Cerita relief Candi Borobudur perlu didekonstruksi dengan makna utuh dengan memperhatikan flora dan fauna serta keterkaitan dengan referensi dari luar panel.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Candi Borobudur di Jawa Tengah memiliki banyak relief yang menceritakan berbagai hal. Selain relief manusia, terdapat pula unsur lain, seperti fauna dan flora. Cerita relief itu perlu didekonstruksi dengan pemaknaan yang lebih utuh.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ibnu Maryanto, mengatakan, kajian Relief Karmawibhangga Candi Borobudur selama ini bertumpu pada karya Van der Krom. Kajian itu cenderung hanya menceritakan relief manusia pada candi tersebut.
”Perlunya mendekonstruksi cerita-cerita pada panel relief di Candi Borobudur karena Krom hanya menceritakan posisi relief manusia. Dia tidak pernah memosisikan relief flora dan fauna,” ujarnya dalam webinar Ikonografi Fauna dan Flora Relief Karmawibhangga, Jumat (10/11/2023).
Ibnu mengatakan, relief merupakan teks yang perlu dipahami secara intratekstualitas, ekstratekstualitas, dan linear intratekstualitas. Dengan begitu, pemaknaannya bukan sekadar memperhatikan tindakan manusia pada relief, tetapi juga melihat hubungannya dengan konteks dari keberadaan flora dan fauna pada relief tersebut.
Makna masing-masing unsur relief pun dicari hubungannya dengan referensi dari luar panel. Selanjutnya makna dari satu panel dihubungkan dengan panel lainnya sehingga menjadi rangkaian kisah.
”Bagaimana kemunculan flora dan fauna dituangkan dalam Karmawibhangga? Karena Karmawibhangga adalah cerita kehidupan manusia pada masa itu, masa sekarang, dan masa selanjutnya,” ucapnya.
Ibnu menjelaskan, apabila identifikasi flora dan fauna secara fisik menggunakan pengenalan empiris berdasarkan catatan taksonomi, maka pemaknaan simbol penanda pada relief memakai catatan antropologi kultural, historis, filologi, dan tradisi lisan. Antropologi budaya dengan etnografinya menyediakan pendekatan bagaimana masyarakat ”meminjam” flora dan fauna sebagai simbol dalam menyampaikan pesan.
Relief merupakan teks yang perlu dipahami secara intratekstualitas, ekstratekstualitas, dan linear intratekstualitas.
Sementara sejarah memandu keterkaitan atau benang merah antara masa kini dengan masa lalu. Adapun filologi membuka akses ke naskah-naskah kuno guna menjembatani memori ke masa lampau.
”Tradisi lisan mengungkapkan ujaran-ujaran dari masa lalu yang masih diwariskan turun-temurun,” ucapnya.
Ibnu menuturkan, berdasarkan identifikasi unsur pada relief, pemahat mengekspresikan flora dan fauna dengan makna berbeda pada setiap panel di bagian kanan, tengah, kiri, dan sebagai simbol pembatas. Fauna menyimbolkan waktu cerita di setiap panel dan waktu kejadiannya.
”Keberadaan flora bermakna sebagai simbol kehidupan manusia dan untuk menunjukkan keragaman tumbuhan yang telah dimanfaatkan masyarakat Jawa kuno pada masa itu,” katanya.
Wisatawan berkunjung ke Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (25/10/2023). Wisatawan yang berkesempatan naik ke bangunan candi dibatasi sekitar 1.200 pengunjung per hari.
Ibnu menambahkan, membaca Relief Karmawibhangga perlu menggunakan strategi undoing normativity. Hal ini dapat dilakukan dengan selalu mempertanyakan kembali secara kritis terhadap konstruksi yang berlaku.
Dosen biologi Universitas Gadjah Mada, Zuliyati Rohmah, mengatakan, relief sejumlah satwa, seperti berbagai jenis burung, juga ada di Borobudur. Hal ini mengungkapkan beragam satwa yang dikenal di masa tersebut.
”Akan tetapi, hal ini juga memunculkan pertanyaan. Sebab, ada beberapa jenis burung yang (habitatnya) bukan di tempat candi itu berada,” ujarnya.