Kompetensi Makin Dibutuhkan, Bukan Lagi Gelar Pendidikan
Pendidikan vokasi yang mengasah kompetensi dibutuhkan untuk mengatasi ketertinggalan pertumbuhan ekonomi. Gelar bukan lagi yang utama.
JAKARTA, KOMPAS — Potensi Indonesia untuk menjadi negara maju makin terbuka dengan adanya masa bonus demografi yang menyediakan angkatan kerja produktif melimpah. Tantangannya kini adalah menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten dan berkarakter.
”Sayangnya, di dunia pendidikan, kelemahan utamanya adalah menempatkan gelar terlalu tinggi,” kata Direktur Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam dalam diskusi hybrid bertajuk ”Mendukung Kekuatan Ekonomi Nasional Melalui Tumpuan Pendidikan Vokasi”, di Jakarta, Selasa (14/11/2023).
”Harus ada kesepakatan mendidik warga. Bukan gelar yang harus kita agungkan, tapi nilai dan hasil kerja,” tuturnya. Diskusi ini digelar Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), serta Universitas Yarsi.
Baca juga: Perguruan Tinggi Didorong Siapkan Lulusan yang Relevan
Pembicara lainnya diskusi itu adalah Pelaksana Tugas Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI), Ditjen Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek Uuf Brajawidagda; Direktur ASTRAtech Ricardus Henri Paul; Direktur Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia Padang Wicaksono, serta penanggap Rektor Universitas Yarsi Fasli Jalal.
Piter mengutarakan, peningkatan kompetensi lulusan pendidikan kian relevan saat ini. Apalagi untuk pendidikan vokasi yang mengutamakan kemampuan atau skill, bisa mendukung pemanfaatan bonus demografi.
”Mereka yang punya skill selaras dengan kebutuhan industri pada bidang tertentu lebih mudah diserap industri. Jadi bukan karena gelarnya,” ujarnya.
Harus ada kesepakatan mendidik warga. Bukan gelar yang harus kita agungkan, tapi nilai dan hasil kerja.
Untuk menjadi negara maju, Indonesia harus meningkatkan pendapatan per kapita di atas 13.000 dollar AS dari saat ini sekitar 4.000 dollar AS. ”Untuk jadi negara maju, butuh pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen selama 10-15 tahun ke depan,” ujarnya.
Selama era Presiden Jokowi, pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 persen. ”Namun, potensi untuk maju ada karena Indonesia mempunyai sumber daya alam, dan bonus demografi,” ujar Piter.
Agar bonus demografi mendukung pertumbuhan ekonomi, harus ada lapangan pekerjaan yang cukup agar tak terjadi ledakan pengangguran. Tiap pertumbuhan ekonomi 1 persen menyerap sekitar 250.000 angkatan kerja. Jika ekonomi tumbuh 5 persen, berarti hanya 1,25 juta lapangan kerja formal.
Padahal, pertumbuhan angkatan kerja mencapai 3 juta penduduk. Bahkan, Lembaga Demografi Universitas Indonesia mengatakan, angkatan kerja sudah mencapai 4 juta orang.
Ledakan pengangguran belum terjadi karena lulusan pendidikan vokasi dan pendidikan tinggi masih dapat terserap ke sektor informal. Namun, dalam jangka panjang, sektor informal tidak sanggup lagi menampung.
”Jadi tantangan ke depan, bangsa ini harus mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengoptimalkan sumber daya alam dan sumber daya manusia,” kata Piter.
Dukungan pendidikan vokasi
Pendidikan vokasi yang mengutamakan kemampuan akan mendukung pemanfaatan bonus demografi. Namun, perlu dipastikan kompetensi lulusan selaras dengan industri. ”Bukan gelar lagi yang dikejar,melainkan kemampuannya di bidang tertentu agar terserap industri,” ucapnya.
Sementara Padang Wicaksono memaparkan, untuk industri swasta, gelar bukan lagi hal utama, tapi kompetensi yang diperhitungkan. Hal ini berbeda untuk menjadi aparatur sipil negara atau bekerja di badan usaha milik negara (BUMN) di mana gelar tinggi masih menjadi pertimbangan utama.
Padahal, pendidikan vokasi menawarkan kebekerjaan lebih cepat. Lulusan vokasi di Universitas Indonesia ada yang nol bulan menunggu masa kerjanya. Jika program studi sesuai kebutuhan pasar, permintaan tenaga kerja tinggi, bahkan sebelum lulus mahasiswa sudah mendapat tawaran kerja.
Baca juga: Potensi Pendidikan Vokasi Perlu Terus Dimunculkan
Pada tahun 2023, tiga program studi terpopuler masa tunggu lulusan nol bulan di program vokasi UI, yakni manajemen rekod dan arsip, administrasi perpajakan, dan okupasi terapi. Dengan teaching factory, kecakapan teknis dan nonteknis mahasiswa dibangun sejak masih di kampus.
Menurut Ricardus Henri Paul, kunci keberhasilan pendidikan vokasi adalah ada ekosistem pendukung keselarasan perguruan tinggi dan industri. Selain itu, perlu ada kegiatan berbagi keahlian dari para praktisi dan review kurikulum bersama dan pembentukan karakter.
Pendidikan vokasi dengan model Astratech Dual System pun berjalan. Pada tahun awal, para mahasiswa membuat produk sama seperti di industri, lalu tahun ketiga dan keempat magang agar siap kerja. Untuk penilaian akhir, bagaimana mahasiswa mendukung dari produktivitas industri.
”Suasana industri itu sudah dirasakan mahasiswa sejak awal. Dengan demikian, mereka siap bekerja dengan karakter yang dibutuhkan industri,” kata Paul.
Rektor Universitas Yarsi Fasli Jalal memaparkan, keselarasan pendidikan vokasi dan industri mesti diwujudkan. Pendidikan vokasi harus memastikan lulusan punya kemampuan berpikir analitis, siap terus dilatih atau belajar, dan kuat dalam keterampilan nonteknis yang dibutuhkan dunia kerja.
”Karena itu, perlu dipetakan mana yang menjadi tanggung jawab institusi pendidikan, transisi dari pendidikan ke dunia kerja, dan ketika di dunia kerja,” kata Fasli.
Perlu relevan
Adapun Uuf Brajawidagda menegaskan, pendidikan vokasi perlu selalu relevan dengan pembangunan ekonomi, baik sektoral semisal ada politeknik manufaktur atau kesehatan maupun dengan kewilayahan. ”Kita memberi bekal para siswa agar fleksibel untuk mengantisipasi perkembangan zaman,” ujarnya.
Pendidikan vokasi di Indonesia saat ini mencakup sekitar 14.000 sekolah menengah kejuruan (SMK), 2.000 program studi vokasi, dan 273 Politeknik dan Akademi Komunitas, 17.000 lembaga pelatihan dan kursus.
Kehadiran lembaga vokasi ini dapat dikaitkan dengan agenda pembangunan ekonomi sehingga stay relevan dengan agenda ekonomi nasioanl dan daerah .
Baca juga: Pendidikan Vokasi Jangan Usang
Tiga tahun terakhir ini, Kemendikbudrsitek mencoba membuka sekat pendidikan vokasi. Lembaga kursus dan pelatihan memiliki program pendidikan kecakapan kerja dan wirausaha di level SMK, misalnya SMK Pusat Keunggulan dan pemadanan dukungan, hingga di peguruan tinggi vokasi ada matching fund.
Ada juga program lain dengan membuat ekosistem kemitraan di daerah. ”Jadi, Mitras DUDI mendorong pemanfaatan sekat-sekat yang makin terbuka di satuan pendidikan untuk jadi kemitraan di daerah guna menggali potensi di daerah sehingga bisa berkontribusi di daerah,” kata Uuf.
”Tantangan pendidikan vokasi untuk makin menarik dan berkualitas,” ujarnya. Sebagai contoh, di Singapura politeknik diakui sebagai ”saus rahasia ekonomi” Singapura karena politeknik di negeri ini dikembangkan dengan layanan dan fasilitas pendidikan bermutu.