Tingkat Penyusutan Gletser di Greenland Meningkat Dua Kali Lipat
Hasil studi terbaru menunjukkan tingkat penyusutan gletser di sekitar Greenland meningkat dua kali lipat dalam dua dekade terakhir.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gletser yang merupakan bongkahan atau endapan es besar di sekitar wilayah Greenland menjadi salah satu faktor penting untuk melihat dampak perubahan iklim, khususnya pemanasan global. Hasil studi terbaru menunjukkan tingkat penyusutan gletser di sekitar Greenland meningkat dua kali lipat dalam dua dekade terakhir.
Meningkatnya penyusutan gletser di Greenland ini terangkum dalam hasil studi terbaru yang dilakukan peneliti dari Northwestern University, Amerika Serikat.Studi dengan laporan yang terbit di jurnal Nature Climate Change pada 9 November 2023 ini mendokumentasikan bagaimana gletser di sekitar Greenland telah berubah mulai dari tahun 1890 hingga 2022.
Guna mengetahui besarnya penyusutan gletser, tim peneliti menggabungkan citra satelit dengan foto udara historis garis pantai Greenlandyang dipenuhi ribuan gletser yang terpisah dari lapisan es besar di tengah pulau. Melalui data ini, para peneliti mendokumentasikan perubahan panjang lebih dari 1.000 gletser di negara tersebut selama 130 tahun terakhir.
Laura Larocca, penulis pertama studi tersebut, mengemukakan, hasil studi ini menempatkan penyusutan gletser di berbagai zona iklim Greenland ke dalam perspektif satu abad. Hasilnya, laju penyusutan gletser pada abad ke-21 dua kali lebih cepat dibandingkan penyusutan gletser pada abad ke-20 dan ditemukan hampir di semua wilayah Greenland.
”Satu-satunya wilayah yang mungkin tidak terjadi penyusutan besar terjadi di timur laut Greenland. Peningkatan curah salju beberapa waktu terakhir mungkin memperlambat tingkat penyusutan ini,” ujarnya dikutip dari situs resmi Northwestern University, Selasa (14/11/2023).
Yarrow Axford, profesor ilmu geologi Northwestern University yang juga terlibat dalam studi ini, mengatakan, studi ini didasarkan pada analisis luas citra satelit dan digitalisasi ribuan foto udara.Beberapa data diambil selama ekspedisi pemetaan awal Greenland dari pesawat dengan kokpit terbuka. Para peneliti juga menghilangkan distorsi medan dan menggunakan teknik referensi geografis untuk menempatkan foto di lokasi yang benar di bumi.
Foto-foto lama tersebut memperluas kumpulan data sebelum era satelit ketika pengamatan luas terhadap kriosfer jarang terjadi. Melalui data tersebut, saat ini penelitidapat memberikan catatan jangka panjang untuk ratusan gletser.
”Data ini memberi kami kesempatan untuk mendokumentasikan seluruh Greenland dan respons gletser terhadap perubahan iklim selama lebih dari satu abad,” katanya.
Meskipun dampak perubahan iklim terhadap Greenland telah dipelajari dengan baik, sebagian besar peneliti hanya berfokus pada lapisan es Greenlandyang mencakup sekitar 80 persen wilayah negara tersebut. Namun, fluktuasi gletser di sekitar Greenland sebagian besar tidak terdokumentasisehingga data pengamatan tersebut sangat terbatas.
Dengan menggunakan citra akhir abad ke-20 sebagai dasar, tim peneliti juga menghitung persentase hilangnya gletser selama 20 tahun terakhir. Mereka menemukan bahwarata-rata gletser di Greenland selatan kehilangan 18 persen. Sementara gletser di wilayah lain kehilangan 5-10 persen panjangnya selama 20 tahun terakhir.
Larocca menekankan, gletser di pinggiran hanya mewakili sekitar 4 persen dari total wilayah yang tertutup es di Greenland. Namun, wilayah tersebut menyumbang 14 persen dari hilangnya es di Greenlanddan ini merupakan persentase yang sangat besar.
Temuan ini sekaligus menunjukkan sensitivitas wilayah tersebut terhadap kenaikan suhu akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.Oleh karena itu, para peneliti menyoroti pentingnya memperlambat pemanasan global. Aktivitas manusia selama beberapa dekade ke depan akan sangat mempengaruhi gletser ini.
”Jutaan orang di seluruh dunia bergantung pada gletser untuk mendapatkan air bersih, pertanian, dan pembangkit listrik tenaga air. Jadi sangat memprihatinkan jika kita membiarkan hal ini terus berlanjut. Pilihan yang kita ambil dalam beberapa tahun ke depan akan berdampak besar pada jumlah es yang kita miliki,” kata Larocca.