Terobosan Media Nasional di Tengah Dominasi Platform Global
Media nasional berusaha bertahan di tengah dominasi platform global dalam penyebaran informasi.
Digitalisasi merupakan keniscayaan. Tak ada sektor yang bisa ”lari” dari pengaruhnya, termasuk media massa. Tanpa terobosan-terobosan kreatif, sulit bagi media di Tanah Air untuk bertahan di tengah dominasi platform global yang menguasai penyebaran informasi.
Disrupsi digital menjadi tantangan yang tak mudah bagi pers nasional. Sejumlah media cetak tutup dan beralih ke platform daring. Sayangnya, peralihan ini tidak selalu diikuti dengan bisnis media yang lebih sehat.
Dominasi platform global dalam penyebaran informasi berimplikasi terhadap belanja iklan media. Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers Atmaji Sapto Anggoro menyebutkan, belanja iklan media di Indonesia pada 2023 mencapai Rp 68 triliun.
Akan tetapi, sebesar 75 persen atau sekitar Rp 51 triliun sudah ”dimakan” oleh perusahaan platform global, seperti Google dan Facebook. ”Jadi, media kita mendapatkan remah-remahnya saja,” ujarnya dalam seminar ”Jurnalistik yang Mengancam Jurnalisme” yang digelar Dewan Pers di Jakarta, Rabu (8/11/2023).
”Remah-remah” itu pun diperebutkan oleh media-media di Indonesia yang jumlahnya diperkirakan lebih dari 45.000 media. Kondisi ini menjadi salah satu tantangan terbesar pers nasional untuk tetap eksis di era digital.
Tingginya penetrasi internet di dalam negeri berpeluang menjadi ceruk bisnis bagi perusahaan media. Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), penetrasi internet di Indonesia pada 2023 mencapai 78,19 persen atau lebih dari 215 juta jiwa. Jumlah itu meningkat dibandingkan setahun sebelumnya yang sebesar 77,02 persen.
Baca juga: Pers Diingatkan Tetap Menjaga Kualitas di Era Kecepatan dan AI
Oleh sebab itu, penting bagi media membaca perilaku pengguna internet. Alasan utama menggunakan internet adalah untuk mengakses media sosial. Alasan lainnya, mengakses informasi atau berita, untuk bekerja atau bersekolah dari rumah, dan mengakses layanan publik.
Konten-konten yang paling sering dikunjungi adalah kesehatan, olahraga, infotainment atau gosip, dan ekonomi atau keuangan. Selanjutnya ada topik politik dan hukum, budaya dan pariwisata, serta pendidikan dan teknologi.
”(Data) ini adalah potensi yang bisa digunakan oleh media. Sebenarnya para pengguna internet itu lebih banyak membaca mengenai hal apa,” kata Sapto.
Kecepatan informasi memang menjadi tantangan media di era digital. Namun, akurasi dan keberimbangan pemberitaan tidak boleh diabaikan.
Terdapat beragam model bisnis yang bisa dilakukan oleh media daring atau online. Sejumlah cara yang banyak dilakukan adalah kerja sama dengan instansi seperti pemerintah daerah, sponsor dari institusi tertentu, dan menjadi penyelenggara acara atau event organizer (EO).
Sapto menuturkan, model bisnis lain yang bisa dilakukan adalah melalui iklan programatik, mengoptimalkan media sosial, dan konten premium. Setiap model memiliki cara dan pendekatan berbeda untuk bisa dimanfaatkan mendatangkan peluang bisnis.
Iklan programatik, misalnya, membutuhkan penggunaan kata kunci atau keyword guna mendukung optimasi mesin pencari atau search engine optimization (SEO). ”Namun, yang namanya SEO, itu berubah-ubah. Hanya Tuhan dan Google saja yang tahu ke mana arahnya,” ucapnya.
Peluang lainnya adalah menggunakan akun media sosial sebagai lapak iklan. Cara ini sudah banyak dilakukan oleh media-media di Indonesia.
”Prinsip media adalah crowd (kerumunan). Carilah kerumunan jumlah pembaca. Dari pengalaman di beberapa media, saya mengejarnya di media sosial. Begitu mencapai 1 juta pengikut, itu sangat bermakna. Sekali pasang (iklan) bisa ditarif Rp 50 juta,” jelas Sapto.
Inovasi lain yang dapat dilakukan adalah membuat konten premium berbasis subscription atau berlangganan. Beberapa media di Tanah Air sudah mulai menggunakan model ini.
”Premium media kemungkinan besar akan hidup. Namun, hasil riset menunjukkan yang punya keinginan untuk itu berasal dari generasi milenial dan generasi Z,” katanya.
Tetap kritis
Mencoba berbagai peluang bisnis tidak berarti pers harus menggadaikan kekritisannya. Fungsi kontrol sosial tetap melekat sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1990 tentang Pers.
Sapto mengatakan, sikap kritis media bukanlah untuk menyerang pihak tertentu, melainkan mendudukkan masalah agar menjadi terang dan mengklarifikasinya. Menurut dia, sejumlah media masih tetap eksis dengan mempertahankan kekritisannya.
”Sebaliknya, tunjukkan media yang kongkalikong, tapi maju? Artinya apa? Ketika media punya value, posisi tawarnya juga tinggi,” ujarnya.
Kekritisan media juga diperlukan dalam mengawasi pemerintahan. Selain itu, menyajikan informasi yang mencerdaskan masyarakat, terutama dalam menghadapi berbagai persoalan.
”Media akan ditinggalkan pembaca yang semakin cerdas atau jurnalisme tidak lagi berfungsi sebagai pengawas kekuasaan dan menuliskan persoalan publik,” ujar anggota Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Luviana.
Baca juga: ”Rem” Akurasi dalam Adu Kecepatan Informasi
Luviana menjelaskan berbagai tantangan bagi jurnalisme saat ini, salah satunya, kebijakan perusahaan yang kadang tidak mengikutsertakan jurnalis. Tantangan lainnya adalah mengejar konten yang disukai pasar, click bait (umpan klik), dan hanya menulis yang sedang ramai diperbincangkan.
”(Tuntutan) kecepatan dalam membuat berita membuat jurnalis menjiplak. Jurnalis dibebani banyak berita dalam sehari,” ucapnya.
Kecepatan informasi memang menjadi tantangan media di era digital. Namun, akurasi dan keberimbangan pemberitaan tidak boleh diabaikan.
Peserta melakukan simulasi rapat redaksi saat Uji Kompetensi Pewarta Foto Indonesia di Hotel Regantris, Kota Surabaya, Jawa Timur, Rabu (3/8/2022).
Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Henry Ch Bangun menuturkan, peningkatan kompetensi wartawan perlu dijadikan prioritas dalam program kerja organisasi profesi. Di organisasi itu, misalnya, pelatihan yang lebih sistematis dijalankan melalui program Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI).
”Saya meyakini pendidikan itu penting bagi wartawan. Selain SJI, kami menggelar berbagai bentuk pelatihan dan melakukan safari jurnalistik,” katanya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan, perkembangan teknologi menghadirkan peluang sekaligus tantangan bagi jurnalisme. Meski tidak mudah, ia berharap media konsisten menghadirkan produk jurnalistik berkualitas untuk mencerdaskan masyarakat.
”Kecerdasan masyarakat berbanding lurus dengan kualitas media. Semakin cerdas rakyat, ini karena medianya juga menyajikan berita-berita yang mencerdaskan, bermanfaat, dan memberi inspirasi. Bangsa ini perlu banyak inspirasi,” ujarnya.