Relief Candi Jadi Inspirasi Pengembangan Wisata Desa di Borobudur
Masyarakat Borobudur mengembangkan ragam kegiatan wisata berbasis pada relief Candi Borobudur. Aktivitas ini diharapkan dapat mendukung gairah melancong di kawasan Borobudur.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Masyarakat di kawasan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mengembangkan aktivitas seni dan budaya berbasis cerita-cerita di relief Candi Borobudur secara swadaya. Kegiatan ini diharapkan menciptakan ragam aktivitas wisata baru yang semakin membuat wisatawan betah dan memperpanjang durasi waktu melancong di kawasan Borobudur.
Ketua Desa Wisata Borobudur Nanang Sipon Prakoso mengatakan, sejak tahun lalu, warga Desa Borobudur, termasuk komunitas-komunitas seni budaya dan tokoh-tokoh pemuda di dalamnya, sudah berupaya menuangkan sebagian cerita relief dalam tujuh kreasi tari dan sendratari, yoga, serta pentas wayang. Oleh karena banyak cerita relief menarik menjadi inspirasi seni dan budaya, eksplorasi dan penciptaan karya baru masih terus dilakukan.
”Dengan upaya mengeksplorasi cerita relief ini, kami berharap nantinya batu candi tidak sekadar dimaknai sebagai benda mati yang bisu,” ujarnya, Kamis (14/4/2022).
Menurut rencana, semua karya tersebut akan dikemas dan disuguhkan dalam ragam paket wisata. Selain karya seni dan budaya, muatan paket wisata tersebut juga bisa diisi berbagai aktivitas keseharian ataupun kunjungan ke destinasi maupun sentra-sentra produk tertentu yang menjadi potensi kampung setempat.
Tidak hanya di Desa Borobudur, aktivitas wisata tersebut akan menggandeng desa-desa lain. ”Kerja sama perlu dilakukan karena setiap desa di Kecamatan Borobudur memiliki potensi masing-masing, seperti kampung bambu di Desa Kebonsari dan sentra kerajinan gerabah di Desa Karanganyar,” ujarnya.
Selain karya seni dan budaya, muatan paket wisata tersebut juga bisa diisi berbagai aktivitas keseharian ataupun kunjungan ke destinasi maupun sentra-sentra produk tertentu yang menjadi potensi kampung setempat.
Diyah Nur Arifah, penggerak budaya Borobudur, mengatakan, pengolahan ragam cerita relief tersebut bisa turut melibatkan banyak orang. Untuk kebutuhan pentas wayang kulit saja, misalnya, warga yang terlibat tidak hanya bisa berperan sebagai dalang atau penabuh gamelan, tetapi juga pembuat wayang.
Selain kebutuhan wisata, kegiatan membuat wayang ini akan semakin mengasah kemampuan, keterampilan seni, dan kecintaan warga pada budaya warisan leluhur. ”Warga akan terlatih membuat wayang sesuai gambaran figur di relief dan terlatih membuat wayang dari berbagai macam material,” ujarnya.
Menurut Diyah, kendati ragam produk seni dan budaya tersebut sudah mulai dibuat, paket-paket wisata belum tuntas disusun dan belum dibuka bagi wisatawan. Namun, ke depan, keberadaan paket wisata kreatif desa ini diharapkan menjadi alternatif lain tujuan wisata, yang nantinya membuat pengunjung semakin betah berwisata di Borobudur.
Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sjamsul Hadi mengatakan, berbagai cerita relief dari Candi Borobudur bisa dituangkan dalam ragam bentuk. Tidak hanya diwujudkan dalam produk seni dan budaya, cerita relief juga bisa menjadi inspirasi kegiatan pemenuhan pangan, dengan cara menanam aneka ragam tumbuhan, sesuai kisah yang terpahat di bangunan candi.
Agar dapat menjadi tujuan kunjungan wisatawan, Sjamsul mengatakan, semua hasil eksplorasi cerita relief candi bisa dipadukan dengan beragam kearifan lokal desa. ”Kearifan lokal harus diangkat menjadi potensi unggulan di desa,” ujarnya.
Sejak 2021, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah memberikan pendampingan dan mengajak warga di kawasan Borobudur untuk menemukan dan menggali potensi dan kearifan lokal di setiap desa.
Dari upaya tersebut, telah ditemukan sedikitnya 75 permainan tradisional dan 400 ragam kebudayaan lokal. Tahun ini adalah tahapan bagi warga desa mengembangkan semua bentuk ragam kearifan lokal tersebut menjadi kekayaan dan potensi unggulan.