Mpox, Kesehatan Seksual, dan Cuaca Panas
Kasus Mpox tiba-tiba melonjak di Indonesia dalam sebulan terakhir. Pencegahan perlu terfokus pada kelompok berisiko.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencabut status cacar monyet atau Mpox sebagai kedaruratan kesehatan global pada 11 Mei 2023. Selama sekitar 10 bulan pemberlakuan kedaruratan global Mpox, hanya terdeteksi satu kasus di Indonesia. Namun, sejak pertengahan Oktober hingga awal November ini, lebih dari 30 kasus Mpox baru dilaporkan di tiga provinsi.
Kasus pertama Mpox di Indonesia ditemukan pada 20 Agustus 2022 di DKI Jakarta dan sudah sembuh. Kasus kedua baru muncul pada 13 Oktober 2023. Hingga Senin (6/11/2023), Kementerian Kesehatan melaporkan ada 35 kasus Mpox yang tersebar di DKI Jakarta 28 kasus (80 persen), Banten 5 kasus (14,3 persen), dan Jawa Barat 2 kasus (5,7 persen). Dari keseluruhan kasus, 11 kasus (31,4 persen) dinyatakan sembuh.
Sejak 1 Januari 2022 sampai 30 September 2023, WHO menerima laporan 91.123 kasus Mpox dari 115 negara dengan jumlah kematian mencapai 157 kasus. Kasus terbanyak Mpox ditemukan di Amerika Serikat, Brasil, dan Spanyol. Selama September 2023, ada 868 kasus baru Mpox dilaporkan atau turun 16 persen dibanding bulan sebelumnya. Penambahan terbesar Mpox selama September itu berasal dari wilayah Pasifik Barat dan Eropa.
Baca juga : Darurat Global Wabah Cacar Monyet
Di saat kasus Mpox di banyak negara mulai terkendali, kasus Mpox di Indonesia justru meningkat. Kasus pertama Mpox di Indonesia yang terjadi tahun 2022 memang berasal dari transmisi luar negeri. Namun, kasus sisanya yang terjadi sebulan terakhir merupakan transmisi lokal sehingga penyebarannya menjadi lebih cepat. Mereka yang terpapar Mpox umumnya tinggal di perkotaan.
Karena itu, lonjakan Mpox selama Oktober-November 2023 ini di Indonesia perlu menjadi perhatian serius pemerintah dan masyarakat. Jika tidak, epidemiolog memperkirakan akan ada 3.600 kasus Mpox dalam satu tahun ke depan.
Dari seluruh kasus Mpox global, 96,3 persen penderitanya adalah laki-laki dan paling banyak berumur 29 tahun-41 tahun. Model penyebaran yang paling banyak dilaporkan adalah melalui kontak seksual sebanyak 82,5 persen. Dari Mei 2022-September 2023, WHO menyebut paparan Mpox banyak berasal dari kluster kegiatan yang melibatkan orang banyak dan disertai dengan kontak seksual.
Karakter penderita Mpox global itu juga mirip dengan yang terjadi di Indonesia. Seluruh penderita Mpox di DKI Jakarta, daerah dengan jumlah penderita Mpox terbanyak, adalah laki-laki dengan rentang umur 25 tahun-50 tahun.
Data Ikatan Dokter Indonesia, Selasa (7/11/2023), menunjukkan, sekitar 90 persen penderita tertular melalui hubungan seksual sejenis, yaitu lelaki suka lelaki (LSL). Selain itu, 10 penderita mengidap human immunodeficiency virus (HIV), tiga penderita mengalami sifilis, sembilan pasien dengan HIV dan sifilis, dan sisanya belum diketahui komorbidnya.
Penyakit lama
Cacar monyet sejatinya penyakit lama. Pada 1980, cacar menjadi penyakit pertama yang berhasil dieradikasi dari muka Bumi. Sejak saat itu, kasus cacar monyet memang tetap ada dari waktu ke waktu, tetapi hanya terjadi di negara-negara tertentu di Afrika. Sejak Mei 2022, muncul Mpox secara sekaligus di banyak negara yang sebelumnya tidak ada atau sudah lama tidak ada kasus Mpox hingga membuat WHO menetapkannya sebagai kedaruratan global.
Mpox disebabkan virus monkeypox. Sama seperti Covid-19, penyakit ini awalnya menular dari binatang ke manusia atau zoonosis. Kini, penyakit ini bisa menyebar antarmanusia. Gejala penyakit ini adalah demam, sakit kepala hebat, nyeri otot, sakit punggung, pembengkakan kelenjar getah bening di leher, ketiak, atau selangkangan, serta muncul ruam atau lesi di kulit.
Stigmatisasi yang besar terhadap orientasi seksual mereka justru membuat upaya penjangkauan, edukasi, promosi kesehatan, hingga pengobatan dan rehabilitasi mereka menjadi lebih sulit dilakukan.
Ruam itu muncul satu hari hingga tiga hari sejak demam. Ruam itu bisa berkembang dari bintik merah seperti cacar, lepuh berisi cairan bening, lepuh berisi nanah, hingga kemudian mengeras menjadi keropeng dan rontok. Ruam ini cenderung terkonsentrasi di wajah, telapak tangan, telapak kaki, mulut, mata, dan sekitar alat kelamin.
Berbagai gejala itu biasanya berlangsung antara dua dan empat minggu. Umumnya, akan sembuh sendiri. Namun beberapa orang bisa mengalami komplikasi medis dan kematian. Mereka yang memiliki penyakit yang menurunkan daya tahan tubuh berisiko lebih serius terhadap Mpox. Kondisi ini membuat penderita HIV lebih rentan terserang Mpox.
Baca juga : Penular Cacar Monyet Berisiko Terjadi Berkepanjangan
Penularan Mpox antarmanusia terjadi lewat kontak erat dengan orang yang memiliki ruam Mpox, baik tatap muka, sentuhan kulit ke kulit, mulut ke mulut, atau mulut ke kulit, maupun lewat kontak seksual. Benda yang sudah digunakan atau tersentuh penderita Mpox, seperti baju, handuk, seprei tempat tidur, atau permukaan alat elektronik, bisa jadi alat penularan jika benda tersebut digunakan, disentuh, atau dihirup orang yang sehat.
Bisul atau ruam di sekitar mulut juga bisa menyebarkan virus melalui kontak langsung melalui mulut , percikan ludah, cairan hidung, dan kemungkinan melalui aerosol pada jarak pendek. Namun kemungkinan penularan virus Mpox melalui udara belum dipahami. Penyebaran virus Mpox melalui sperma, cairan vagina, air ketuban, air susu ibu, dan darah juga belum diketahui pasti.
Meski banyak menyerang laki-laki dengan orientasi seksual sejenis, Mpox sejatinya bisa menular kepada siapa pun dengan orientasi seksual apa pun, termasuk kelompok heteroseksual. Mereka yang melakukan kontak fisik dengan penderita Mpox akan berisiko besar tertular penyakit. Karena itu, penting untuk tidak menstigmatisasi mereka yang terjangkit Mpox karena akan makin menyulitkan pengendalian dan pencegahannya (Le Monde, 26 Juli 2022).
Baca juga : Cacar Monyet Masih Mengintai
Lonjakan kasus Mpox di Indonesia pada Oktober hingga awal November 2023 ini salah satunya diduga akibat meningkatnya perilaku seksual berisiko sebagian masyarakat. Semasa pandemi Covid-19, aktivitas seksual kelompok yang rentan Mpox itu relatif terbatas baik karena pembatasan sosial yang dilakukan pemerintah dan masyarakat maupun kesadaran diri untuk membatasi interaksi sosial dengan orang lain guna menghindari penularan Covid-19.
Meski demikian, belum jelas apakah Mpox telah berkembang menjadi penyakit infeksi menular seksual (IMS). Studi di Italia dan Jerman menemukan adanya virus Mpox pada sperma sejumlah penderita. Namun, apakah keberadaan virus Mpox di sperma itu turut menularkan Mpox belum diketahui pasti. Sejumlah peneliti berpendapat bahwa IMS adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual tidak selalu melibatkan keberadaan virus dalam cairan kelamin.
Hipotesis saat ini, tingginya penularan Mpox pada kelompok lelaki suka lelaki disebabkan oleh penyebaran virus Mpox selama hubungan seksual yang mereka lakukan. Ingat, ruam atau lesi Mpox bisa terjadi pada daerah sekitar mulut, daerah genital dan anus, serta tangan yang aktif digunakan saat berhubungan seksual.
Dengan terpetakannya kelompok rentan Mpox ini, pemerintah dengan kelompok masyarakat yang memiliki akses menjangkau kelompok khusus ini bisa melakukan berbagai upaya masif guna mencegah penularan dan penyebaran Mpox.
Meski demikian, pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas, terutama yang menyasar kelompok lelaki suka lelaki, masih sangat terbatas. Stigmatisasi yang besar terhadap orientasi seksual mereka justru membuat upaya penjangkauan, edukasi, promosi kesehatan, hingga pengobatan dan rehabilitasi mereka menjadi lebih sulit dilakukan. Padahal, promosi perilaku seksual berisiko itu justru sangat masif dan mudah ditemukan di media sosial.
Pantang seks
Karena sebagian besar kasus penularan Mpox terjadi melalui aktivitas seksual, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) mengingatkan pentingnya mencegah penyebaran Mpox dengan menghentikan sementara aktivitas seksual bagi kelompok berisiko, meski mereka merasa sehat.
Penting pula untuk setia pada pasangan dan membatasi jumlah partner seks, menghindari ciuman, melakukan masturbasi jarak jauh tanpa saling menyentuh, serta hubungan seks virtual demi mengurangi risiko paparan cacar monyet.
Pemakaian kondom bisa melindungi organ genital dari paparan cairan yang mengandung virus Mpox. Namun, kondom tidak bisa mencegah paparan virus Mpox dari ruam tubuh yang ada di bagian tubuh selain di alat genital. CDC juga menyarankan mempertimbangkan aktivitas seksual dengan pakaian dan sarung tangan dari lateks guna menghindari kontak kulit ke kulit. Jangan lupa membersihkan pakaian, seprei, handuk, dan alat bantu seks lain yang digunakan sehingga terhindar dari paparan virus Mpox.
Baca juga : Ketersediaan Vaksin untuk Cacar Monyet Ditambah
Selain itu, vaksinasi juga menjadi kunci. Vaksin cacar air dinilai ampuh mencegah penularan Mpox. Meski vaksinasi tidak menjamin 100 persen seseorang akan terbebas dari Mpox, tetapi jika terjangkit Mpox akan membuat penyakitnya tidak berkembang parah. Bagi mereka yang belum divaksin sama sekali, belum divaksin hingga dosis kedua, atau belum dua minggu setelah mendapat vaksin dosis kedua, maka mengubah perilaku seksual berisiko dan pantang hubungan seksual untuk sementara lebih disarankan.
Lonjakan penyebaran Mpox di Indonesia sebulan terakhir diduga juga dipicu oleh cuaca panas yang beberapa bulan terakhir terjadi. WHO telah mengingatkan bahwa perubahan iklim dan kenaikan suhu menyebabkan penyebaran inang dan vektor zoonosis makin luas hingga meningkatkan jumlah manusia yang bisa terpapar penyakit. Meningkatnya suhu juga merangsang laju reproduksi patogen dan vektor penyakit zoonosis.
Sepanjang September-Oktober 2023, suhu udara di sejumlah daerah di Indonesia meningkat seiring terjadinya El Nino di musim kemarau. Suhu udara maksimum di sejumlah daerah berkisar antara 35 derajat celsius hingga 38 derajat celsius. Padahal, suhu rata-rata tahunannya hanya berkisar antara 26 derajat celsius hingga 28 derajat celsius.
Sejak awal datangnya musim semi dan panas di negara empat musim, CDC sudah mengingatkan adanya risiko lonjakan kasus Mpox. Lebih hangatnya suhu udara membuat potensi orang-orang berkumpul makin besar sehingga meningkatkan risiko penularan Mpox. Cuaca panas juga meningkatkan iritabilitas, gejala depresi, gangguan tidur, dan berbagai gangguan kesehatan mental lain yang bisa menurunkan daya tahan tubuh.
Baca juga : Pelajaran dari Cacar Monyet
Suhu panas juga menurunkan daya tahan tubuh secara langsung. Rendahnya imunitas tubuh akan membuat seseorang rentan terjangkit berbagai jenis infeksi, baik yang disebabkan oleh virus, bakteri, maupun jamur. Dalam situasi ini, Mpox menjadi lebih mudah menyebar.
Kini, hujan sudah turun dan di sejumlah daerah telah memasuki musim pancaroba. Risiko penularan berbagai penyakit infeksi, termasuk Mpox tetap ada karena perubahan cuaca juga bisa menurunkan daya tahan tubuh. Meski demikian, kaitan antara lonjakan Mpox dan cuaca panas serta perubahan temperatur yang terjadi beberapa bulan terakhir di Indonesia membutuhkan pembuktian ilmiah lebih lanjut.
Untuk itu, masyarakat perlu tetap waspada dengan penularan dan penyebaran Mpox, bukan malah panik. Meski Mpox banyak menjangkiti kelompok dengan aktivitas seksual berisiko, semua orang dengan orientasi seksual apa pun dan umur berapa pun bisa terpapar Mpox. Kesadaran dan kepedulian bersama, tanpa stigmatisasi kepada penderita, bisa mencegah makin meluasnya Mpox.