Meneguhkan Perjuangan Membebaskan Perempuan dari Kekerasan
Komnas Perempuan lahir dari Tragedi Mei 1998 dan merupakan anak reformasi. Keberadaannya menumbuhkan asa bagi perempuan korban kekerasan.
”Dunia kini tengah tengelam dalam gelisah, lara dan penuh duka/
Dari ubun-ubun hingga telapak kaki, tak ada harapan untuk sembuh/
Kecuali dengan sentuhan tangan cinta/
Cintalah yang mengubah pahit menjadi manis/
Keruh menjadi bening, penjara menjadi taman bung/
Perempuan itu kreator, perempuan itu lahir dari cahaya doa/
Dia tak hanya kekasih atau yang tercipta, dialah kreator/...”
Bait demi bait puisi di atas dibacakan KH Husein Muhammad, komisioner Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) periode 2007-2009 dan 2010-2014, pada Puncak Perayaan Hari Ulang Tahun Ke-25 Komnas Perempuan, Rabu (15/11/2023), di Hotel Grand Sahid Jakarta.
Suara pengasuh Pondok Pesantren Dar Al Tauhid, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat, tersebut terdengar di tengah dentingan musik yang dimainkan dari jemari Asfinawati, aktivis, dosen, dan advokat muda yang perjuangkan hak-hak pencari keadilan.
Puisi tersebut dipersembahkan Husein Muhammad sebelum memimpin doa bersama untuk membuka pertemuan yang mengusung tema ”Satu Suara, Wujudkan Cita-cita”.
Tak hanya dalam puisi, Husein juga memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar melindungi Indonesia dari segala petaka dan menganugerahkan rasa aman, keyakinan yang kokoh, dan kedamaian.
Baca juga: Komnas Perempuan Masih Terus Berjuang Menghapus Kekerasan terhadap Perempuan
”Satukan hati kami menegakkan kebenaran, keadilan, dan saling mencintai. Padamkan nyala api kebencian dan kekerasan atas nama apa pun, terhadap siapa pun, dan di mana pun di negeri ini. Satu padukan hati dan langkah kami, melawan kehendak meruntuhkan bangunan bangsa ini,” ujar Husein.
Perayaan Hari Ulang Tahun Ke-25 Komnas Perempuan dihadiri Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati dan Ketua Komnas Perempuan periode pertama tahun 1998-2004, Saparinah Sadli.
Sejumlah komisioner purna Komnas Perempuan turut hadir, di antaranya Sjamsiah Achmad, perempuan Indonesia pertama yang menjadi anggota Komite CEDAW (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) tahun 2001-2004.
Hadir juga sejumlah aktivis organisasi perempuan dari sejumlah daerah yang menjadi mitra Komnas Perempuan. Mereka adalah para perempuan penggerak dari berbagai daerah dari Morotai hingga Tanimbar, selain dari Aceh hingga Papua.
Pada acara itu, ditampilkan video perjalanan Komnas Perempuan selama 25 tahun sebelum Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, memberi sambutan. Andy mengajak semua yang hadir memberi ”Tribute bagi Perempuan Pembela HAM” diakhiri monolog oleh Dewi Nova tentang Perempuan Pembela HAM.
Baca juga: Perempuan Hadir Menjadi Pelopor dan Pejuang Lingkungan
”Dalam 25 tahun, Komnas Perempuan melatih diri menyikapi keterbatasan dan tantangan sebagai batu uji daya tangkas dan kapasitas kepemimpinan untuk menemukan, menciptakan, dan merebut peluang, seberapa pun kecil, dalam mewujudkan cita-cita penghapusan kekerasan pada perempuan,” ujar Andy.
Mandat lembaga HAM
Andy menuturkan kisah perjalanan 25 tahun Komnas Perempuan yang terus menguatkan perannya sebagai Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM) dengan mandat khusus untuk menciptakan kondisi kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan pada perempuan dan pemajuan hak-hak perempuan.
”Lahir dari Tragedi Mei 1998, kehadiran Komnas Perempuan sebagai putri sulung reformasi memiliki makna tersendiri di Indonesia dan tingkat internasional,” kata Andy yang memaparkan perjalanan Komnas Perempuan sejak awal berdiri dengan satu ruang kecil hingga mendapat gedung.
Lahir dari Tragedi Mei 1998, kehadiran Komnas Perempuan sebagai putri sulung reformasi memiliki makna tersendiri di Indonesia dan tingkat internasional.
Perayaan 25 tahun bukan sekedar mengenai Komnas Perempuan, melainkan tentang semua yang berjuang menghadirkan kehidupan bebas dari kekerasan, terutama bagi perempuan, yang menghadapi kerentanan khas akibat pemosisiannya di dalam keluarga dan masyarakat, serta di mata negara.
Dalam acara yang sama, Refleksi ”Satu Suara, Wujudkan Cita-cita: 25 Tahun Perjalanan dan Arah ke Depan Perjuangan Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan” disampaikan Karlina Leksono, dosen Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, yang mengajar feminisme dalam filsafat.
”Kelahiran Komnas Perempuan dan kinerjanya yang memberikan rasa kagum juga menunjukkan bahwa pemulihan bukan impian kosong,” ujar Karlina.
Jika ada pertanyaan mengapa kasus kekerasan terhadap perempuan cenderung melonjak, menurut Karlina, hal itu bisa dilihat dari dua sisi. Di satu sisi, situasi tersebut memantulkan masalah budaya yang akarnya amat dalam dan belum teratasi sampai saat ini.
”Di lain sisi, gejala itu dapat dilihat sebagai tumbuhnya kepercayaan masyarakat sehingga korban berani untuk melaporkan, kepercayaan bahwa pengaduan tidak akan sia-sia,” ujarnya.
Baca juga: Komnas Perempuan di UU TPKS
Sementara itu, Darmawati memberikan apresiasi atas Komnas Perempuan yang menampilkan sejarah perjalanannya selama 25 tahun, bahkan memberikan penghormatan pada perempuan pembela HAM.
”Kita menyampaikan terima kasih kepada Komnas Perempuan yang menjalankan amanat konstitusi, melindungi segenap bangsa Indonesia, khususnya kaum perempuan, dengan dedikasi dan melahirkan terobosan,” kata Darmawati.
Selain diramaikan paduan suara dari Komnas Perempuan, persembahan lagu dari Paduan Suara Dialita dan Wanodja Binangkit membuat perayaan tersebut berwarna.