Mencegah Epidemi Diabetes
Diabetes atau di Indonesia dikenal sebagai kencing manis menjadi epidemi dengan pertumbuhan tercepat di dunia.
“Pada tahun 2012 sekitar 56 juta orang meninggal di seluruh dunia; 620.000 orang di antaranya meninggal karena kekerasan manusia (perang menewaskan 120.000 orang, dan kejahatan membunuh 500.000 penduduk lainnya).
Sebaliknya, 800.000 orang bunuh diri, dan 1,5 juta orang meninggal karena diabetes. “Gula kini lebih berbahaya dibandingkan bubuk mesiu,“ tulis Yuval Noah Harari, dalam bukunya Homo Deus: A History of Tomorrow (2016).
Harari, sejarawan yang juga menulis buku Homo Sapiens, menunjukkan tentang bahaya diabetes melitus, yang membunuh lebih banyak orang di dunia ini per tahunnya dibandingkan perang.
Tulisannya mengamplifikasi data terbaru bahwa penyakit diabetes atau di Indonesia dikenal sebagai kencing manis telah menjadi epidemi dengan pertumbuhan tercepat di dunia.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, jumlah penderita diabetes meningkat hampir lima kali lipat dalam 25 tahun, dari 108 juta pada tahun 1980 menjadi 422 juta pada tahun 2014.
Baca juga: Diabetes Menjadi Penyakit Kronis dengan Pertumbuhan Tercepat di Dunia
Pada tahun 2020, menurut perhitungan International Diabetes Federation (IDF), lebih dari setengah miliar orang atau 1 dari 10 orang hidup dengan diabetes di seluruh dunia dan jumlah itu diproyeksikan menjadi lebih dari dua kali lipat atau 1,3 miliar orang dalam 30 tahun ke depan.
Dalam Atlas IDF edisi ke-10 pada tahun 2021 disebutkan, populasi diabetes dewasa berusia antara 20 tahun dan 79 tahun di Indonesia diperkirakan 19,47 juta orang atau sekitar 10,6 persen populasi dewasa. Hal ini berarti sekitar 1 dari 9 orang di Indonesia memiliki diabetes.
Dengan jumlah ini, Indonesia berada di posisi ke-5 negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak. Jumlah penderita diabetes bisa lebih besar lagi karena sebagian mungkin tidak terdeteksi.
Survei Global Diabetes Industry Overview (2023) menyebutkan, sekitar 40 persen dari jumlah total penyandang diabetes di dunia tak terdiagnosis. Kebanyakan orang yang tak terdiagnosis diabetes tinggal di Afrika (60 persen), diikuti Asia Tenggara (57 persen) dan wilayah Pasifik barat (56 persen).
Setengah dari mereka yang terdiagnosis tidak menerima pengobatan, kata laporan itu. Tiga dari empat orang dengan kondisi ini tinggal di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah di mana masyarakatnya tidak selalu dapat mengakses layanan kesehatan.
Baca juga: Diabetes Bukan Hanya Soal Gula
Diabetes merupakan penyakit kronis dengan dampak besar terhadap kehidupan dan kesejahteraan individu, keluarga, dan masyarakat di seluruh dunia. Penyakit ini termasuk dalam 10 penyebab kematian terbesar pada orang dewasa.
Menurut WHO, diabetes menjadi penyebab utama kebutaan, gagal ginjal, serangan jantung, stroke, dan amputasi anggota tubuh bagian bawah. Antara tahun 2000 dan 2019, ada kenaikan tiga persen angka kematian akibat diabetes berdasarkan usia.
Data IDF menyebutkan, diabetes menyebabkan 6,7 juta kematian dalam setahun atau 1 kematian setiap 5 detik dan lebih dari 970 miliar dollar Amerika Serikat dihabiskan untuk pengobatannya.
Kekhawatiran tentang meningkatnya ancaman kesehatan yang ditimbulkan oleh diabetes inilah yang kemudian mendorong IDF, dengan dukungan WHO, menginisiasi Hari Diabetes Sedunia yang diperingati setiap 14 November.
Pada peringatan kali ini, WHO menyoroti perlunya meningkatkan kesadaran diabetes sebagai masalah kesehatan masyarakat global dan apa yang perlu dilakukan, secara kolektif dan individual, untuk pencegahan, diagnosis, dan pengelolaan kondisi ini dengan lebih baik.
Gaya hidup modern
Untuk diabetes tipe 1 hingga saat ini memang belum diketahui secara pasti pencegahannya. Diabetes tipe ini disebabkan oleh reaksi autoimun di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sel pankreas yang memproduksi insulin.
Faktor genetik dan infeksi virus menjadi beberapa penyebab yang diketahui memicu diabetes tipe ini. Sekalipun belum diketahui cara pencegahannya, dengan menjalani pola hidup sehat, hal itu akan membantu menjaga kesehatan penderita.
Lonjakan kasus terutama terjadi pada diabetes tipe 2 yang proporsinya lebih dari 90 persen dari total kasus diabetes. Perubahan perilaku dan gaya hidup manusia satu abad terakhir mengakibatkan peningkatan dramatis kejadian diabetes tipe 2 di seluruh dunia.
Baca juga: Diabetes Tidak Dapat Disembuhkan, tetapi Bisa Dikendalikan
Gaya hidup ini meliputi antara lain kurang beraktivitas fisik, kebanyakan asupan gula, dan akhirnya mengalami obesitas. Kondisi yang meningkatkan risiko diabetes ini dikenal sebagai “diabesitas“ dan “sindrom metabolik“.
Sekalipun ada kerentanan genetik, khususnya pada kelompok etnis tertentu, diabetes tipe 2 terutama disebabkan oleh faktor lingkungan dan perilaku.
Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai diabetes yang menyerang orang dewasa, tapi belakangan banyak anak dan remaja yang menderita. Meningkatnya angka obesitas dan kurangnya aktivitas fisik diyakini memainkan peran penting meningkatnya tren diabetes tipe 2 pada anak.
Sebagaimana tren global, angka kasus diabetes pada anak-anak di Indonesia juga meningkat. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merilis data yang menunjukkan prevalensi anak penderita diabetes meningkat 70 kali lipat pada Januari 2023 dibanding tahun 2010.
Secara umum, menurunkan 5-7 persen berat badan Anda bisa mengurangi risiko diabetes.
Menurut data mereka, terdapat 1.645 anak di Indonesia yang menderita diabetes pada Januari 2023, di mana prevalensinya sebesar 2 kasus per 100.000 anak. Sementara itu, prevalensi kasus diabetes anak pada 2010 adalah 0,028 per 100.000 anak.
Kasus diabetes yang ditemukan pada anak di Indonesia ini kebanyakan tipe 1. Sementara angka diabetes tipe 2 sebanyak 5-10 persen dari keseluruhan kasus diabetes anak.
Namun, dengan tren peningkatan obesitas pada anak saat ini, risiko diabetes tipe 2 pada anak-anak bakal terus meningkat. Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 menunjukkan, obesitas anak usia 5-19 tahun meningkat 10 kali lipat dalam empat dekade di Indonesia, yakni tahun 1975 ke tahun 2016.
Melihat data ini, tidak ada jalan lain selain berupaya mencegah dengan menjaga agar berat badan tidak obesitas. Secara umum, menurunkan 5-7 persen berat badan Anda bisa mengurangi risiko diabetes. Selain itu, bergeraklah lebih banyak, dengan minimal beraktivitas fisik 30 menit tiap hari.
Berikutnya, makanlah makanan sehat sesering mungkin dengan porsi lebih kecil untuk mengurangi jumlah kalori yang Anda makan setiap hari. Dan minumlah air putih sebagai pengganti minuman manis.