Pemerintah Diminta Tidak Tegesa-gesa Beri Izin Perguruan Tinggi Asing
Seiring masuk dan beroperasinya perguruan-perguruan tinggi asing di Indonesia, mitigasi terhadap ekosistem pendidikan tinggi tetap perlu dicermati.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perguruan tinggi asing satu per satu mulai mendapat izin untuk beroperasi di berbagai kota besar di Indonesia. Pemerintah diminta untuk tidak tergesa-gesa dalam memberikan izin meskipun Indonesia diminati sebagai pasar perguruan tinggi asing. Eksosistem pendidikan tinggi Indonesia perlu disiapkan dengan cermat agar mampu bertransformasi menuju pendidikan tinggi yang bermutu.
Setelah Monash University Indonesia dengan fokus program pascasarjana beroperasi tahun 2022 sebagai perguruan tinggi asing (PTA) pertama di Indonesia di kawasan BSD City, Tangerang Selatan, Banten; pada tahun 2024 siap beroperasi Western Sydney University (WSU) di Kota Surabaya, Jawa Timur, dengan beberapa program sarjana di bidang STEM dan kewirausahaan. Ada juga sejumlah perguruan tinggi asing yang akan beroperasi di Badung, Bali, bahkan ditawarkan hingga di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) di sela-sela acara Merdeka Innovation Summit (MIS) 2023 yang digelar Kedaireka sejak Kamis hingga Jumat (17/11/2023) menyebutkan, Georgetown University dari Amerika Serikat sudah satu tahun ini berkomunikasi dengan Ditjen Diktiritek terkait rencana pembukaan kampus di Indonesia.
Pemerintah menawarkan pembukaan di IKN, tetapi masih dipikirkan. Namun, ada opsi juga di sekitar DKI Jakarta. Berdasarkan kunjungan presiden Joko Widodo ke Georgetown University diharapkan kampus ini bisa beroperasi di Indonesia tahun 2024.
Menurut Nizam, kehadiran perguruan tinggi asing dengan reputasi internasional memberi peluang bagi para talenta berbakat Indonesia untuk bisa dekat dengan pusat pendidikan terbaik dunia. Saat ini ada ribuan anak muda Indonesia yang berkuliah ke luar negeri.
Dengan kehadiran PTA di Indonesia, anak-anak muda memiliki pilihan untuk bisa kuliah di kampus ternama berkelas dunia, tetapi lokasinya di Indonesia. Hal ini bisa menghemat devisa negara.
Secara terpisah, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, kehadiran PTA di Indonesia sebagai konsekuensi masuknya kluster pendidikan dalam UU Cipta Kerja. ”Meskipun sesuai aturan memang PTA diizinkan beroperasi di Indonesia, pemerintah punya kewenangan untuk tidak buru-buru memberi izin. Semangatnya bukan menolak kehadiran PTA, bukan juga menghalangi anak muda Indonesia mendapatkan pendidikan berkualitas internasional. Namun, mitigasi yang detail perlu disiapkan pemerintah,” ujar Syaiful.
Menurut Syaiful, saat ini mestinya masih dalam masa transisi untuk menyiapkan ekosistem pendidikan tinggi Indonesia yang lebih baik, Transformasi pendidikan tinggi pun masih berjalan.
”Proteksi terhadap PT di dalam negeri pun penting. Memang, PT kita masih menghadapi banyak ketertinggalan, ada maslaah juga kelebihan jumlah insitusi hingga program studinya. Kami mengingatkan pemerintah jangan tergesa-gesa agar jangan sampai PT di dalam negeri gulung tikar, serta sistem pendidikan nasional juga terganggu,” ujar Syaiful.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2021 tentang Norma, Standar, dan Kriteria Perizinan Berusaha Berbasis Resiko untuk Satuan Pendidikan Formal di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) terkait pendirian perguruan tinggi negara lain di KEK, mutu penyelenggaraan sama dengan PT negara asal. Selain itu, kurikulum sama dengan PT negara asal, termasuk 100 terbaik di dunia, terakreditasi, dan diakui di negara asal.
Indonesia juga harus sadar bahwa negara kita ini dilihat betul sebagai pasar produk dan pendidikan. Jadi, pemerintah harus bisa melindungi bangsa ini supaya tidak sekadar jadi pasar.
Untuk program sarjana atau sarjana terapan, ditambahkan kurikulum nasional meliputi mata kuliah Agama, Bahasa Indonesia, Pancasila, dan Kewarganegaraan. Namun, ini hanya diperuntukkan bagi mahasiswa Indonesia.
Tidak menolak
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Indonesia (Aptisi) Pusat M Budi Djatmiko mengatakan, PT asing maupun Indonesia tetap memiliki kesamaan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menyiapkan sumber daya manusia yang andal. Untuk PTA berkelas dunia tentu agar mutunya terjamin, termasuk unggul dalam riset, dan jejaring internasional.
Menurut Budi, Aptisi tidak menolak kehadiran PTA asing, apalagi pemerintah memang sudah merestui. ”Yang kami minta, jangan kalau untuk PTA asing itu dengan mudahnya pemerintah memberikan karpet merah, tetapi untuk PTS banyak hal dipersulit. Apalagi PTS Indonesia yang kecil-kecil, sebenarnya juga berperan memberikan akses kuliah bagi warga kelas menengah ke bawah. Jadi, perlu diperhatikan juga jangan sampai tutup,” kata Budi.
Lebih lanjut Budi mengatakan, dalam eksositem pendidikan tinggi di Indonesia, ancaman yang dihadapi PTS ini bukan dengan PTA. Justru dengan adanya jalur mandiri perguruan tinggi negeri (PTN) yang juga mengejar kuantitas mahasiswa, tetapi dengan bayaran yang menyerupai PTS membuat kuota mahasiswa di PTS juga menurun.
”Kita tidak bisa menghindari kompetisi dengan PTA. Seharusnya pemerintah bisa menugaskan PTN untuk serius fokus pada kualitas, sebagai universitas riset untuk memenuhi keinginan pemerintah agar Indonesia memiliki PT berkelas dunia. Buka program studi langka atau yang belum ada di Indonesia untuk meningkatkan keunggulan PT di Indonesia. Bukannya PTN malah menambah mahasiswa lewat jalur mandiri,” kata Budi.
Budi menyoroti, seharusnya kebijakan pemerintah yang mengizinkan PTA hadir di Indonesia sebagai peluang untuk memicu pertumbuhan kota baru. Bukan di kota-kota besar yang sudah banyak PT.
”Indonesia juga harus sadar bahwa negara kita ini dilihat betul sebagai pasar produk dan pendidikan. Jadi, pemerintah harus bisa melindungi bangsa ini supaya tidak sekadar jadi pasar. Harus diingat pendidikan di Indonesia itu nirlaba,” kata Budi.