Program Jejaring Pengampuan Tingkatkan Kompetensi Rumah Sakit
Program pengampuan jejaring dilakukan untuk meningkatkan kompetensi layanan di setiap rumah sakit, terutama terkait pelayanan pada penyakit utama seperti jantung, stroke, kanker, uronefrologi, dan anak.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerataan fasilitas pelayanan kesehatan perlu diiringi dengan pemerataan kompetensi dan kualitas dari pelayanan yang diberikan. Untuk mempercepat pemenuhan standar pelayanan rumah sakit, program jejaring pengampuan dijalankan melalui kolaborasi dan sinergi antarrumah sakit di tingkat nasional.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, program pengampuan jejaring rumah sakit rujukan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi layanan di setiap rumah sakit. Pengampuan dilakukan pada tiap-tiap strata rumah sakit, mulai dari rumah sakit madya, rumah sakit utama, dan rumah sakit paripurna.
”Program ini adalah upaya penguatan untuk semua rumah sakit umum daerah di 514 kabupaten/kota di 38 provinsi, terutama untuk pelayanan pada penyakit utama, yakni jantung, stroke, kanker, uronefrologi, dan anak,” ujarnya di tengah Rapat Kerja Komisi IX DPR di Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Program jejaring pengampuan dimulai dengan penunjukan rumah sakit pengampu nasional untuk melakukan pemetaan kompetensi serta menentukan strata pada tiap-tiap rumah sakit di seluruh Indonesia. Setelah itu, jejaring pun dibentuk untuk melakukan kegiatan pengampuan sesuai kebutuhan dan standar dari strata setiap rumah sakit.
Dengan adanya program ini, diharapkan rumah sakit di daerah memiliki kemampuan dan kompetensi yang sama dengan rumah sakit di kota besar. Angka rujukan pun bisa ditekan sekaligus lebih mendekatkan pelayanan pada masyarakat setempat. Ketimpangan layanan antardaerah juga dapat diatasi.
Adapun rumah sakit pengampu nasional yang ditunjuk, antara lain, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita sebagai pusat jantung nasional, RS Pusat Otak Nasional Prof Dr dr Mahar Mardjono sebagai pusat rujukan nasional penyakit otak dan sistem persarafan, RS Kanker Dharmais sebagai pusat kanker nasional, RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo sebagai pusat uronefrologi nasional, dan RS Anak dan Bunda Harapan Kita sebagai pusat kesehatan ibu dan anak nasional.
Diharapkan rumah sakit di daerah memiliki kemampuan dan kompetensi yang sama dengan rumah sakit di kota besar. Angka rujukan pun bisa ditekan sekaligus lebih mendekatkan pelayanan pada masyarakat setempat.
Budi menyampaikan, program jejaring pengampuan rumah sakit diharapkan pula bisa menghasilkan minimal satu rumah sakit utama di setiap provinsi dan satu rumah sakit madya di setiap kabupaten/kota. Target telah ditetapkan hingga tahun 2024.
Alat kesehatan
Ia menambahkan, Kementerian Kesehatan telah memberikan bantuan penyediaan alat kesehatan berdasarkan ketersediaan pengguna di rumah sakit jejaring jantung, stroke, kanker, dan uronefrologi. Alat yang digunakan seperti echocardiography untuk jantung, linac untuk kanker, mikroskop neurosurgery untuk stroke, dan Argon plasma coagulation (APD) untuk intervensi uronegrologi. Sementara alat kesehatan lain yang digunakan bersama untuk beberapa layanan penyakit, antara lain CT scan, MRI, dan Cathlab.
”Kita monitor ini secara rutin setiap bulannya. Progres kita di 2023 itu ada target untuk masing-masing layanan rumah sakit. Ada pula target pada 2024. Kita harapkan program ini bisa selesai di tahun 2027,” tutur Budi.
Terkait dengan anggaran, pengadaan alat kesehatan yang dibutuhkan dalam program jejaring pengampuan menggunakan anggaran dana alokasi khusus dan bantuan pemerintah pada program pemulihan ekonomi nasional (PEN) pada 2022 sebesar Rp 3,2 triliun. Pada 2023, anggaran menggunakan dana alokasi khusus dengan total Rp 2,4 triliun. Sementara pada 2024-2027 akan menggunakan anggaran dana alokasi khusus serta bantuan ataupun pinjaman dari Bank Dunia.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat, Irma Suryani Chaniago, menyampaikan, dukungan ketersediaan alat kesehatan dalam pemenuhan kebutuhan di rumah sakit perlu disertai pengawasan yang baik. Kementerian Kesehatan harus memastikan barang yang didistribusikan ke daerah sesuai dengan kebutuhan.
”Jangan sampai pemerintah pusat hanya melakukan pengadaan dan pendistribusian ke daerah, tetapi kemudian daerah tidak tahu cara menggunakan alat itu karena alat yang dibutuhkan tidak sama dengan yang dikirimkan oleh pusat,” ujarnya.