diselenggarakan dalam keadaan Bumi yang mendekati titik kritis. Sejumlah laporan telah menunjukkan bahwa Bumi saat ini kian memanas dan intensitas bencana hidrometeorologi di berbagai belahan dunia terus meningkat signifikan.
Namun, laporan Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) menyebut bahwa kemajuan dalam mengatasi perubahan iklim dari negara-negara di dunia masih terlalu lambat. Dengan komitmen yang ada sekarang, diperkirakan suhu global bakal bertambah hingga mencapai ambang kritis 1,5 derajat celsius dibandingkan periode pra-industri dalam lima tahun ke depan.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dhewanthi menyampaikan, penyelenggaraan COP28 sangat penting karena diselenggarakan pada tahun ketujuh setelah Persetujuan Paris (Paris Agreement) 2015 ditetapkan. Di sisi lain, COP28 ini juga diselenggarakan tujuh tahun sebelum target Persetujuan Paris 2015 berakhir pada 2030.
”Jadi, COP28 disebut sebagai COP yang penting karena berada pada critical years of the critical decade (tahun-tahun kritis dari dekade kritis),” ujar Laksmi selaku National Focal Point UNFCCC untuk Indonesia di Dubai, Rabu (29/11/2023).
Di tengah kondisi tersebut, untuk pertama kalinya COP28 juga akan memaparkan hasil dari global stock take atau inventarisasi global. Proses global stock take dalam Persetujuan Paris 2015 dirancang untuk mengevaluasi tindakan negara-negara di dunia dalam mengatasi krisis iklim setiap lima tahun.
Global stock take akan mengevaluasi sejumlah tindakan global, terutama dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca untuk menjaga suhu Bumi tetap di ambang batas 1,5 derajat celsius. Kemudian global stock take juga bertujuan membangun ketahanan terhadap dampak iklim dan menyelaraskan dukungan pendanaan untuk mengatasi krisis iklim (Kompas, 25/11/2023).
Presiden juga akan menyampaikan pernyataan singkat terkait perlunya penguatan aksi kolektif untuk sistem pangan dan pertanian yang berketahanan iklim.
”Hasil dari global stock take diharapkan akan menjadi titik balik untuk mengakselerasi seluruh aksi-aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Sebab, hasil global stock take akan ada indikasi apakah perjalanan selama ini sesuai dengan arah dan target Perjanjian (Persetujuan) Paris,” tutur Laksmi.
Selain itu, kata Laksmi, presidensi COP28 berharap tahun ini bisa menjadi COP yang paling inklusif sepanjang perjalanan perundingan. Inklusivitas ini ditunjukkan melalui pelibatan semua pihak, termasuk pemerintah daerah, akademisi, dunia usaha, hingga masyarakat sipil, untuk bersama-sama mencari cara terbaik dan adil dalam mengatasi krisis iklim.
Komitmen Indonesia
Pada akhir periode kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo direncanakan hadir langsung dalam COP28 tahun ini di Dubai untuk menyampaikan komitmen dan aksi iklim yang telah dilakukan Indonesia. Presiden Jokowi terakhir kali hadir langsung dalam COP26 di Glasgow, Skotlandia, tahun 2021.
Presiden juga akan menghadiri pembukaan sekaligus penutupan World Climate Action Summit (WCAS) pada 1-2 Desember 2023. Salah satu pernyataan nasional Presiden yang akan disampaikan pada WCAS ialah terkait possisi Indonesia terhadap global stock take.
Selain itu, Presiden juga akan menyampaikan pernyataan singkat terkait perlunya penguatan aksi kolektif untuk sistem pangan dan pertanian yang berketahanan iklim. Sebelumnya, Indonesia telah menyampaikan dukungan terhadap inisiatif Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) terkait deklarasi tentang sistem pangan berketahanan, pertanian berkelanjutan, dan aksi ikim.
Hingga 20 November 2023, tercatat telah terdapat 30 negara yang menyatakan dukungannya terhadap deklarasi ini. UEA berharap akan ada tambahan 50 negara yang akan menyampaikan dukungannya dalam minggu ini.
Dalam COP28, Indonesia juga menyiapkan paviliun sebagai soft diplomacy atau diplomasi dengan pendekatan sosial budaya. Hal ini sekaligus sebagai upaya menyampaikan kepada dunia terkait langkah konkret dan aksi nyata yang telah dilakukan Indonesia dalam mengurangi emisi dan mengatasi perubahan iklim.
”Paviliun Indonesia akan membuka kesempatan bagi para pihak untuk mengeksplorasi ide, peluang, dan jejaring kerja pengendalian perubahan iklim di Indonesia,” ucap Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto selaku Penanggung Jawab Paviliun Indonesia pada COP28.