Seniman Muda Perempuan Indonesia Memaknai Kemajemukan
Belasan perupa muda perempuan menginterpretasikan keberagaman dalam pameran seni rupa bertajuk ”Bhinneka Tunggal Ika”.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 12 seniman muda perempuan Indonesia menggelar pameran seni rupa bertajuk ”Bhinneka Tunggal Ika”. Melalui pameran ini, para seniman menafsirkan kemajemukan masyarakat Indonesia dengan sajian visual dan pendekatan seni kontemporer.
Pameran seni rupa dari 12 seniman muda perempuan Indonesia tersebut dihelat Ellipse Art Projects bekerja sama dengan DeKa Kom dan diselenggarakan di Bentara Budaya Art Gallery, Menara Kompas Lantai 8, Jakarta, selama 24-28 November 2023. Para seniman itu terpilih melalui proses panjang dengan kurasi oleh kurator independen, Farah Wardani.
Sebanyak 12 seniman muda perempuan muda tersebut adalah Citra Sasmita, Alfiah Rahdini, Sekar Puti Sidhiawati, Meita Meilita, Audya Amalia, Rahayu Retnaningrum, Yessiow, Maharani Mancanagara, Lala Bohang, Mira Rizki, Ines Katamso, dan Andrita Yuniza Orbandi.
Pemilihan 12 seniman untuk pameran ini didasarkan pada nilai seni, prestasi, dan materi masing-masing seniman yang relevan dengan narasi Bhinneka Tunggal Ika dan keberagaman global. Materi tersebut kemudian diwakili keberagaman seni kontemporer.
Berbagai karya kontemporer dari para seniman tersebut mulai dari lukisan, video, seni suara, instalasi, mural, bordir, hingga kreasi seni berbasis lingkungan. Setiap seniman menafsirkan kemajemukan sesuai perspektif, pengalaman, dan eksplorasi artistiknya masing-masing.
Farah Wardani menyampaikan, pameran seni rupa ini diadakan karena Ellipse Art Projects sebagai penyelenggara tengah meluncurkan program untuk membumikan seniman muda perempuan. Isu yang tengah menjadi fokus berbagai pihak ini bisa menjadi jalan bagi pelibatan, pengakuan, hingga pemberdayaan perempuan secara luas.
Menurut Farah, ”Bhinneka Tunggal Ika” diambil sebagai tema pameran ini karena kalimat tersebut merupakan slogan atau semboyan nasional dan sangat melekat dalam identitas bangsa Indonesia. Selain itu, slogan yang menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dalam berbagai perbedaan ini juga sangat relevan dengan perkembangan zaman.
”Keberagaman tumbuh menjadi sebuah isu yang sangat universal. Saat ini, semua orang di dunia membicarakan tentang keberagaman. Dari sinilah kami mencoba menginterpretasikan keberagaman dari para seniman muda perempuan yang sangat luas,” ujarnya dalam acara pembukaan pameran di Bentara Budaya Art Gallery, Kamis (23/11/2023).
Setiap seniman muda perempuan melihat keberagaman dengan cara yang berbeda-beda. Melalui karya mereka, setiap pengunjung dan penikmat seni dapat menyelami makna keberagaman dan kemajemukan tersebut sebagai bagian dari aktualisasi diri.
Salah satu makna keberagaman ditunjukkan melalui seni instalasi pesan karya seniman muda perempuan asal Bugis, Lala Bohang. Lala menyajikan keberagaman melalui instalasi pesan yang diambil dari buku berjudul Perjalanan Menuju Pulang karya dia dan temannya asal Indonesia-Belanda, Lara Nuberg. Buku yang diterbitkan tahun 2019 ini merupakan sebuah kisah perempuan di antara ruang dan waktu.
”Dalam buku ini, kami melihat sejarah kita semua dalam kacamata global. Jadi, kami melihat apa yang terjadi di dunia yang memengaruhi kehidupan kita. Mengingat saya dan Lara adalah perempuan, maka kami memutuskan untuk menulis sejarah kolonialisme dan menelusuri kisahnya dari perspektif perempuan,” tuturnya.
Dalam karya instalasi pesan tersebut, para pengunjung juga bisa membaca percakapan antara Lala dan Lara yang memiliki banyak sekali perbedaan pandangan. Akan tetapi, setiap percakapan tersebut pada akhirnya bisa menemukan titik tengah untuk bisa saling menerima dan memahami pandangan satu sama lain. Percakapan inilah yang menurut Lala menggambarkan pesan ”Bhinneka Tunggal Ika” sebuah keberagaman dan kemajemukan.
Membingkai ulang
Selain menyajikan karya seni para seniman muda perempuan, pameran ini juga berfungsi untuk membingkai ulang makna dan interpretasi Bhinneka Tunggal Ika dari sudut pandang generasi baru Indonesia. Keberagaman praktik seni ini menunjukkan aspirasi para seniman untuk terlibat dalam perubahan zaman, baik lokal maupun global.
Tema nilai budaya dan identitas pribadi yang kental terlihat pada karya-karya Citra Sasmita, Alfiah Rahdini, dan Sekar Puti Sidhiawati. Sementara Meita Meilita, Audya Amalia, Rahayu Retnaningrum, dan Yessiow mengembangkan mediumnya masing-masing sebagai sarana untuk mengekspresikan nilai-nilai komunitas sekaligus mengajak interaksi dan partisipasi.
Kemudian, karya-karya seni Maharani Mancanagara, Lala Bohang, dan Mira Rizki menghadirkan berbagai reimaginasi sejarah personal, kolektif, dan postkolonial. Adapun Ines Katamso menyusun karya seni instalasi dari fosil dan bahan organik.
Sementara Andrita Yuniza Orbandi mengeksplorasi bahan terbarukan dan keanekaragaman hayati. Makna dari karya ini mencerminkan tentang meningkatnya kesadaran generasi baru terhadap ekologi global dan keadaan darurat alam yang tengah dihadapi dunia.
”Selain dari tema-tema kearifan lokal dan warisan budaya, para seniman juga membingkai ulang makna keberagaman hingga ke isu lingkungan hingga biodiversitas. Jadi, karya seni 12 seniman ini mewakili keberagaman praktik seni itu sendiri,” kata Farah.
Corporate Communication Director Kompas Gramedia Glory Oyong menyambut baik peran Ellipse Art Project dan DeKa Kom dalam mendukung seniman muda perempuan Indonesia. Pameran ”Bhinneka Tunggal Ika” ini diharapkan bisa menjadi jembatan untuk mendukung seniman Indonesia dalam berkreasi dalam kancah global dengan semangat saling menghargai.
”Sikap saling menghormati perbedaan perlu terus didengungkan, di tengah ancaman perpecahan dan konflik di sejumlah wilayah di dunia sekarang,” katanya.