Ketika Bumi untuk Pertama Kali Merasakan 2 Derajat Celsius Lebih Panas
Suhu global rata-rata pada hari Jumat (17/11/2023) untuk pertama kalinya dalam sejarah mencapai 2 derajat celsius lebih panas dibandingkan suhu pra-industri tahun 1850-1900.
Musim hujan telah tiba, tetapi suhu panas masih melanda Indonesia dengan kenaikan mencapai rekor tertinggi dibandingkan rata-rata 30 tahun pencatatan. Di tingkat global, suhu rata-rata pada hari Jumat (17/11/2023) untuk pertama kalinya dalam sejarah mencapai 2 derajat celsius lebih panas dibandingkan suhu pra-industri tahun 1850-1900.
El Nino justru mencapai puncak ketika sebagian besar wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan. Ditambah dengan tren pemanasan global, suhu udara menjadi lebih panas. Bahkan, tren global menunjukkan kita tengah menuju tahun terpanas dalam sejarah.
Data awal yang dikeluarkan Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa pada hari Minggu (19/11/2023) menunjukkan, untuk pertama kalinya suhu harian di Bumi melewati ambang 2 derajat celsius lebih panas dibandingkan pra-industri atau 1850-1900.
”Suhu global ERA5 sementara untuk 17 November dari @CopernicusECMWF suhunya 1,17 derajat celsius lebih tinggi dari suhu pada tahun 1991-2020, suhu terpanas yang pernah tercatat. Perkiraan terbaik kami adalah bahwa ini adalah hari pertama ketika suhu global lebih dari 2 derajat celsius di atas suhu tahun 1850-1900 (atau pra-industri), yaitu sebesar 2,06 derajat celsius,” sebut Samantha Burgess, Wakil Direktur Layanan Perubahan Iklim (C3S) Uni Eropa.
Rekor suhu harian ini belum menandai perubahan suhu rata-rata tahunan yang berkelanjutan, yang hingga saat ini mencapai 1,2 derajat celsius lebih panas dibandingkan pra-industri. Namun, fakta bahwa bumi telah melampaui batas pemanasan 2 derajat celsius selama setidaknya satu hari menambah tanda seru pada serangkaian rekor suhu yang tercatat dalam beberapa bulan terakhir.
Sebelumnya, suhu global melewati rekor tertinggi pada bulan Juli, Agustus, September, dan Oktober. Data Copernicus juga menunjukkan bahwa tren tersebut tetap berlanjut, bahkan tambah tinggi lagi, hingga bulan November. Dengan tren ini, rata-rata suhu global pada tahun 2023 diprediksi akan mencapai 1,3-1,4 derajat celsius di atas suhu pra-industri.
Perjanjian Paris tahun 2015 menetapkan tujuan untuk mempertahankan kenaikan suhu rata-rata global ”jauh di bawah” 2 derajat celsius dibandingkan suhu pada masa pra-industri dan menargetkan suhu yang lebih aman sebesar 1,5 derajat celsius.
Jika suhu harian melebihi 2 derajat celsius, hal ini tidak berarti bahwa ambang batas Paris telah dilanggar—kesepakatan tersebut justru mengacu pada rata-rata yang diukur selama beberapa dekade.
Namun, pemanasan Bumi diperkirakan akan semakin cepat dalam beberapa bulan mendatang karena semakin dalamnya El Nino, pola iklim terkenal yang mendorong cuaca ekstrem dan meningkatkan suhu global dengan melepaskan simpanan panas dalam jumlah besar dari Samudra Pasifik ke atmosfer.
Padahal, biasanya lonjakan suhu hangat yang dipicu oleh El Nino baru terjadi setelah pola iklim ini mencapai puncaknya, yang diperkirakan baru akan terjadi pada 2024. Menurut Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dalam laporannya pada Mei 2023, tahun 2016 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah karena dampak dari peristiwa El Nino yang sangat kuat pada 2015 dan pemanasan akibat gas rumah kaca yang disebabkan oleh manusia. Efek pada suhu global biasanya muncul setahun setelah perkembangan El Nino sehingga kemungkinan besar tahun 2024 bakal lebih panas lagi.
Perlu diingat bahwa suhu panas yang luar biasa selama berbulan-bulan pada tahun 2023 telah memicu kekeringan, kebakaran hutan besar-besaran, dan badai dahsyat yang melanda sebagian besar wilayah di planet ini. Jika suhu terus memanas di tahun-tahun mendatang, artinya risiko yang bakal dihadapi juga bakal membesar.
Rekaman di Indonesia
Tren peningkatan suhu global juga terekam di Indonesia. Berdasarkan analisis dari 117 stasiun pengamatan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), suhu udara rata-rata bulan Oktober 2023 di Indonesia mencapai 27,7 derajat celsius. Padahal, suhu udara klimatologis rata-rata untuk bulan Oktober 2023 periode 1991-2020 di Indonesia adalah sebesar 27 derajat celsius dalam kisaran normal 20,1 derajat celsius hingga 28,6 derajat celsius.
Berdasarkan nilai-nilai tersebut, anomali suhu udara rata-rata pada bulan Oktober 2023 menunjukan anomali positif dengan nilai sebesar 0,7 derajat celsius lebih panas dibandingkan kondisi iklim bulan Oktober 30 tahun terakhir. ”Anomali suhu udara Indonesia pada bulan Oktober 2023 ini merupakan nilai anomali tertinggi sepanjang periode pengamatan sejak 1981,” kata ahli iklim BMKG, Siswanto, di Jakarta, Selasa (21/11/2023).
Baca juga: Cuaca Ekstrem Menguat, El Nino Diprediksi hingga Februari 2024
Penghangatan suhu udara permukaan melebihi rerata klimatologisnya ini terpantau terjadi sejak kemunculan El Nino di bulan April 2023 hingga saat ini. Penghangatan suhu ini cenderung tidak terjadi pada bulan Januari-Maret 2023. ”Ini menunjukkan adanya pengaruh El Nino yang masih berlangsung hingga saat ini, selain tentu saja gambaran pemanasan regional mengikuti tren pemanasan global,” katanya.
Dengan suhu yang melonjak dan 2023 menjadi tahun terpanas dalam sejarah umat manusia, para ilmuwan mengatakan bahwa tekanan terhadap para pemimpin dunia untuk mengerem polusi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global menjadi semakin mendesak.
Dengan tren suhu seperti saat ini, menurut Siswanto, tahun 2023 berpotensi menjadi tahun terpanas. ”Untuk memastikan tahun 2023 menjadi tahun terpanas, kita masih perlu menunggu hingga akhir tahun 2023 agar data suhu terkumpul penuh satu tahun lalu dihitung menjadi rata-rata suhu tahunan 2023,” kata Siswanto.
Hingga akhir 2022, tahun terpanas terekam pada tahun 2016, setahun setelah El Nino kuat pada 2015. Untuk Wilayah Indonesia, data suhu sepanjang periode pengamatan tahun 1981 hingga 2022 menunjukkan bahwa tahun 2016 merupakan tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0,6 derajat celsius dan suhu rerata wilayah se-Indonesia mencapai 27,4 derajat celsius.
Apabila suhu rerata tahunan 2023 nanti melebihi nilai anomali 0,6 derajat celsius seperti pada tahun 2016, maka tahun 2023 akan dinobatkan sebagai tahun terpanas pertama bagi wilayah Indonesia.
Siswanto mengatakan, berdasarkan hasil penilitian dan teori fisika, suhu yang lebih hangat ini memengaruhi karakter hujan. ”Hal itu sangat dimungkinkan bahwa semakin meningkat suhu permukaan akan berkorelasi juga dengan semakin intens hujan yang terbentuk, termasuk hujan berdurasi singkat,” katanya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan, dampak El Nino telah memundurkan musim hujan di Indonesia. Namun, efeknya berkurang sekarang ini seiring mulai masuknya hujan.
Menurut Ardhasena, sifat musim hujan Indonesia yang akan terjadi secara total dalam kategori normal. ”Sekalipun demikian, kita perlu hati-hati karena musim hujan terjadi dalam periode yang lebih singkat sehingga pada saat awal tahun perlu diwaspadai episode kejadian hujan-hujan ekstrem,” katanya.
Siswanto menambahkan, selain faktor termodinamika, peristiwa curah hujan esktrem juga dipicu faktor dinamis yang mendukung dari kondisi atmosfer saat itu. Faktor dinamis itu di antaranya variasi dari aliran monsun (seruakan dingin, aliran atmosfer lintar ekuator yang kuat), gelombang ekuatorial troposfer (MJO, Kelvin, Rossby). ”Jadi, El Nino dan La Nina bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan variabilitas iklim di wilayah Indonesia,” katanya.
Ambang batas
Dengan terus memanasnya suhu, cuaca ekstrem semakin mungkin terjadi. Hari pertama yang melampaui target 2 derajat celsius ini merupakan alarm nyata bahwa kita semakin dekat dengan batas yang aman untuk kehidupan di Bumi.
Laporan Kesenjangan Emisi tahunan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) pada hari Senin (20/11/2023) menyebutkan bahwa pada tahun ini hingga awal Oktober tercatat ada 86 hari dengan suhu melebihi 1,5 derajat celsius di atas tingkat pra-industri. Di sisi lain, laporan ini juga menyoroti kita tidak berada di jalur yang benar untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dengan suhu yang melonjak dan 2023 menjadi tahun terpanas dalam sejarah umat manusia, para ilmuwan mengatakan bahwa tekanan terhadap para pemimpin dunia untuk mengerem polusi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global menjadi semakin mendesak.
Laporan PBB menemukan bahwa gabungan rencana iklim dari hampir 200 negara akan menempatkan dunia pada jalur emisi karbon yang hanya 2 persen di bawah tingkat emisi tahun 2019. Penurunan tersebut jauh dari penurunan sebesar 43 persen yang menurut panel iklim IPCC PBB diperlukan untuk membatasi pemanasan sesuai target kesepakatan Paris sebesar 1,5 derajat celsius sejak era pra-industri.
Baca juga: Suhu Panas Diprediksi Terus Berlanjut hingga November 2023
Tanpa ada ”titik balik yang nyata” dalam pertemuan iklim PBB COP 28 di Dubai mendatang, maka masa depan dunia di tahun-tahun mendatang bakal semakin kerap dilanda bencana banjir, gelombang panas, kekeringan, kebakaran hutan, dan badai.